Jumat, 27 Januari 2023

Air Mata Emak


Foto: Koleksi Pribadi

Air Mata Emak

Oleh: Khatijah

Gerimis belum juga reda. Rinainya justru menjadi lebih kerap dan lebih keras. Emak memandangi langit. Warna abu-abu yang menggantung memenuhi ruangan besar itu menutup warna lazuardi. Degup jantung Emak semakin kencang. Wajah keriputnya berbalur rona cemas tak berkesudahan.

“Kenapa belum juga datang. Sebentar lagi hujan deras,” keluhnya sambil menatap jalan kecil tak beraspal di depan rumahnya yang entah berapa ribu kali dia lakukan.

Wanita berumur itu bernapas panjang. Di telinganya masih terngiang ucapan putri semata wayangnya, Rahmi. Anak perempuannya itu berjanji akan datang hari ini. Katanya dia akan berlibur dari pekerjaannya. Sudah tak terhitung jumlah tahunnya, dia tidak pulang menjenguk ibunya yang sudah renta. Sibuk, tidak mendapatkan izin dari atasan, merupakan alasan yang selalu diucapkan kepada orang tuanya. Berita kedatangannya ke kampung kali ini akan menjadi pengobat rindu Emak.

Emak masih menunggu. Gundahnya kian meriuh. Perasaannya berbicara, jangan-jangan ada sesuatu yang membuat Rahmi belum juga datang. Berkali-kali dia menatap langit yang semakin hitam seraya merapal doa buat keselamatan putrinya.

Dibukanya tudung saji yang menutup makanan hasil memasaknya sejak subuh. Sayur brongkos, tahu dan tempe bacem, serta sambel bajak sudah tersaji di meja makan sederhananya. Terbayang, Rahmi menyantapnya dengan lahap. Buru-buru dia menyingkirkan beberapa ekor semut yang hampir saja mengerubuti makanan kesukaan anak semata wayangnya itu.  

            “Emak, Selamat Hari Ibu ya, Mak.” Sebuah ucapan tiba-tiba mengawali videocall melalui ponsel milik Wanda, anak tetangga sebelah.

            Emak mengusap peluh di keningnya saat mendengar ucapan itu. Sebab dia tidak begitu tahu apa itu Hari Ibu. Sebenarnya bukan ucapan itu yang dia mau. Keinginan terbesarnya hanyalah memandang wajah Rahmi, memeluk, dan membelai rambutnya serupa yang selalu dia lakukan sejak Rahmi masih kecil. Dia ingin meluapkan perasaan rindunya yang tersimpan sejak lama. Kerinduan yang nyaris mengalahkan sebuah ucapan yang baru saja didengarnya. Lebih-lebih saat Rahmi membatalkan janji untuk hadir di pelukannya

            “Jadi, kamu gak jadi pulang, Nduk?” tanya Emak di sela-sela derai air matanya.

            “Maafkan Rahmi, ya Mak! Ternyata Rahmi tidak mendapatkan izin. Ini akhir tahun, Mak. Pekerjaan di kantor sangat membutuhkan Rahmi. Emak tunggu Rahmi, di awal tahun saja, ya!”

Ucapan Rahmi bagai petir menyambar dan memburaikan air mata Emak. Wanita berumur itu, tak bisa berkata-kata. Dia hanya diam membisu sambil memandangi wajah putrinya. Ditumpahkannya rindunya lewat gawai di gemetar tangannya. Ingin sekali dia meraihnya dan tidak akan melepaskan dari dekapannya. Namun, jarak yang membentang menjadi penghalangnya.

“Sudah ya, Mak. Rahmi buru-buru mau ke kantor.” Rahmi mengakhiri panggilan videonya.

Emak hanya mengangguk. Tak mampu bibirnya mengucap kata-kata. Sepenggal doa menggema di dalam hatinya. Dia mohonkan ampun kekeliruan anaknya. Seperti pinta untuk kesehatan dan keselamatan yang selalu menjadi bagian di setiap akhir sujudnya. Meski dia belum juga bisa bertemu dengan jantung hati belahan jiwa, tapi kasih sayangnya tak lekang. Derai air mata membersamai derai hujan yang kian deras.

