Selasa, 07 Februari 2023

Kiat Menulis Cerpen @1

 

Kiat Menulis Cerpen  

@1

Oleh: Khatijah


 

Sebelum menulis cerpen, seorang penulis harus mengenal genre ini. Cerpen kependekan dari cerita pendek, yaitu karangan berbentuk cerita yang isinya mengisahkan sekilas peristiwa yang dialami oleh tokohnya. Isi cerita di dalam cerpen bersifat imajinatif. Walaupun kisah di dalam cerpen adalah fiktif, tetapi bisa juga bersumber dari fakta, misalnya pengalaman pribadi.

Yanusa Nugroho mengemukakan bahwa cerita pendek (cerpen) adalah sebuah karya prosa yang unik. Secara fisik hanya membutuhkan beberapa halaman, tapi dituntut mampu mengisahkan peristiwa dan mampu membuka berbagai kemungkinan ruang imajinasi pembacanya dan mengajaknya untuk memberikan makna. Sebuah cerpen merupakan suatu kisah tunggal.

Cerpen adalah karya fiksi yang mengisahkan persoalan atau masalah yang dihadapi oleh tokoh. Sebagai kisah tunggal, cerpen harus mampu menampilkan konflik- konflik yang membuat pembaca ingin tahu, baik berupa konflik batin yang dialami tokoh, konflik lahir, ataupun konflik dengan Tuhan, maupun konflik dengan lingkungan.

Sebuah cerpen memuat unsur-unsur. Unsur-unsur  tersebut adalah tema, setting/latar, tokoh, penokohan, alur, pesan atau amanat, dan sudut pandang. Unsur-unsur tersebut akan dengan sendirinya hadir di dalam cerpen tersebut bersamaan dengan proses menulis. Namun, sebenarnya ada beberapa unsur terpenting dalam cerpen yaitu tema, setting, tokoh dan penokohan, konflik, dan sentakan.

Tulisan berbentuk cerita, khususnya cerpen, berbeda dengan tulisan bentuk lain, misalnya laporan peristiwa. Yang membedakan antara tulisan bentuk cerita dengan laporan peristiwa yaitu, pada tulisan laporan peristiwa hanya merupakan rangkaian peristiwa yang disusun dari bagian awal sampai bagian akhir. Sedangkan tulisan berbentuk cerita, selain merupakan rangkaian peristiwa, tetapi harus terdapat konflik-konflik yang dialami oleh tokoh. Konflik-konflik yang terjadi tersebut bermula dari adanya permasalahan yang muncul sebelumnya dan akan bergerak terus sampai pada penyelesaian cerita. Inilah yang disebut dengan alur cerita. Sekalipun di dalam sebuah cerita terdapat alur yang tahap-tahapnya dimulai dari pengenalan, penampilan masalah, konflik, puncak konflik, peleraian, dan berakhir dengan penyelesaian, tetapi, tidak selamanya cerita menggunakan alur yang runtut atau urut seperti  tahap-tahap tersebut atau alur maju. Bisa juga sebuah cerita dimulai dari bagian akhir, baru menuju bagian-bagian awal atau disebut alur sorot balik. Bisa juga menggunakan alur mundur atau menceritakan masa lalu tokoh.

Cerpen merupakan salah satu karya fiksi di samping pentigraf, novel, dan drama. Cerpen ditulis berdasarkan pengalaman penulis mengenai hidup dan kehidupan. Cerpen sama halnya dengan pentigraf dan novel merupakan sebuah komposisi teks yang memadukan fakta, imajinasi, dan kecanggihan berekspresi. (Tengsoe Tjahjono). Dengan kata lain, cerpen merupakan perpaduan antara fakta, imajinasi, dan daya kreasi. Cerpen tidak hanya ditulis berdasarkan fakta apa adanya, namun fakta-fakta itu harus diolah menjadi fakta baru, yaitu fakta imajinatif.

