Selasa, 21 Juni 2022

@cerpen Dimanakah Dirimu


Dimanakah Dirimu

Oleh: Khatijah

Malam ini aku berdandan istimewa.Sekali-sekalilah aku ke salon. Selain ini sebagai malam terakhir bertemu teman-teman SMA dalam acara malam pelepasan kelas dua belas, aku ingin lebih cantik dari biasanya. Semua kulakukan semata-mata untuk seseorang yang pernah menembakku dua bulan sebelum ujian sekolah.

Waktu itu aku duduk sendiri di taman sekolah. Bunga-bunga bugenvil warna ungu dan putih lagi bermekaran seiring datangnya musim kemarau. Di situlah aku duduk sambil membaca buku yang berisi materi esensial untuk ujian sekolah. Aku sengaja memilih tempat ini agar lebih tenang dan semua yang kupelajari bisa terekam di otakku.

Lagi asyik-asyiknya mencoba memecahkan soal matematika, aku dikagetkan oleh suara langkah. Belum sampai aku menengok untuk memastikannya, mendadak pandanganku gelap karena terhalang oleh dua telapak tangan yang menutup mataku dari belakang. Tentu saja aku berteriak dan meronta-ronta. Aku yakin bahwa ada orang yang akan menjahatiku. Seiring dengan teriakanku dia lepaskan kedua tangannya, seraya menenangkanku dengan bisik lirihnya.

“Irene, maafkan aku. Terimalah ini dariku!”. Seikat buket bunga mawar merah diserahkan kepadaku.

Aku terbelalak. Ada debaran kencang di dadaku. Aku tak pernah menduga orang yang selama ini selalu hadir di pikiranku, tiba-tiba menyerahkan bunga  cantik. Seolah dia tahu bahwa aku suka sekali bunga mawar. Rasa malu menjalari tubuhku. Panas dingin mendadak kurasakan. Sejenak kupandang buket bunga  itu.

“Agha, apa maksudmu?” Spontan kalimat itu meluncur dari bibirku.

            Bibir Agha sedikit mengembang. Rona merah di wajahnya bisa kuterjemahkan bahwa dia dalam kondisi grogi. Gemetar tangannya tampak jelas hingga pada gerak buket bunga yang belum juga kuterima.  

            “Iren, maukah kamu berteman denganku. Terimalah tanda pertemanan dariku ini!” pintanya terdengar tulus.

            Aku menarik napas dalam-dalam sebelum tanganku terulur menerima bunga di tangannya.

            “Pertemanan yang bagaimana Agha, bukankah selama ini kita sudah berteman selama tiga tahun?” tanyaku menyergap kalimatnya yang tidak jelas maknanya itu.

            “Sebentar lagi kita akan meninggalkan sekolah ini. Akan ada perpisahan antara kau dan aku. Inginnya aku berteman selamanya meskipun kita tidak satu sekolah lagi. Tapi papaku meminta aku harus melanjutkan study di Jakarta,” dia berhenti sejenak tidak melanjutkan kalimatnya. Diusapnya wajahnya yang berkeringat. “Terimalah ini, sebagai tanda bahwa aku tetap akan menjalin rasa seperti yang selama ini bergelora di dadaku. Maukah kamu, Iren?”

            Aku kebingungan. Meski tanpa seucap kata, kuulurkan tanganku untuk menerima buket bunga itu yang merupakan simbol bahwa aku memiliki rasa yang sama dengannya.  

            “Terima kasih, Iren. Sehari setelah ujian selesai, papaku mengajak ke Jakarta untuk mencari Perguruan Tinggi yang cocok untukku.” Agha mengakhiri kalimatnya saat dua teman cewekku datang.

            “Hayo, lagi romantis-romantisan ya,” goda Nindy salah satu dari mereka.

            “He, ayo kembali, Nin. Rupanya kita mengganggu, Nih,” ajak Echa sambil menarik tangan Nindy.

            Dasar Nindy, temanku yang satu ini memang terkenal badung. Tak mau dia menuruti ajakan Echa. Dia justru menggodaku dengan merebut bunga-bunga cantik dari tanganku. Lalu ditemangnya serupa menimang seorang bayi sambil menyanyikan lagu ‘Nina Bobok’. Spontan aku tertawa terbahak-bahak melihat tingkahnya yang lucu. Demikian juga Echa dan Agha. Tak kuat mendapat olok-olok, Agha melarikan diri.

            Malam ini merupakan hari yang kunanti. Aku akan mengajak Agha berfoto bersama setelah acara ini selesai. Aku sengaja berangkat lebih awal agar bisa duduk di kursi paling depan. Dengan begini Agha mudah menemukanku saat dia datang. Namun, sampai acara dimulai aku tak melihat Agha. Aku tak yakin kalau dia berada di bagian belakang.

            Hatiku lega karena acara yang sempat mundur sekitar satu jam, akhirnya dimulai. Hingga Pak Aldy sebagai Kepala Sekolah, sudah maju untuk mengumumkan pemeroleh peringkat terbaik, mataku masih sibuk menelusuri baris-baris tempat duduk cowok. Masih juga tak kutemukan Agha. Aku terkejut ketika namaku dan nama Agha juga disebut di antara sepuluh siswa.

Semua pemegang sepuluh besar diminta maju untuk mendapatkan penghargaan dari sekolah. Gundahku semakin memuncak saat hanya Agha yang tidak tampak. Hingga sebuah pigura besar berisi foto Agha dibawa oleh seorang teman yang mewakilinya. Kulihat beberapa orang yang hadir, mengusap air mata. Lalu aku histeris ketika Kepala Sekolah mengalungkan medali pada foto Agha. Kepala Sekolah mengatakan bahwa Agha mengalami kecelakaan di jalan menuju tempat acara ini.                                                                                                                                                                                                                                                  Bondowoso, 22 Juni 2022              

  

8 komentar:
Write Comments



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...