Rembulan Merah di Langit Duka
Oleh: Khatijah
Mata
Alina memerah. Sakit hati tidak lagi bisa terbendung saat kembali membuka WA. Hampir
enam bulan dia menunggu balasan chat dari Refal, kekasihnya. Dadanya dibakar
perasaan cemburu yang membabi buta. Bukan hanya rindu yang harus ditelannya
sendiri, tapi penasaran telah membuatnya nyaris gila. Betapa tidak, selain
tidak membalas chat dan panggilannya, di kampus pun Refal serupa ditelan bumi.
Semua akun media sosial pun sudah lama tidak aktif.
Bulan
sabit di langit membersamai Alina. Malam itu dia hanya bisa memandangi foto dan
video kenangan di instagramnya sendiri. Foto-foto yang mengukir saat-saat manis
bersama Refal. Naik Kereta Api Pasundan berdua. Berpayung di Kawah Putih Ciwedey,
menikmati indahnya kawasan Puncak, bahkan tampilan reel yang mengabadikan keceriaan
saat keduanya naik kuda di Bromo. Kenangan itu begitu mengiris. Alina
membanting ponselnya. Cemburunya memuncak teringat bahwa tidak hadirnya Refal
bersamaan dengan pindahnya Rena, teman kuliahnya yang selama ini juga menaruh
hati pada Refal. Hatinya begitu kuat menganggap Refal telah berpindah ke lain
hati.
Iseng-iseng
Alina membaca pengumuman di grup WA HIMA. Dikatakan bahwa beberapa mahasiswa
akan mewakili organisasi untuk berangkat ke luar kota. Dia menyesal karena
beberapa minggu ini tidak aktif mengikuti kegiatan sehingga dia ketinggalan
informasi. Sebuah foto karangan bunga menjadi pusat perhatiannya. Dia terkejut
ketika membaca ucapan duka cita untuk Refal yang tertulis di karangan bunga
itu. Alina pingsan.
Bondowoso, 6 Juni 2023
Tidak ada komentar:
Write Comments