Tengsoe Tjahjono dalam bukunya ”Meneroka Dapur Pentigraf”, selanjutnya  berpendapat bahwa cerpen atau cerita pendek merupakan bagian dari prosa fiksi yang pada umumnya dapat dibaca dalam tempo singkat dan berfokus pada peristiwa yang berdiri sendiri atau berkaitan. Oleh karena sifatnya yang pendek maka cerpenis tidak memusatkan perhatiannya pada penataan alur, tetapi penciptaan dampak kesan kepada pembacanya. Dalam buku tersebut juga dituliskan bahwa cerpen berkisar antara 1.000 hingga 4.000 kata walaupun juga dijumpai cerpen yang jumlahnya 20.000 kata.

Demikianlah sekilas gambaran tentang cerpen sebagai dasar pengetahuan sebelum menulis fiksi genre cerpen.

 

Senin, 06 Februari 2023

Pentingnya Budaya Membaca

 


Pentingnya Budaya Membaca

Oleh: Khatijah

 

Membaca itu sangat penting. Lebih dari itu, membaca merupakan perintah Allah.Seperti yang tertulis di dalam Al-Qur'an Surat Al-Alaq  ayat 1, yang artinya "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Itulah yang menjadi dasar pandangan pentingnya membaca. 

Banyak sekali manfaat yang kita peroleh dengan membaca. Salah satunya yaitu dapat meningkatkan kinerja otak. Dengan membaca maka otak kita tidak pasif. Otak akan terstimulasi untuk berpikir positif. Kosa kata yang didapat selama kegiatan membaca akan menjadikan pikiran kita kaya.  Semua itu sangat bermanfaat dalam melatih keterampilan public speaking. Menjadi MC, memberikan materi pelatihan, berpidato, akan lancar bagi orang-orang yang suka membaca. Dengan sering membaca, otak akan lebih berkonsentrasi. Selain itu, otak juga tidak dibiarkan ngelantur yang berpotensi menghasilkan pikiran-pikiran tidak sehat. Misalnya, jenuh, tidak sabaran, mudah putus asa, dan lain-lain.

Selain dapat meningkatkan kemampuan public speaking, membaca juga dapat meningkatkan kemampuan menulis. Seseorang yang ingin menulis dipastikan harus rajin membaca. Pengetahuan yang diperoleh dari membaca tidak hanya menjadi sumber ide, tetapi kekayaan kosa kata yang telah dimiliki dari hasil membaca merupakan bekal awal dalam merangkai kata-kata menjadi kalimat-kalimat selanjutnya merangkainya menjadi paragraf-paragraf. Seorang penulis sukses pastilah seorang pembaca yang andal. Seperti yang dinyatakan oleh Taufiq Ismail bahwa rabun membaca, lumpuh menulis. Kurang lebih maksudnya jika minat membaca rendah maka seseorang tidak mempunyai kemampuan menyampaikan ide-ide dalam tulisan. Maka dari itu seorang penulis harus rajin membaca.

Membaca juga merupakan salah satu akses menuju percaya diri. Orang yang rajin membaca akan memiliki percaya diri sangat tinggi. Wawasan dan pengetahuan yang diperoleh saat membaca akan membawa dirinya cerdas dalam berpikir dan bertindak. Dengan wawasan yang luas, dia akan tampil dengan percaya diri. Tidak minder dalam mengahdapi lawan bicara karena dia selalu siap memberikan respons setiap menghadapi pembicaraan. Dia tidak akan kehabisan kata-kata.Banyak hal yang bisa disampaikan berkat pengetahuan yang dimilki akibat dari rajin membaca.  

            Ketenangan jiwa juga dapat diciptakan dengan jalan rajin membaca. Jiwa yang gundah, kalut, dan stres dapat dilarikan pada kegiatan membaca. Membaca bacaan-bacaan bergizi dan menghibur akan mengurangi kondisi jiwa tersebut. Kejadian-kejadian dengan berbagai solusi yang dibaca akan menjadi inspirasi. Berbagai pesan dari hal yang dibaca akan menjadi penerang kegelapan jiwa. Ilmu dan berbagai kondisi yang ada di dalam media baca akan mampu mengurangi beban pikiran.

