Menanti Matahari
Oleh:
Khatijah
“Kembali
saja, ombaknya makin besar!” teriak Rianti di tengah debur ombak yang
menggulung-gulung.
“Tenanglah,
sebentar lagi juga reda. Ini karena angin saja yang bertiup kencang,” sahut
Andara sambil membetulkan syalnya yang nyaris lepas.
Tangan
Rianti menggapai-gapai mencari pegangan. Dia menahan pusing kepala akibat
goncangan hebat perahu yang membawa mereka. Diraihnya tas kecil tempat meyimpan
obat-obatan yang dibawanya dari rumah. Namun, belum juga sampai di tangannya
benda itu tercebur ke dalam air.Rianti panik. Teringat benar di pikirannya
bahwa selain obat, di dalam tas itu ada dompet dan ponsel yang baru saja
dibelikan ayahnya sebagai hadiah ulang tahun yang kesembilan belas.
“Tolong,
tasku kecebur di laut!” Lagi-lagi Rianti berteriak.
Pandangannya
terus terfokus pada benda yang sesekali muncul ke permukaan. Namun, sekejap
kemudian hilang ditelan ombak. Andara yang berada di sampingnya turut meyesali
kejadian itu. Sementara tiga lima temannya hanya ternganga menyaksikan benda
itu tidak lagi muncul. Inginnya mereka membantu Rianti, tetapi keganasan air
laut menciutkan nyali.
“Maafkan
Rianti, sepertinya kamu harus merelakan benda itu,” keluh Al menyesali dirinya
yang tidak bisa menolong teman perempuannya itu.
“Aduh,
gimana nih. HP-ku ada di dalam tas itu. Gimana saya menghubungi Mama dan Papa?”
Wajah Rianti memerah.
“Sudahlah,
yang penting kita selamat sampai tujuan. Masalah menghubungi orang tua, kita
bisa saling membantu,” sahut Giano sang ketua kelompok sekaligus ketua
rombongan.
Rianti
akhirnya terdiam. Dia sadar bahwa dalam kondisi seperti ini tidak bisa memaksa
orang lain untuk menolongnya. Sebab dia merasa tidak mungkin benda itu bisa
diselamatkan. Selain sudah tidak tampak di mata, gelombang besar yang sesekali
menghantam perahu yang mereka naiki, benar-benar membuat panik. Dia berpikir
bahwa keselamatan jiwa raga yang lebih penting.
“Itu
pulaunya sudah tampak,” teriak Sheila yang duduknya berada di posisi depan.
“Benar,
tinggal sedikit lagi kita akan sampai di pulau itu.” Armando sangat
bersemangat.
Memang
bukan isapan jempol. Tampak samar-samar, pulau yang akan mereka datangi. Ekspresi
gembira menghiasi wajah-wajah mereka. Terlebih Giano. Dialah yang punya ide
mengajak teman-temannya untuk menghabiskan liburan di pulau kecil itu. Orang
tuanya yang konglomerat telah memberikan izin kepada Giano dan rekan-rekannya
untuk menempati rumah yang dibangun di pulau tersebut. Karena penasaran, Rianti
pun ikut meski melewati pertimbangan berulang-ulang. Apalagi sahabat kentalnya,
Andara tidak henti membujuknya.
Bws, 8 April 2023
Tidak ada komentar:
Write Comments