Sebulan Emak menggantung harapan. Kedatangan putri semata wayangnya tak lepas dari mimpinya. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu, tahun baru tak henti menapaki tangga waktu. Namun, Rahmi tak juga datang. Kesibukan di kota besar tidak memberinya peluang menyemai cinta di hati wanita yang telah mengukir jiwa raganya. Hingga penyesalan datang saat sebuah berita memintanya pulang dan harus pulang. Namun, tangan renta itu tak lagi bisa memeluk dan membelainya.Tumpahan air mata menjadi sia-sia. Hanya kesunyian menyambut. Didekapnya erat-erat sebuah nisan di atas gundukan tanah merah yang masih basah. Sesalnya menjerit, meratapi waktu yang membelenggu. Gerimis yang menyiramnya menjadi pengingat air mata wanita tua, air mata Emak. Di bawah nisan itu, terbaring jasadnya. Tak henti berharap taburan doa. Menanti dan menanti.  

 

Jember, 28 Desember 2022

 

 

 

 

 


Rabu, 25 Januari 2023

Kamar 115

 

Kamar 115

Oleh: Khatijah

                                                                    Foto: Koleksi Pribadi

Kamar 115

Oleh: Khatijah

“Taruh di sini saja tasnya, kita salat magrib dulu,” kataku kepada Lana yang masih memegang ujung kopernya sambil berdiri mematung di teras. Gerimis rintik-rintik mengantarkan warna jingga yang tersisa di pucuk-pucuk pohon cemara di depan bangunan berlantai tiga yang catnya tampak kusam.

Suasana sangat sepi. Hanya tampak dua orang wanita yang asyik mengobrol. Sepertinya mereka sedang menunggu jemputan pulang. Aku enggan menyapanya, tapi Lana menghampiri mereka tanpa persetujuan denganku. Entahlah apa yang Lana tanyakan. Hanya tampak salah seorang dari wanita itu menunjuk lorong yang ada di samping.

Pandanganku menyapu sekeliling lalu berhenti di ujung sebelah kiri bangunan. Tampak sebuah papan bertuliskan “Mushala” dan di bawahnya ada tanda panah. Lampu-lampu sudah dihidupkan. Namun, cahayanya terlalu redup untuk ukuran penginapan atau bolehlah disebut hotel. Letaknya yang berada di tempat agak tinggi membuat hawanya terasa dingin menusuk kulit. Memang letaknya di punggung bukit. Untuk sampai di tempat ini, aku dan Lana harus naik ojek.

 “Sepertinya, tempat ini sudah lama gak digunakan ya, Tri,” ucap Lana yang baru saja membuka bibirnya untuk berbicara.

“Mungkin akibat pandemi kemarin. Atau bisa juga pernah jadi tempat isolasi para penderita covid,” sahutku sekenanya.

“Bisa juga. Ngapain sih pelatihan kok ditaruh tempat sepi seperti ini?” protes Lana, wajahnya memberengut.

“Positif thinking aja! Mungkin panitia ingin agar kita bisa sekalian menikmati pemandangan alam yang masih asri.” Aku terpaksa memberi motivasi agar Lana bersemangat sambil melangkahkan kaki menuju musala.

Tidak seberapa lama, kami berdua sampai di musala. Tanpa bicara aku dan Lana memutar kran yang berada di samping musala untuk berwudu. Dingin air wudu terasa meresap di kulit. Wajahku melongok ke dalam ruangan. Bergegas kami masuk. Tampak dua lelaki sedang berzikir di karpet tebal warna hijau yang terhampar. Aku dan Lana menjalankan salat tiga rekaat sendiri-sendiri.

“Cepat sekali orang-orang tadi ya, Tri. Baru saja selesai salam, mereka sudah gak ada,” celetuk Lana sambil melipat mukenanya.

Aku hanya diam sebab perkataan itu sama benar dengan pertanyaan di dalam pikiranku. Aku juga heran karena tidak lagi melihat dua laki-laki tadi. Namun, aku tidak menjawab komentar Lana. Aku hanya menarik tangannya untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu.

Rupanya aku dan Lana peserta pelatihan yang paling awal datang. Kenyataannya, sampai waktu magrib, tidak satu pun tampak orang-orang yang membawa tas besar seperti kami, datang di tempat ini. Panitia pun belum ada. Memang bukan salah mereka, tapi salah kami sendiri. Aku dan Lana sengaja datang lebih awal karena rumah kami memang sangat jauh. Memerlukan waktu lebih dari empat jam untuk sampai ke tempat ini. Padahal acara baru dibuka besok pagi tepat pukul tujuh. Sangat tidak mungkin kami berangkat malam-malam. Semua ini kami lakukan agar kami tidak terlambat.