            Itulah sebagian dari manfaat membaca. Membaca perlu dilatihkan dalam diri setiap orang. Melatih kegiatan membaca dengan cara membiasakan diri mematuhi komitmen yang harus diciptakan oleh pikirannya sendiri. Sebab tanpa berlatih dan membiasakan diri tidak mungkin akan tercipta budaya membaca.

 

Minggu, 29 Januari 2023

Buah Manis Sebuah Perjuangan (Resensi Buku)

 





Buah Manis Sebuah Perjuangan

(Resensi Buku)

Oleh: Khatijah

 

Judul Buku: Ranah 3 Warna

Jenis Buku: Novel

Pengarang: A. Fuadi

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kompas Gramedia

Cetakan: Ketiga belas, Oktober 2021

ISBN: 978-979-22-6325-1

Tebal: 469 halaman

            Nama Ahmad Fuadi terasa tidak asing bagi penggemar novel tanah air. Laki-laki yang lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau, Sumatera Barat tahun 1972 ini, terkenal dengan buku pertamanya yang berjudul Negeri 5 Menara, dengan mengusung kalimat bahasa Arab “man jadda wa jada”. Sebagai seorang alumni Pondok Modern Gontor, “mantra” yang diperoleh dari gurunya itu menjadi pegangan setiap dia melangkah. Rupanya kalimat yang artinya ”Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti berhasil”, benar-benar membawanya menjadi orang yang sukses. Menjadi wartawan majalah tempo adalah hal yang digeluti setelah lulus kuliah Hubungan Internasional, UNPAD. Tahun 1999 dia mendapat beasiswa untuk kuliah S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University, USA. Hebatnya, dia adalah orang yang selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa. Hingga akhirnya 8 beasiswa untuk belajar ke luar negeri diraihnya.  Man jadda wa jada” benar-benar menjadikan dia sukses meraih impiannya.  Kesuksesan itu juga dapat dilihat dari  novel pertamanya “Negeri 5 Menara’ dan disusul novel kedua yang berjudul “Ranah 3 Warna”. Bahkan kedua buku ini sukses difilmkan, selain laris manis di pasaran dalam bentuk buku cetak dan digital.

            Membaca novel “Ranah 3 Warna” sama halnya dengan  menyaksikan film berdurasi panjang tentang perjalanan kehidupan seorang pemuda bernama Alif Fikri yang penuh mimpi dan cita-cita. Sabar adalah senjata yang dipegang dalam menggapai mimpinya. Hingga akhirnya pemuda asal Maninjau Sumatera Barat ini, bisa berkelana ke Bandung, Amman, dan Saint Raymond di Provinsi Quebec, Kanada dalam ranah yang berbeda. Inilah yang menjadi gambaran makna judul Ranah Tiga Warna.  Semangat juang dan kesabaran merupakan dua hal yang tidak pernah ditinggalkan dalam setiap langkah hidupnya. Digambarkan dalam novel ini bahwa sebuah impian harus benar-benar dikejar dan diperjuangkan. Tidak gampang menyerah dan harus dilakukan dengan segenap kesungguhan. Menuai kesuksesan itu tidak serta-merta, tetapi perlu proses yang penuh dengan halangan dan rintangan. Semangat dan perjuangan berdarah-darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan hambatan tersebut.

             “Ranah 3 Warna” merupakan novel yang berisi kisah lanjutan tokoh Alif Fikri dalam novel “Negeri 5 Menara”. Diceritakan pada bagian awal novel ini bahwa selepas dari pondok, Alif masih tetap bermimpi menjadi seperti Habibie, berkuliah bahkan sampai ke luar negeri. Hinaan dan cemoohan pun datang bertubi-tubi. Randai seorang temannya, menyangsikan keberhasilan Alif. Cibiran selalu dilontarkan bahwa Alif  tidak mungkin bisa lulus UMPTN. Namun, cemoohan itu justru menjadi cambuk. Tentu saja tidak mudah bagi seorang Alif yang bukan lulusan SMA untuk mengejar ketinggalannya. Padahal, setiap perjalanan panjang selalu dimulai dengan langkah pertama.

