Selasa, 16 Mei 2023

Menanti Matahari@3

 


Menanti Matahari@3

Oleh: Khatijah

 

“Andara, Aku takut.” Tanpa sadar Rianti mengucap kalimat itu.

Andara menoleh. Dipandanginya wajah Rianti. Kerut keningnya mengisyaratkan keheranan. Dia benar-benar tidak mengerti kondisi Rianti yang tiba-tiba berubah. Tangannya menjadi dingin. Pucat wajahnya dan bibirnya bergetar.

“Kamu ini kenapa Anti?”

Rianti yang ditanya tidak menjawab. Sorot matanya terus mengikuti laki-laki yang tadi menatapnya dengan tatapan menakutkan. Andara mencoba mengikuti arah pandangan mata Rianti, tapi dia  tidak melihat siapa-siapa.

“Kenapa kita berada di tempat ini, An? Kita pulang, ya! Jangan lama-lama di sini!”

“Kita baru nyampai, Anti. Ada-ada saja kamu ini. Kita ke sini kan niatnya liburan. Kita habiskna liburan di sini,” gerutu Andara sambil terus melangkah menuju kamar yang sudah disiapkan.

Rianti ragu-ragu. Serasa ada yang menahan kakinya untuk mengikuti Andara. Dipalingkannya wajahnya ke kiri dan ke kanan. Sepi. Embusan angin semakin kencang. Bajunya putih ke abu-abuan yang dipakainya itu berkibar-kibar seolah akan membawanya terbang.

“Ayo, Anti. Cepetan!” teriak Andara masih menunggu sahabatnya yang belum juga melangkah.

“Tunggu, Andara!”

Dengan tertatih Rianti berjalan menuju ke tempat Andara berdiri. Sepanjang perjalanan tak henti matanya melirik ke kiri dan ke kanan. Suara-suara daun kelapa di luar yang diterpa angin serupa benar dengan suara langkah orang yang mengejarnya. Rianti terus mengerahkan tenaganya agar segera mencapai tempat Andara.

“Kok lama banget, sih?” Andara bersungut-sungut.

“Andara, aku ingin pulang.”

Andara tidak menyahut. Dia justru berjalan meninggalkan Rianti. Tidak ada pilihan lain bagi Rianti selain mengikuti Andara. Langkahnya dipercepat. Dadanya berdebar kencang. Sampailah mereka di depan pintu kamar. Masih dalam diam, Andara membuka pintu.

“Ayo, masuk!” Andara memberi jalan kepada Rianti.

Dengan ragu-ragu Rianti memasuki kamar. Sepontan pandangannya menyapu pada setiap sudut. Lalu matanya berhenti pada double bed dengan sprei putih bersih dan sebuah bantal. Tiba-tiba rasa kantuknya terpanggil. Ingin sekali dia rebahkan tubuhnya yang terasa lemas. AC yang terlalu dingin menusuk pori-pori, membuat dia meraba kulit lengannya.

“Kamu mandi saja dulu. Baru beristirahat sebentar. Setelah itu kita akan ke sana.” Andara yang berdiri di dekat jendela mengarahkan telunjukknya ke luar.

“Aku tiduran dulu ya, An. Andara aja yang mandi.Badanku terasa meriang.”

“Oke,” sahut Andara singkat.

Rianti tidak tertarik dengan pemandangan luar yang ditawarkan Andara. Dia memilih memejamkan mata untuk mengurangi pening kepalanya sejak dipermainkan ombak tadi. Meski begitu, jiwanya tidak bisa terlelap. Pikirannya terombang-ambing oleh peristiwa yang dialami. Mulai dari HP dan obat-obatan yang turut tenggelam bersama tasnya, juga lelaki yang tiba-tiba menabur sikap antipati kepadanya. Khekhawatiran itu begitu mengganggu. Tak henti-henti bayangan wajah orang tuanya bermain di depan mata. Tentu mereka sangat mengkhawatirkan dirinya yang tadi tidak mendapatkan izin sepenuh hati. Apalagi dia tidak bisa menghubungi mereka saat sudah sampai di tempat. Belum juga obat yang seharusnya dihabiskan sesuai resep dokter.

Bondowoso, 17 Mei 2023

 

 

 

 

Tidak ada komentar:
Write Comments



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...