Aku mendahului Lana menuju ruang resepsionis. Dua orang meyambut kami.  Aku buru-buru ceck in dengan menambah biaya di luar yang disediakan panitia. Kunci pun diserahkan.

“Kamarnya sebelah kanan Mbak. Masuk saja lorong ini dan cari sesuai nomor yang tertulis di kunci ini,” kata pemuda yang memberikan kunci tanpa mengantarkan kami mencari kamar yang dimaksud.

Dengan buru-buru kugamit lengan Lana dan berjalan ke arah lorong yang tadi ditunjukkan oleh petugas resepsionis. Sepi. Suara roda-roda koper yang kami tarik saja yang menggema memenuhi lorong. Kuamati nomor yang ada di setiap pintu yang berderet dari kiri ke kanan. Sesekali juga melihat pintu-pintu di depannya. Setelah sampai di tengah-tengah tampaklah 115

“Ini kamarnya, Tri,” seru Lana seraya menghentikan langkah.

“Bukan. Kamar kita nomor 74,” sahutku sambil mengamati angka yang ada di kartu kunci.

Aku justru berjalan beberapa langkah karena aku melahat kamar yang kami cari berada di deret sisi kiri. Sedangkan kamar yang ditunjuk Lana berada di deret sebelah kanan. Lalu kami masuk kamar setelah menempelkan kartu di bawah gagang pintu. Baru saja menyelonjorkan kaki di kasur, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Kami berpandangan ketika mendengar suara orang bercakap-cakap. Begitu lega hatiku karena sudah ada peserta lain yang datang.

Aku buru-buru membuka pintu untuk memastikan siapa yang datang. Benar adanya, seorang wanita membawa tas dan memasuki kamar 115 yang agak berhadapan dengan kamar yang kutempati.  

“Sendiri saja, Mbak?” tanya Lana yang mendahului keluar kamar.

Dengan ramah wanita itu menjawab. Dia memang hanya sendirian setelah seorang pemuda yang mengantarnya kembali. Aku membujuknya agar mau tidur bertiga di kamar yang kutempati dengan Lana, tetapi dia tidak berkenan. Barangkali dia merasa canggung karena baru saja berkenalan.

Malam merangkak seiring hujan yang tidak berhenti. Kegelisahan meriuh di antara suasana sepi yang semakin mencekam. Berkali-kali aku mencoba memejamkan mata, tapi tetap tidak bisa terlelap. Iri hatiku menyaksikan Lana yang sejak sore sudah pulas.

Dadaku berdebar kencang ketika tiba-tiba terdengar jeritan seseorang. Sebentar kemudian terdengar orang menggedor-gedor kamarku. Aku tidak berani membuka pintu.Terpaksa kubangunkan Lana untuk mengatasi ketakutan yang menderaku. Beruntung dia cepat bangun. Dengan mata yang masih merah dia membuka pintu. Tanpa persetujuan, teman wanita yang tidur sendirian di kamar seberang menghambur masuk. Wajahnya pucat. Tangannya gemetar. Kami yang menanyainya turut merasakan ketakutan yang begitu hebat.

“Ada yang menggangguku di kamar sana,” ucapnya setengah berbisik.”Aku numpang tidur di sini, ya!”

Ketika pagi tiba kami keluar kamar dan tidak menemui seorang pun peserta yang sudah datang. Padahal Winda temanku yang melarikan diri dari kamar 115 itu, bercerita bahwa semalam mendengar banyak orang di lorong itu bahkan ada yang membawa anak kecil. Dia pun melanjutkan ceritanya bahwa dia terbangun karena ada tangan besar yang menempel di wajahnya.  

 

Bondowoso, 10 Februari 2023

 

 

 


Kamis, 21 Juli 2022

PARAGRAF DESKRIPTIF

 


Foto: Koleksi Pribadi




PARAGRAF DESKRIPTIF

Oleh: Khatijah

 

Sebelum menulis menjadi paragraf deskriptif, penulis harus mengadakan observasi atau pengamatan terhadap suatu objek. Hasil pengamatan yang berupa data-data itu dicatat kemudian dijakan bahan penyusunan kerangka karangan. Setelah menyusun kerangka, dilanjutkan mengembangkan kerangka karangan menjadi bentuk deskriptif. Agar menjadi paragraf deskriptif pengembangan data-data hasil pengamatan harus disertai dengan unsur emosi atau unsur perasaan serta menggunakan kata-kata yang sifatnya memerinci.

