Jumat, 09 Juni 2023

Serpihan Cinta di Langit Saga Part 13

 


Foto: Koleksi Pribadi  

Serpihan Cinta di Langit Saga

Part 13

Oleh: Khatijah

“Besok-besok saja ya, Dik. Mbak Ratih masih kurang enak badan,” sahut Ratih seraya meraba kedua pipinya yang terasa hangat.

Roman wajah gadis kecil itu berubah seketika. Kecewa begitu tergambar dari ekspesinya. Di luar dugaan, dia menarik tangan Ratih hingga Ratih kehilangan keseimbangan. Terhuyung dan nyaris jatuh.

“Melati, gak boleh memaksa seperti itu!” teriak ibunya saat tiba-tiba muncul di antara mereka.

“Ayo, dah gak apa-apa.” Akhirnya Ratih tidak tega menolak ajakan Melati.

Ratih tidak mampu mengucap kata selain itu. Gadis kecil itu terlalu bersemangat untuk mengajaknya jalan-jalan. Oleh karenanya, dia harus mampu meluluhkan egonya. Tidak bisa dia tetap tinggal diam. Perlahan dia melangkah. Pusing di kepalanya yang kian hilang membuatnya lupa akan pesan Dewanda.

Setengah berlari Melati mendahului langkah Ratih. Kakinya melompat-lompat menyusuri jalan setapak. Sesekali dia menengok ke belakang. Tampak senyumnya yang manis dalam rona berbunga-bunga. Ratih tidak mampu berjalan secepat Melati. Hingga Melati berhenti untuk menunggunya. Sebuah telaga dengan kecil  berlapis kabut di atas permukaannya sudah begitu dekat. Ingin sekali Melati bersuka ria menikmati indahnya bersama Ratih. 

Jalan yang tersiram hujan semalam masih menyisakan licin. Ratih harus super hati-hati. Berbeda dengan Melati yang berlari-lari sambil bernyanyi-nyanyi. Ratih tidak mampu mengikutinya. Pandangannya yang kadang seperti terhalang ribuan kunang-kunang membuat langkahnya terhenti. Sementara Melati sudah meninggalkannya jauh di depan.

“Mbak Ratih, ayo cepat!” Melati berteriak memanggil-manggil.

Ratih terjatuh. Seketika tidak ingat apa-apa. Dari jauh Melati melihat kejadian itu. Dia pun berlari kembali ke arah Ratih. Dilihatnya gadis yang dipanggilnya Kakak itu terkulai dengan mata terpejam. Melati panik. Dia berteriak-teriak keras sekali hingga suaranya menggema di antara bebukitan di sekelilingnya.

“Tolong!” teriak melati berkali-kali.

Tanpa dia tahu dari mana arahnya tiba-tiba dia mendengar derap kaki kuda. Dia menggigil karena pemuda tinggi besar itu turun dari pelana dan meraih tubuh Ratih. Tanpa meninggalkan satu pesan apa pun dia pergi bersama kudanya yang sebelumnya dilecut keras-keras. Mata Melati terus memandangi jalan yang dilewati pemuda berkuda yang mebawa  Ratih. Dia hanya bengong sebab secepat kilat pemuda itu pergi. Tidak sempat dia memandang wajahnya. Dalam hatinya bertanya-tanya mungkinkah pemuda itu Dewanda.  

Badan Melati belum berhenti menggigil, bibirnya bergetar keras, wajahnya memutih pucat. Gadis kecil itu berjalan tertatih sambil memanggil-panggil nama Ratih.

“Mbak Ratih!”

Tidak seorang pun mendengarnya. Di ujung penyesalannya, dia terus berjalan ingin mengadukan peristiwa itu kepada ayahnya. Menyesal karena telah mengajak Ratih jalan-jalan di padang yang sepi. Belum sampai di halaman, Pak Haji melihat Melati yang tampak sedang tidak baik-baik saja. Dia pun bergegas menemui anak gadisnya itu.

“Ada apa Melati? Mana Ratih?” Pak Haji menghujani Melati dengan pertanyaan.

Melati tidak bisa menyampaikan peristiwa yang baru saja terjadi. Bibirnya serasa terkunci. Perasaan bersalah menghantui dirinya. Dia memastikan ayahnya akan marah besar. Belum juga dia kepikiran akan keadaan Ratih yang dibawa laki-laki berkuda yang tidak dikenal.

                                                                                   Bondowoso, 10 Juni 2023  

 

 

 

Tidak ada komentar:
Write Comments



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...