Dimanakah Dirimu
Oleh:
Khatijah
Malam
ini aku berdandan istimewa.Sekali-sekalilah aku ke salon. Selain ini sebagai
malam terakhir bertemu teman-teman SMA dalam acara malam pelepasan kelas dua
belas, aku ingin lebih cantik dari biasanya. Semua kulakukan semata-mata untuk
seseorang yang pernah menembakku dua bulan sebelum ujian sekolah.
Waktu
itu aku duduk sendiri di taman sekolah. Bunga-bunga bugenvil warna ungu dan
putih lagi bermekaran seiring datangnya musim kemarau. Di situlah aku duduk
sambil membaca buku yang berisi materi esensial untuk ujian sekolah. Aku
sengaja memilih tempat ini agar lebih tenang dan semua yang kupelajari bisa
terekam di otakku.
Lagi
asyik-asyiknya mencoba memecahkan soal matematika, aku dikagetkan oleh suara
langkah. Belum sampai aku menengok untuk memastikannya, mendadak pandanganku
gelap karena terhalang oleh dua telapak tangan yang menutup mataku dari
belakang. Tentu saja aku berteriak dan meronta-ronta. Aku yakin bahwa ada orang
yang akan menjahatiku. Seiring dengan teriakanku dia lepaskan kedua tangannya,
seraya menenangkanku dengan bisik lirihnya.
“Irene,
maafkan aku. Terimalah ini dariku!”. Seikat buket bunga mawar merah diserahkan
kepadaku.
Aku
terbelalak. Ada debaran kencang di dadaku. Aku tak pernah menduga orang yang selama ini selalu hadir di
pikiranku, tiba-tiba menyerahkan bunga
cantik. Seolah dia tahu bahwa aku suka sekali bunga mawar. Rasa malu
menjalari tubuhku. Panas dingin mendadak kurasakan. Sejenak kupandang buket
bunga itu.
“Agha,
apa maksudmu?” Spontan kalimat itu meluncur dari bibirku.
Bibir Agha sedikit mengembang. Rona
merah di wajahnya bisa kuterjemahkan bahwa dia dalam kondisi grogi. Gemetar
tangannya tampak jelas hingga pada gerak buket bunga yang belum juga kuterima.
“Iren, maukah kamu berteman
denganku. Terimalah tanda pertemanan dariku ini!” pintanya terdengar tulus.
Aku menarik napas dalam-dalam
sebelum tanganku terulur menerima bunga di tangannya.
“Pertemanan yang bagaimana Agha,
bukankah selama ini kita sudah berteman selama tiga tahun?” tanyaku menyergap
kalimatnya yang tidak jelas maknanya itu.
“Sebentar lagi kita akan
meninggalkan sekolah ini. Akan ada perpisahan antara kau dan aku. Inginnya aku
berteman selamanya meskipun kita tidak satu sekolah lagi. Tapi papaku meminta
aku harus melanjutkan study di Jakarta,” dia berhenti sejenak tidak melanjutkan
kalimatnya. Diusapnya wajahnya yang berkeringat. “Terimalah ini, sebagai tanda
bahwa aku tetap akan menjalin rasa seperti yang selama ini bergelora di dadaku.
Maukah kamu, Iren?”
Aku kebingungan. Meski tanpa seucap
kata, kuulurkan tanganku untuk menerima buket bunga itu yang merupakan simbol
bahwa aku memiliki rasa yang sama dengannya.
“Terima kasih, Iren. Sehari setelah
ujian selesai, papaku mengajak ke Jakarta untuk mencari Perguruan Tinggi yang
cocok untukku.” Agha mengakhiri kalimatnya saat dua teman cewekku datang.
“Hayo, lagi romantis-romantisan ya,”
goda Nindy salah satu dari mereka.
“He, ayo kembali, Nin. Rupanya kita
mengganggu, Nih,” ajak Echa sambil menarik tangan Nindy.
Dasar Nindy, temanku yang satu ini
memang terkenal badung. Tak mau dia menuruti ajakan Echa. Dia justru menggodaku
dengan merebut bunga-bunga cantik dari tanganku. Lalu ditemangnya serupa
menimang seorang bayi sambil menyanyikan lagu ‘Nina Bobok’. Spontan aku tertawa
terbahak-bahak melihat tingkahnya yang lucu. Demikian juga Echa dan Agha. Tak
kuat mendapat olok-olok, Agha melarikan diri.
Malam ini merupakan hari yang
kunanti. Aku akan mengajak Agha berfoto bersama setelah acara ini selesai. Aku
sengaja berangkat lebih awal agar bisa duduk di kursi paling depan. Dengan
begini Agha mudah menemukanku saat dia datang. Namun, sampai acara dimulai aku
tak melihat Agha. Aku tak yakin kalau dia berada di bagian belakang.
Hatiku lega karena acara yang sempat
mundur sekitar satu jam, akhirnya dimulai. Hingga Pak Aldy sebagai Kepala
Sekolah, sudah maju untuk mengumumkan pemeroleh peringkat terbaik, mataku masih
sibuk menelusuri baris-baris tempat duduk cowok. Masih juga tak kutemukan Agha.
Aku terkejut ketika namaku dan nama Agha juga disebut di antara sepuluh siswa.
Semua
pemegang sepuluh besar diminta maju untuk mendapatkan penghargaan dari sekolah.
Gundahku semakin memuncak saat hanya Agha yang tidak tampak. Hingga sebuah
pigura besar berisi foto Agha dibawa oleh seorang teman yang mewakilinya. Kulihat
beberapa orang yang hadir, mengusap air mata. Lalu aku histeris ketika Kepala
Sekolah mengalungkan medali pada foto Agha. Kepala Sekolah mengatakan bahwa
Agha mengalami kecelakaan di jalan menuju tempat acara ini. Bondowoso, 22 Juni 2022
ðŸ˜ðŸ˜Agha .... agha...
BalasHapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜sedih Bu
BalasHapusSedihnya. .
BalasHapusTerima kasih sudah membaca Bu
HapusEndingnya ðŸ˜
BalasHapusIya Bu. Sesih..
HapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapus