Kamis, 16 Februari 2023

Kamar 115 Part 2

 

Kamar 115

Part


@2

Oleh: Khatijah

Udara dingin menelusup ke dalam pori-pori. Aku menyilangkan dua tangan di dada untuk sekadar mengurangi gigil yang terasa. Perlahan kabut putih yang beberapa menit menutup pandangan, mulai menipis. Mataku jauh memandang ke atas pucuk bukit di kejauhan. Sinar lembut matahari yang baru saja muncul, menyelimuti kerucutnya menjadi kian jelas. Pikiranku masih tidak beranjak dari kejadian semalam. Aku belum bisa memberikan kesimpulan, apakah yang dialami Winda merupakan mimpi atau sebuah halusinasi? Atau memang benar-benar ada jin yang mengganggunya?

Batinku menilai Winda. Sepertinya gadis cantik itu tidak berbohong. Pikiranku mulai memercayai apa yang diceritakannya. Lagi pula kalau tidak mengalami kejadian sesungguhnya, tidak mungkin wajahnya akan sepucat itu. Tangannya tidak mungkin akan bergetar keras. Peluhnya tidak akan bercucuran, di saat tengah malam yang diguyur hujan. Lalu aku meraba tengkuk yang tiba-tiba merinding.

“Tri, ngapain di situ?”

Dadaku berdebar kencang. Aku tekejut. Kucari arah suara. Legalah hatiku. Tampak di bawah, dua temanku Lana dan Winda. Mereka melambaikan tangan ke arahku yang berdiri di posisi lebih tinggi dari hotel tempat kami menginap.

“Ke sini! Pemandangannya bagus,” panggilku sambil menunjuk ke arah deretan bukit-bukit yang memanjang dari timur ke barat.

“Capek.” Terdengan suara Lana menyahut.

Kuabaikan mereka yang tidak mau melanjutkan perjalanan sampai ke tempatku berada. Kumaklumi saja. Memang untuk mencapai tempat ini, memerlukan energi lebih. Jalan sempit yang aspalnya sudah rusak berat ini hanya cukup dilewati satu mobil. Di samping itu, kondisinya begitu menanjak. Bagi yang jarang berolahraga, kupastikan napasnya akan ngos-ngosan. Entahlah, apa yang membawaku sampai di sini. Aku juga heran. Semula aku hanya ingin jalan-jalan pagi sambil mencari sinyal. Sebab sinyal di tempat ini sangat buruk. Semenit muncul, beberapa jam tenggelam.

Telingaku sempat menangkap suara banyak orang. Aku yakin mereka itu peserta pelatihan yang mau jalan-jalan pagi sambil menunggu matahari terbit. Jadi, kupaksakan diriku yang masih kedinginan untuk mengikuti mereka. Aku pun keluar kamar. Sementara Winda dan Lana masih antre ke kamar mandi. Namun, sampai sejauh ini kakiku melangkah, tak satu pun kutemui seorang pun. Yang ada hanya sunyi melengang di antara vila-vila kosong yang nyaris tenggelam oleh rerumputan menjulang.  

“Tri, turun! Waktunya sarapan!” Terdengar suara Winda memanggil.

Kulirik jam di ponselku. Memang benar, sudah pukul enam pagi. Belum mandi dan sarapan. Padahal acara akan dimulai pukul tujuh. Aku pun bergegas akan meninggalkan tempat itu.Pelan-pelan kakiku melangkah menuruni jalanan berbatu karena aspalnya sudah rusak dilibas air saat musim penghujan.

“Tunggu!” teriakku sambil terus menapakkan kaki dengan hati-hati.

Mereka tidak menjawab, tapi tampaknya menungguku. Oleh karenanya, aku berusaha berjalan agak cepat. Anehnya, aku sudah mengerahkan seluruh tenaga, tapi jalanku sangat lambat. Serasa ada yang menahan kakiku agar tidak melangkah. Aku menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya desir angin lewat di belakang telinga, dingin dan membuat bulu kudukku lagi-lagi meremang.

Aku mencoba mencari celah di antara rerimbunan semak-semak untuk melihat keberadaan Lana dan Winda. Namun, mereka tidak tampak. Selain posisinya masih jauh di bawah, pohon-pohon perdu di sepanjang kanan kiri jalan menghalangi pandangan.

Setelah sampai di jalan yang lumayan bagus dan tempatnya agak datar, aku buru-buru berlari agar segera mencapai Lana dan Winda. Aku ingat mereka tadi berada tidak jauh dari tempat ini. Tandanya ada pohon dadap yang bunganya merah merona.

“Winda! Lana!” teriakku berulang-ulang.

Tidak satu pun dari mereka yang menyahut. Mereka tentu tidak sabar dan sudah meninggalkan tempat ini, pikirku. Aku mempercepat langkah. Beberapa menit kemudian, sampailah aku di depan kamar yang kami tempati. Tanpa mengetuk pintu, aku pun masuk. Alangkah kagetnya aku karena Winda dan Lana sudah berselimut sambil bermain HP.

“Loh, kalian kok cepet banget sih?” tanyaku keheranan.

“Maksudmu apa Tri, cepet apanya? Sejak selesai salat subuh aku dan Winda gak ke mana-mana. Cuma tiduran gini,” jawab Lana sambil terus melihat layar ponselnya.

“Jadi?”

Bondowoso, 17 Februari 2023  

 

 

Tidak ada komentar:
Write Comments



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...