Tidak ada yang tidak mungkin. Berkat pertolongan ayahnya dia bisa mengikuti ujian persamaan SMA.Tidak cukup dengan itu, tapi belajar keras untuk mempersiapkan diri mengikuti UMPTN dilakukan  dengan tidak biasa-biasa saja. Dia yakin bahwa usaha yang melebihi rata-rata seperti yang ditanamkan oleh gurunya di Pondok Madani, akan membuatnya sukses. Gelora semangat yang dibarengi dengan kegigihan usahanya, akhirnya mewujudkan impian pertamanya tercapai, lulus UMPTN.          

Konflik-kinflik yang dibangun dalam novel ini begitu rapat dan kompleks. Impian demi impian muncul begitu deras di pikiran Alif ketika dia sudah memasuki dunia kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Impian-impian itu berjalan seiring hadirnya masalah-masalah baru yang mengiringi. Keinginan menjadi seorang penulis merupakan salah satu konflik batin yang dialami oleh tokoh ini. Betapa dia kecewa dengan hasil tulisannya yang selalu ditolak oleh media. Namun, dia tidak patah semangat dengan berkali-kali gagal, berkali-kali pula dia berusaha menakhklukan rintangan.

            Kegagalan dan kesuksesan silih berganti. Banyak rona-rona yang menghambat sebuah mimpi. Kondisi eknomi dalam titik terendah tidak jarang dialami oleh seseorang. Dalam novel ini rupanya Ahmad Fuadi ingin memberikan motivasi bahwa kondisi seburuk apa pun, dapat dilewati, asalkan tertanam kesabaran dalam diri. Tentu saja harus melalui berbagai cara sebagai bentuk perjuangan seperti yang digambarkan melalui tokoh ceritanya, Alif. Keterpurukan itu dialami oleh Alif ketika ayahnya meninggal dunia sedangkan ibunya masih harus membiayai kuliah Alif dan dua adiknya di kampung. Banyak usaha yang dijalani Alif demi menyambung hidup di perantauan dan tidak gagal kuliahnya. Mulai dari berjualan dagangan orang yang ditawarkan dari pintu ke pintu, sampai malang melintang berusaha sukses pada dunia menulis. Itu semua dilakukan agar dia bisa mandiri dan tidak memberatkan ibunya.

Tangguh, ulet, dan tidak mudah menyerah, itulah Alif. Usaha yang dilakukan dengan sepenuh hati dan sanggup bersabar mampu meluluskan ujian yang begitu berat. Begitulah, pengarang buku ini menanamkan “mantra” keduanya “man shabara zhafira”. Sebuah kalimat yang mampu memotivasi bahwa orang yang sabar maka dia yang beruntung.

Konflik pedih juga dialami Alif ketika dia hampir lolos mengikuti ujian pertukaran pemuda dengan luar negeri. Luar negeri yang menjadi mimpinya sejak lama. Namun, tidak mudah mewujudkan impian itu. Ada satu ujian praktik tentang seni yang membuatnya nyaris gagal meskipun ujian tulis sudah lulus. Kemampuannya di bidang menari dan menyanyi memang sangat lemah, tidak sama dengan temannya Randai dan Raisa. Meskipun dia berlatih sekuat tenaga, tapi hasilnya tetap mengecewakan. Lalu dia teringat akan ajaran Kiai Rais di Pondok Madani tentang filosofi dua golok yang satu tajam mengkilat sedangkan golok satunya tumpul dan karatan. Keduanya sama-sama digunakan untuk memotong sebuah tongkat kayu. Ketika sang kiai mengayunkan golok tajamnya ke arah kayu itu, tanpa melihat dengan fokus dan dengan tenaga sekadarnya, tidak serius dan tidak sepenuh hati, hasilnya golok meleset dan tongkat tidak putus. Selanjutnya dia mengambil golok yang karatan. Kali ini wajah Kiai Rais sangat serius. Dengan segenap perasaan dan kecepatan tinggi diarahkan golok itu ke arah tongkat kayu. Hasilnya pun sama, tidak putus. Lalu dia mengangkat tangannya lagi dan menghajar bertubi-tubi dengan sekuat tenaga, tapi belum juga putus. Dengan kesabaran Kiai Rais terus mengayunkan tangannya menghajar tongkat berkali-kali dengan tekun, barulah berhasil mematahkan tongkat itu. (Halaman 195)