 

Cermatilah paragraf berikut!

 

Alun-Alun Ki  Bagus Asra Bondowoso

Oleh: Khatijah

Alun-Alun Ki Bagus Asra  merupakan tempat yang menjadi kebanggaan masyarakat Bondowoso. Alun-alun ini  terletak di tengah Kota Bondowoso. Tepatnya di Kecamatan Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Provonsi Jawa Timur. Alun-Alun Ki Bagus Asra merupakan salah satu tempat berbagai kegiatan di Kabupaten Bondowoso.

Alun-alun Ki Bagus Asra Bondowoso sangat menawan. Di sebelah barat terdapat Masjid Besar At-taqwa yang selalu memanggil para pengunjung alun-Alun  maupun masyarakat sekitarnya untuk melakukan ibadah pada setiap waktu, khususnya waktu shalat. Sedangkan di sebelah selatan terdapat monumen bersejarah yaitu monumen Gerbong Maut yang bercerita tentang perjuangan para pahlawan Bondowoso pada saat lampau. Di kanan kiri monumen itu terhampar taman dengan rerumputan menghijau, bunga-bunga dan air mancur menambah kecantikan tempat itu. Di sebelah timur berhadapan dengan Lembaga Pemasyarakatan dan sebelah utara terdapat deretan gedung penting seperti Kantor Pendopo Kabupaten Bondowoso, Kantor Pegadaian, SMPN 1 Bondowoso, dan Bank Jatim. Di sebelah utara terdapat hutan kota yang rindang.

Kemolekan AlunAalun Ki Bagus Asra Bondowoso sangat menarik masyarakat Bondowoso baik yang berada di kota maupun di desa untuk berkunjung ke tempat itu. Taman yang dipelihara oleh tangan-tangan terampil menambah keasrian tempat ini.Lampu-lampu hias melengkapi kecantikan alun-alun yang setiap malam tidak pernah sepi dari pengunjung. Minggu pagi  adalah hari yang sangat dinanti-nanti karena pada hari itu ada acara Car Free Day yang digelar di sekitar alun-alun. Bersamaan dengan acara itu, acara-acara lain juga digelar di sekitar alun-alun. Mulai dari Joging, senam bersama, olah raga bersepeda, bermain sepatu roda, dan lain-lain.

Banyaknya pengunjung di alun-alun ini menjadikan Kota Bondowoso semakin ramai dan maju.


 

Setelah membaca teks di atas tahukah Anda apa yang dimaksud dengan teks deskripsi?

Teks deskripsi adalah teks yang isinya menggambarkan suatu objek, sehingga orang yang membca seloah-olah dapat menyaksikan sendiri atau melihat sendiri.

Setelah membaca teks di atas dapatkah Anda  menentukan ciri-ciri teks deskripsi?

Adapun ciri-ciri teks deskripsi :

Ciri  Paragraf deskriptif

· Menggambarkan objek

Dalam teks di atas objek yang digambarkan setelah mengadakan observasi : Alun-alun Ki Bagus Asra Bondowoso

· Menggunakan kata khusus

Kata khusus adalah kata yang memiliki pengertian lebih sempit daripada kata umum.

Contoh dalam teks di atas adalah : menawan, kemolekan

· Menggunakan kan kata yang memerinci dan mengonkretkan

· Menggunakan kata dengan emosi kuat

Agar dapat menyusun paragraf deskriptif, kita harus menentukan langkah-langkahnya terlebih dahulu.

1.     Mengadakan pengamatan terhadap objek yang akan ditulis.

2.     Mengumpulkan data yang didapatkan selama mengadakan pengamatan.

3.     Mengorganisasi data-data tersebut menjadi ide-ide pokok.

4.     Menyusun ide-ide pokok menjadi kerangka karangan dengan menambahkan ide-ide penjelas.

Sumber: Modul Paket B setara SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso. 2017: Khatijah

 

 

Rabu, 20 Juli 2022

Tokoh Dalam Novel

 



Tokoh Dalam Novel

 

Tokoh-tokoh dalam cerita novel memiliki karakter atau watak masing-masing. Seperti kehidupan di dunia nyata, tokoh-tokoh itu memiliki karakter atau watak yang berbeda-beda. Ada yang berkarakter baik, ada pula yang memiliki karakter jahat, pemalu, penakut dan sebagainya. Dengan mengenal karakter tokoh-tokoh dalam cerita ,kita dapat menyikapi berbagai karakter yang kita temui di dalam kehidupan nyata.

