Jumat, 07 April 2023

Menanti Matahari

 

 

 


Menanti Matahari

Oleh: Khatijah

“Kembali saja, ombaknya makin besar!” teriak Rianti di tengah debur ombak yang menggulung-gulung.

“Tenanglah, sebentar lagi juga reda. Ini karena angin saja yang bertiup kencang,” sahut Andara sambil membetulkan syalnya yang nyaris lepas.

Tangan Rianti menggapai-gapai mencari pegangan. Dia menahan pusing kepala akibat goncangan hebat perahu yang membawa mereka. Diraihnya tas kecil tempat meyimpan obat-obatan yang dibawanya dari rumah. Namun, belum juga sampai di tangannya benda itu tercebur ke dalam air.Rianti panik. Teringat benar di pikirannya bahwa selain obat, di dalam tas itu ada dompet dan ponsel yang baru saja dibelikan ayahnya sebagai hadiah ulang tahun yang kesembilan belas.

“Tolong, tasku kecebur di laut!” Lagi-lagi Rianti berteriak.

Pandangannya terus terfokus pada benda yang sesekali muncul ke permukaan. Namun, sekejap kemudian hilang ditelan ombak. Andara yang berada di sampingnya turut meyesali kejadian itu. Sementara tiga lima temannya hanya ternganga menyaksikan benda itu tidak lagi muncul. Inginnya mereka membantu Rianti, tetapi keganasan air laut menciutkan nyali.

“Maafkan Rianti, sepertinya kamu harus merelakan benda itu,” keluh Al menyesali dirinya yang tidak bisa menolong teman perempuannya itu.

“Aduh, gimana nih. HP-ku ada di dalam tas itu. Gimana saya menghubungi Mama dan Papa?” Wajah Rianti memerah.

“Sudahlah, yang penting kita selamat sampai tujuan. Masalah menghubungi orang tua, kita bisa saling membantu,” sahut Giano sang ketua kelompok sekaligus ketua rombongan.

Rianti akhirnya terdiam. Dia sadar bahwa dalam kondisi seperti ini tidak bisa memaksa orang lain untuk menolongnya. Sebab dia merasa tidak mungkin benda itu bisa diselamatkan. Selain sudah tidak tampak di mata, gelombang besar yang sesekali menghantam perahu yang mereka naiki, benar-benar membuat panik. Dia berpikir bahwa keselamatan jiwa raga yang lebih penting.

“Itu pulaunya sudah tampak,” teriak Sheila yang duduknya berada di posisi depan.

“Benar, tinggal sedikit lagi kita akan sampai di pulau itu.” Armando sangat bersemangat.

Memang bukan isapan jempol. Tampak samar-samar, pulau yang akan mereka datangi. Ekspresi gembira menghiasi wajah-wajah mereka. Terlebih Giano. Dialah yang punya ide mengajak teman-temannya untuk menghabiskan liburan di pulau kecil itu. Orang tuanya yang konglomerat telah memberikan izin kepada Giano dan rekan-rekannya untuk menempati rumah yang dibangun di pulau tersebut. Karena penasaran, Rianti pun ikut meski melewati pertimbangan berulang-ulang. Apalagi sahabat kentalnya, Andara tidak henti membujuknya.

Bws, 8 April 2023

  

 

Tidak ada komentar:
Write Comments



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...