MENGELOLA SEMANGAT MENULIS
MENGELOLA SEMANGAT
MENULIS
Oleh : Khatijah
Menulis
merupakan aktivitas yang mengharuskan seseorang bisa bersikap sabar, ulet, dan
telaten. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh seorang penulis. Tanpa prinsip
ini kemungkinan semangat kita mudah down.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata sabar yang pertama adalah tahan terhadap cobaan (tidak lekas marah,
tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati); tabah. Sedangkan arti kedua,
sabar adalah tenang; tidak tergesa-gesa; tidak terburu nafsu.
Kata ulet memiliki arti liat; kuat
(tidak mudah putus, tidak getas); tidak mudah putus asa yang disertai kemauan
keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Arti kata telaten, masih
menurut KBBI adalah sabar dan teliti (dalam mengerjakan sesuatu); cermat.
Jika
kita mengkaji ketiga kata tersebut artinya saling berkaitan satu sama lain.
Jadi, intinya menjadi seorang penulis harus memiliki semangat tinggi, memiliki
kemauan keras, tidak mudah putus asa, dan teliti dalam menuangkan setiap
gagasan di dalam tulisannya. Prinsip ini akan membuat seorang penulis tidak goyah jika
mendapatkan sebuah cobaan. Misalnya
menghadapi banyaknya kritik
terhadap tulisan kita. Penulis dilarang alergi terhadap kritik. Kritik selalu
kita jadikan pembangun semangat untuk menulis lebih baik lagi. Kritik juga
menjadi support bahwa kita pasti bisa menjadi penulis hebat.
Penulis
selalu teringat bahwa di balik aktivitas menulis ini ada tujuan yang tidak
boleh ditinggalkan. Pertama menulis merupakan aktivitas yang berhubungan dengan
hobi. Karena sudah menjadi
kesenangan hati, maka dengan menulis sama dengan menciptakan suasana hati
menjadi senang. Hal itu bisa kita rasakan setelah kita menyelesaikan tulisan
kita. Disitulah terjadi katarsis dalam diri kita. Ada perasaan lega, senang, dan
bahagia.
Selain
menulis dapat membahagiakan hati diri sendiri, menulis menjadi aktivitas yang
dapat mencerdaskan otak.
Proses cerdas itu dapat kita peroleh saat kita memaksakan diri untuk menuliskan
ide-ide, memilih kata, menyusun kalimat, bahkan sampai pada teknik penulisan. Semua
itu tidak serta merta kita dapatkan. Namun, proses belajar yang luar biasa sangat
kita perlukan. Misalnya saja, kita akan
menuliskan sebuah ide. Kita dituntut untuk memilih, memecah menjadi sub-sub ide, dan
mengurutkan agar sub-sub ide yang kita kembangkan menjadi sistematis. Bukankah
ini merupakan proses berpikir yang perlu kita asah? Demikian juga dalam memilih
kata dan menyusun kalimat. Kita pasti selalu mempertimbangkan pemilihan kata
sesuai dengan jenis tulisan kita. Apakah jenis tulisan yang memerlukan
kata-kata denotatif, atau tulisan yang memerlukan bahasa yang bermakna
konotatif, kias, dan simbolis? Kita perlu membuka kamus, misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sebelum
kita memilih kata yang cocok digunakan di dalam tulisan kita. Selain itu, kita
juga mempertimbangkan susunan kalimat yang akan kita tulis. Kita harus selalu
belajar Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) agar penulisan kita benar.
Nah, di sinilah kita akan membentuk diri menjadi pribadi yang literat. Semakin
literat, semakin cerdas.
Dalam
setiap tulisan pasti terkandung nilai-nilai yang akan kita tanamkan atau akan kita informasikan kepada
pembaca. Itulah tujuan utama kita menulis. Bahagia rasanya bisa menuliskan
hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain. Entah itu berupa informasi langsung
ataupun berupa pesan moral yang tersirat dalam setiap karya fiksi dan puisi. Jika
kita mengingat hal-hal di atas, tidak mungkin ada kata putus asa bagi seorang
penulis.
Mulailah
menulis tentang apa saja. Jadikan kebiasaan yang tidak memberatkan. Semoga
bermanfaat.