 

            Di dalam novel ditemukan tokoh dengan karakter masing-masing. Seperti halnya hidup di masyarakat, kita juga sering menemukan karakter orang yang berbeda-beda. Dengan biasa mengenal karakter tokoh-tokoh, maka kita dapat  meniru karakter yang baik, dan tidak mencontoh karakter yang tidak baik.Membaca novel sangat bermanfaat, karena dari novel tersebut kita dapat mempelajari kehidupan.

 

Bacalah penggalan novel remaja berikut!

Bu Rini hanya diam. Pertanyaan Farel bak sembilu meretas hati dan jantungnya. Rasa sakit itu kembali ia rasakan. Dian memang tidak punya ayah. Sejak kecil ia tak mendapatkan kasih sayang ayah. Setiap ada pertanyaan tentang ayah Dian, wanita ini hanya menahan air matanya agar tidak tumpah. Terlalu naif baginya menangis di depan orang banyak hanya karena laki-laki. Ia sudah membuktikan kepada orang-orang yang melihatnya sebelah mata bahwa ia bisa mendidik dan membesarkan Dian tanpa laki-laki. Dian tumbuh menjdi gadis yang pintar, dan saleha.  Ia  bingung mau menjawab Farel bagaimana. Apakah ia akan mengatakan sesungguhnya atau ia akan memberikan jawaban seperti yang diberikan kepada Dian. Wanita itu sudah terlanjur merahasiakan keberadaan ayah Dian yang sesungguhnya. Ia menceritakan kepada Dian bahwa ayahnya sudah meninggal Dunia. Ia memang tidak pernah mendengar kabar tentang Hendro mantan suaminya itu. Namun, ia yakin bahwa laki-laki itu masih hidup. Hanya saja ia tidak pernah tahu di mana ia berada. Sejak Dian masih bayi, laki-laki itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya.

“Nak Farel pulang saja, biarkan saya sendirian menjaga Dian,” kata Bu Rini.

“Ya,Bu,” sahut Farel.

Malam terus merangkak. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Farel belum segera beranjak dari duduknya. Ia merasa kasihan kepada Bu Rini yang harus menjaga Dian sendirian. Ia belum mendapatkan jawaban dari Bu Rini tentang ayah Dian. Apakah ayah Dian mau datang atau tidak. Ketika ditanya, Bu Rini mengalihkan perhatian. Di sisi lain,  Farel tidak tenang karena ia belum berpamitan dengan ayah dan ibunya.

Tiba-tiba HP Farel berbunyi.

“Halo,” sahut Farel.

“Kamu lagi di mana, Farel?” tanya ayahnya.

“Di rumah sakit, Yah,” jawab Farel, “ngantarkan teman yang kecelakaan,” jelasnya.

(Selendang Merah Jambu: Khatijah. Halaman 67)


Setelah membaca kutipan novel di atas tentu perasaan Anda senang sekali. Apa lagi kalau Anda membaca novelnya yang utuh, pasti lebih menyenangkan.

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian peristiwa cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya.Selain senang, pasti Anda dapat menentukan karakter tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel tersebut. Karakter adalah watak yang melekat pada diri tokoh. Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam kutipan novel di atas memiliki karakter yang berbeda-beda. Di dalam novel terdapat tokoh-tokoh.

Tokoh adalah yang memerankan cerita dalam novel tersebut. Tokoh novel ada bermacam-macam. Ada tokoh utama, dan ada tokoh sampingan/ tokoh pembantu.

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran utama di dalam cerita tersebut.

Tokoh tambahan atau tokoh sampingan adalah tokoh yang memiliki peran membantu jalannya cerita.

Menurut karakter tokoh, dapat dibedakan menjadi :

1.    Tokoh Protagonis adalah tokoh yang memiliki karakter baik.

2.    Tokoh Antagonis adalah tokoh yang memiliki karakter jahat.

3.    Tokoh Tritagonis adalah tokoh yang bersfat netral, yang berfungsi menjadi pelerai dalam cerita tersebut.

Misalnya ada yang karakternya baik, ada yang berkarakter jahat, ada yang penakut. Tokoh-tokoh dalam kutipan novel di atas dapat kita analisis karakternya.