Dapatlah diambil makna dari peristiwa dua golok itu, bahwa orang yang dikaruniai bakat hebat dan kecerdasan, tanpa diikuti dengan usaha keras, ketekunan sepenuh tenaga, dan niat maka mimpinya tidak akan tercapai. Berbeda dengan orang yang memiliki bakat biasa-bisa saja dan otak tidak cemerlang, tapi kalau mau bekerja keras, tidak pernah lelah memperjuangkan kesuksesan, mau mengulang dan mengulang dengan serius, akhirnya keberhasilan akan menyertai. Itulah yan menjadi dasar Alif untuk memperjuangkan mimpinya yang tinggal seujung jari. Meski penampilannya menari dan menyanyi gagal, dia tidak pantang menyerah. Dia mencoba menjual keahlian yang tidak dimiliki peserta lain, yaitu menulis. Dia sodorkan setumpuk kliping tulisan-tulisannya yang pernah dimuat oleh media. Dengan jalan itu, akhirnya dia sukses menjadi salah satu pemuda Indonesia yang terpilih ke luar negeri.  

            Perasaan cinta terhadap orang tua, tanah kelahiran, dan negaranya tampak benar digambarkan ketika Alif menjadi duta bangsa di Quebeck Kanada. Bahwa sesukses apa pun, di mana pun dia berada, tetap saja bangga dengan tanah airnya, Indonesia. Kebanggaan terhadap tanah airnya diwujudkan dengan berperilaku baik, bekerja keras, dan berusaha berprestasi mengalahkan pemuda negara lain. Bahkan rasa cinta terhadap budaya tetap melekat di hatinya sekalipun dia berada di luar negeri yang menjadi impiannya.

            Kepiawaian pengarang dalam mendiskripsikan setting, membuat saya seakan-akan turut berpetualang di Danau Maninjau yang elok, Kota Bandung yang sejuk, Kota Amman di Jordania, dan Saint Raymond di Provinsi Quebeck, Kanada. Keindahan salju yang datang saat musim dingin tiba seolah ikut kurasakan. Demikian juga dengan musim gugur dan musim semi. Tidak hanya itu, kehebatan seorang Ahmad Fuadi sebagai pengarang novel ini sangat pandai dalam membangun konflik-konflik  dan  menggambarkan karakter tokoh.

Novel bermuatan multi pesan inilah yang membuat saya ingin terus membuka lembar demi lembar untuk menuntaskan membaca hingga akhir cerita. Semangat yang tertanam di dalam jiwa pengarang melalui tokoh utamanya Alif ini seolah mengalir juga di aliran darah saya.  Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pengarang. Dengan POV orang pertama tampak benar bahwa banyak peristiwa dalam novel ini yang terinspirasi dari pengalaman pengarang.

            Kesuksesan, mimpi, dan harapan memang sudah diraih Alif, tapi bukan berarti tidak ada yang gagal. Cinta yang merupakan masalah universal, belum bisa diraihnya. Di situlah kekalahan Alif. Dia terlalu berhati-hati merawat rasa buat temannya, Raisa. Rencana yang sudah tertulis di selembar kertas harus gagal disampaikan karena Randai terlebih dahulu melamarnya.

            Ada sebuah pesan menarik yang perlu menjadi bahan renungan bahwa hidup itu masalah penyerahan diri. Siapa pun yang yang mewakilkan urusannya kepada Tuhan, maka Dia akan mencukupkan semua kebutuhan kita. (Halaman 35)

            Begitu sarat nilai-nilai yang dapat kita petik dari novel yang ditulis dengan bahasa yang mengalir deras dengan diksi-diksi yang indah ini. Nilai moral, budaya, sosial, agama, dan cinta tanah air melingkupi novel ini. Membaca novel ini, tidak hanya membuat saya terhibur, tapi menumbuhkan semangat luar biasa. Liku-liku perjalanan yang dimulai dari sebuah mimpi dan akhirnya mimpi itu berhasil diraih, sangat menginspirasi. Man shabara zhafira, kesabaran merupakan senjata yang pantas ditanamkan di jiwa ini. Lebih tepat lagi jika novel ini dibaca oleh anak-anak muda yang masa depannya masih panjang. Mereka bisa mencontoh hebatnya perjuangan seorang Alif sebagai tokoh di dalam novel ini. Pemuda yang tangguh, penuh semangat, dan tidak mudah menyerah dalam menggapai impiannya. Impian yang diperoleh tahap demi tahap dengan mengalahkan berbagai tantangan. Itulah kehebatan novel ini. Sedangkan kekurangannya hampir tidak ditemukan dalam novel ini.

                                                              

                                                                   Peresensi

                                                                  Khatijah

 


Khatijah dilahirkan di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bondowoso Jawa Timur  menjadi tempat tinggal sejak menjadi guru di SMPN 1 Tapen. Ada 10 buku karya tunggalnya: Sekeping Rindu (Kumpulan Cerpen: 2020), Selendang Merah Jambu (Novel: 2020), Rinduku di Antara Bunga Ilalang (Novel: 2020), Sejingga Rembulan (Novel: 2021), Puspa Indah Telaga Rindu (Kumpulan Cerpen: 2021), Anyelir Merah Darah (Novel: 2022), Seikat Mawar Ungu (Kumpulan Cerpen: 2022). Elegi di Kaki Bukit (Novel: 2023), Aneilese (Novel:2023), Pusi dan Kupu-Kupu (Cernak: 2023).Penulis pernah meraih predikat pemenang kedua penulis buku fiksi terbaik pada Lomba Temu Nasional Guru Penulis MediaGuru tahun 2022 di Jakarta. Dia juga berkontribusi 38 buku Karya Antologi.

 

Jumat, 27 Januari 2023

Air Mata Emak


Foto: Koleksi Pribadi

Air Mata Emak

Oleh: Khatijah

Gerimis belum juga reda. Rinainya justru menjadi lebih kerap dan lebih keras. Emak memandangi langit. Warna abu-abu yang menggantung memenuhi ruangan besar itu menutup warna lazuardi. Degup jantung Emak semakin kencang. Wajah keriputnya berbalur rona cemas tak berkesudahan.

“Kenapa belum juga datang. Sebentar lagi hujan deras,” keluhnya sambil menatap jalan kecil tak beraspal di depan rumahnya yang entah berapa ribu kali dia lakukan.

Wanita berumur itu bernapas panjang. Di telinganya masih terngiang ucapan putri semata wayangnya, Rahmi. Anak perempuannya itu berjanji akan datang hari ini. Katanya dia akan berlibur dari pekerjaannya. Sudah tak terhitung jumlah tahunnya, dia tidak pulang menjenguk ibunya yang sudah renta. Sibuk, tidak mendapatkan izin dari atasan, merupakan alasan yang selalu diucapkan kepada orang tuanya. Berita kedatangannya ke kampung kali ini akan menjadi pengobat rindu Emak.

Emak masih menunggu. Gundahnya kian meriuh. Perasaannya berbicara, jangan-jangan ada sesuatu yang membuat Rahmi belum juga datang. Berkali-kali dia menatap langit yang semakin hitam seraya merapal doa buat keselamatan putrinya.