 

 

 

Sumber: 1.Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia. Klas 7. Semester 2. Tokoh Novel. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten BondowosoTahun 2017. Oleh : Khatijah

                2. Selendang Merah Jambu. Novel. MediaGuru.Khatijah


 

 

 

Selasa, 19 Juli 2022

Mengenal Puisi Baru

 


Foto: Koleksi Pribadi





Mengenal Puisi Baru

Cara- Cara Menulis Puisi Baru

Pernahkah Anda menuliskan gagasan-gagasan ke dalam bentuk puisi? Anda akan mengenal bentuk puisi baru dan setelah mempelajari materi dan contoh puisi baru, Anda akan berlatih menulis puisi baru.Kalau puisi lama ada jenis pantun, gurindam, dan karmina, maka jenis puisi baru berbeda dengan puisi lama. Selain jenisnya berbeda, ciri-cirinya juga berbeda.

Jenis –Jenis Puisi Baru

a.     Puisi  Epik adalah puisi  yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah.

b.    Puisi Naratif adalah puisi yang didalamnya mengandung suatu cerita, menjdi pelaku,perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu peristiwa

c.      Puisi Lirik adalah puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endpan pengalaman, sikap, maupun suasan batin yang melingkupi. Misalnya puisi-puisi Chairil anwar, Sapardi Joko Damono dan lain-lain

d.    Puisi Dramatik adalah salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan,dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu.

e.      Puisi Didaktik adalah puisi yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang umumnya disampaikan secara eksplisit.

f.      Puisi Satirik adalah puisi yang berisi sindiran atau kritik terhadap kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.

g.     Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta seseorang kepada sang kekasih.

h.    Elegi adalah puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang.

i.       Ode puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.

j.       Hymne adalah puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun unkapan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

 

 

Bait

Bait  merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada di dalam puisi.

  Rima/sajak

Rima atau sajak adalah bunyi yang  berulang, baik dalam larik puisi maupun di akhir larik-larik puisi.

Contoh Puisi

 

Salju

Ke manakah pergi

Mencari matahari

Ketika salju turun

Pohon kehilangan daun

 

Ke manakah jalan

Mencari lindungan

Ketika tubuh kuyup

Dan pintu tertutup

 

Ke manakah lari

Mencari api

Ketika bara hati

Padam tak berarti

Ke manakah pergi

Selain mencuci diri

                                 Karya : Wing Kardjo

 

Setelah membaca puisi karya Wing Kardjo yang berjudul ‘Salju’ di atas, coba pusatkan perhatian Anda pada bunyi-bunyi yang terdapat di dalam puisi tersebut. Pada empat baris di atas terdapat bunyi yang berulang pada akhir baris yaitu bunyi vokal i pada kata pergi dan matahari, Bunyi un berulang pada kata turun dan daun. Bunyi yang berulang seperti pada baris pertama dan kedua, dan baris ketiga dan keempat itulah yang disebut rima atau sajak.Demikian juga pada baris kelima dan keenam, dan baris ketujuh dan kedelapan Karena letaknya berada di akhir baris, maka disebut rima akhir.

Dalam puisi baru keindahan bunyi tidak harus berada di akhir baris, tetapi bisa juga berada di awal baris atau di tengah baris.  Dalam puisi di atas juga ada pengulangan kata ‘ketika’ hal seperti itu disebut rima identik.Sedangkan pada baris’pohon kehilangan daun’  tredapat pengulangan konsonan “N”, yang disebut aliterasi. Sedangkan pengulangan bunyi-bunyi vokal desebut asonansi Misalnya  pengulangan bunyi ‘e’ pada kata ke manakah pergi.Penggunaan rima pada puisi baru akan lebih bebas atau tidak terikat seperti pada puisi lama. Selain itu pilihan kata yang digunakan dalam puisi baru tidak terikat seperti pada puisi lama.

4.Irama adalah paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas , baik yang merupakan tinggi rendah, panjang pendek, kemerduan, kesan, suasana, serta nuansa makna tertentu.

5.Ragam Bunyi meliputi euphony, cacophony, anomatope.

Euphony (bahasa Inggris) : sifat bunyi yang enak kedengarannya

Cacophony ( bahasa Inggris) : bunyi hiruk pikuk

(Sumber: Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia Getar Desa, Menulis Puisi Baru, Kels : X, Semester 1 Oleh : Khatijah,S.Pd)



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...