Dibukanya tudung saji yang menutup makanan hasil memasaknya sejak subuh. Sayur brongkos, tahu dan tempe bacem, serta sambel bajak sudah tersaji di meja makan sederhananya. Terbayang, Rahmi menyantapnya dengan lahap. Buru-buru dia menyingkirkan beberapa ekor semut yang hampir saja mengerubuti makanan kesukaan anak semata wayangnya itu.  

            “Emak, Selamat Hari Ibu ya, Mak.” Sebuah ucapan tiba-tiba mengawali videocall melalui ponsel milik Wanda, anak tetangga sebelah.

            Emak mengusap peluh di keningnya saat mendengar ucapan itu. Sebab dia tidak begitu tahu apa itu Hari Ibu. Sebenarnya bukan ucapan itu yang dia mau. Keinginan terbesarnya hanyalah memandang wajah Rahmi, memeluk, dan membelai rambutnya serupa yang selalu dia lakukan sejak Rahmi masih kecil. Dia ingin meluapkan perasaan rindunya yang tersimpan sejak lama. Kerinduan yang nyaris mengalahkan sebuah ucapan yang baru saja didengarnya. Lebih-lebih saat Rahmi membatalkan janji untuk hadir di pelukannya

            “Jadi, kamu gak jadi pulang, Nduk?” tanya Emak di sela-sela derai air matanya.

            “Maafkan Rahmi, ya Mak! Ternyata Rahmi tidak mendapatkan izin. Ini akhir tahun, Mak. Pekerjaan di kantor sangat membutuhkan Rahmi. Emak tunggu Rahmi, di awal tahun saja, ya!”

Ucapan Rahmi bagai petir menyambar dan memburaikan air mata Emak. Wanita berumur itu, tak bisa berkata-kata. Dia hanya diam membisu sambil memandangi wajah putrinya. Ditumpahkannya rindunya lewat gawai di gemetar tangannya. Ingin sekali dia meraihnya dan tidak akan melepaskan dari dekapannya. Namun, jarak yang membentang menjadi penghalangnya.

“Sudah ya, Mak. Rahmi buru-buru mau ke kantor.” Rahmi mengakhiri panggilan videonya.

Emak hanya mengangguk. Tak mampu bibirnya mengucap kata-kata. Sepenggal doa menggema di dalam hatinya. Dia mohonkan ampun kekeliruan anaknya. Seperti pinta untuk kesehatan dan keselamatan yang selalu menjadi bagian di setiap akhir sujudnya. Meski dia belum juga bisa bertemu dengan jantung hati belahan jiwa, tapi kasih sayangnya tak lekang. Derai air mata membersamai derai hujan yang kian deras.

Sebulan Emak menggantung harapan. Kedatangan putri semata wayangnya tak lepas dari mimpinya. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu, tahun baru tak henti menapaki tangga waktu. Namun, Rahmi tak juga datang. Kesibukan di kota besar tidak memberinya peluang menyemai cinta di hati wanita yang telah mengukir jiwa raganya. Hingga penyesalan datang saat sebuah berita memintanya pulang dan harus pulang. Namun, tangan renta itu tak lagi bisa memeluk dan membelainya.Tumpahan air mata menjadi sia-sia. Hanya kesunyian menyambut. Didekapnya erat-erat sebuah nisan di atas gundukan tanah merah yang masih basah. Sesalnya menjerit, meratapi waktu yang membelenggu. Gerimis yang menyiramnya menjadi pengingat air mata wanita tua, air mata Emak. Di bawah nisan itu, terbaring jasadnya. Tak henti berharap taburan doa. Menanti dan menanti.  

 

Jember, 28 Desember 2022

 

 

 

 

 


Rabu, 25 Januari 2023

Kamar 115

 

Kamar 115

Oleh: Khatijah

                                                                    Foto: Koleksi Pribadi

Kamar 115

Oleh: Khatijah

“Taruh di sini saja tasnya, kita salat magrib dulu,” kataku kepada Lana yang masih memegang ujung kopernya sambil berdiri mematung di teras. Gerimis rintik-rintik mengantarkan warna jingga yang tersisa di pucuk-pucuk pohon cemara di depan bangunan berlantai tiga yang catnya tampak kusam.

Suasana sangat sepi. Hanya tampak dua orang wanita yang asyik mengobrol. Sepertinya mereka sedang menunggu jemputan pulang. Aku enggan menyapanya, tapi Lana menghampiri mereka tanpa persetujuan denganku. Entahlah apa yang Lana tanyakan. Hanya tampak salah seorang dari wanita itu menunjuk lorong yang ada di samping.

Pandanganku menyapu sekeliling lalu berhenti di ujung sebelah kiri bangunan. Tampak sebuah papan bertuliskan “Mushala” dan di bawahnya ada tanda panah. Lampu-lampu sudah dihidupkan. Namun, cahayanya terlalu redup untuk ukuran penginapan atau bolehlah disebut hotel. Letaknya yang berada di tempat agak tinggi membuat hawanya terasa dingin menusuk kulit. Memang letaknya di punggung bukit. Untuk sampai di tempat ini, aku dan Lana harus naik ojek.

 “Sepertinya, tempat ini sudah lama gak digunakan ya, Tri,” ucap Lana yang baru saja membuka bibirnya untuk berbicara.

“Mungkin akibat pandemi kemarin. Atau bisa juga pernah jadi tempat isolasi para penderita covid,” sahutku sekenanya.

“Bisa juga. Ngapain sih pelatihan kok ditaruh tempat sepi seperti ini?” protes Lana, wajahnya memberengut.

“Positif thinking aja! Mungkin panitia ingin agar kita bisa sekalian menikmati pemandangan alam yang masih asri.” Aku terpaksa memberi motivasi agar Lana bersemangat sambil melangkahkan kaki menuju musala.

Tidak seberapa lama, kami berdua sampai di musala. Tanpa bicara aku dan Lana memutar kran yang berada di samping musala untuk berwudu. Dingin air wudu terasa meresap di kulit. Wajahku melongok ke dalam ruangan. Bergegas kami masuk. Tampak dua lelaki sedang berzikir di karpet tebal warna hijau yang terhampar. Aku dan Lana menjalankan salat tiga rekaat sendiri-sendiri.

“Cepat sekali orang-orang tadi ya, Tri. Baru saja selesai salam, mereka sudah gak ada,” celetuk Lana sambil melipat mukenanya.

Aku hanya diam sebab perkataan itu sama benar dengan pertanyaan di dalam pikiranku. Aku juga heran karena tidak lagi melihat dua laki-laki tadi. Namun, aku tidak menjawab komentar Lana. Aku hanya menarik tangannya untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu.

Rupanya aku dan Lana peserta pelatihan yang paling awal datang. Kenyataannya, sampai waktu magrib, tidak satu pun tampak orang-orang yang membawa tas besar seperti kami, datang di tempat ini. Panitia pun belum ada. Memang bukan salah mereka, tapi salah kami sendiri. Aku dan Lana sengaja datang lebih awal karena rumah kami memang sangat jauh. Memerlukan waktu lebih dari empat jam untuk sampai ke tempat ini. Padahal acara baru dibuka besok pagi tepat pukul tujuh. Sangat tidak mungkin kami berangkat malam-malam. Semua ini kami lakukan agar kami tidak terlambat.

Aku mendahului Lana menuju ruang resepsionis. Dua orang meyambut kami.  Aku buru-buru ceck in dengan menambah biaya di luar yang disediakan panitia. Kunci pun diserahkan.

“Kamarnya sebelah kanan Mbak. Masuk saja lorong ini dan cari sesuai nomor yang tertulis di kunci ini,” kata pemuda yang memberikan kunci tanpa mengantarkan kami mencari kamar yang dimaksud.

Dengan buru-buru kugamit lengan Lana dan berjalan ke arah lorong yang tadi ditunjukkan oleh petugas resepsionis. Sepi. Suara roda-roda koper yang kami tarik saja yang menggema memenuhi lorong. Kuamati nomor yang ada di setiap pintu yang berderet dari kiri ke kanan. Sesekali juga melihat pintu-pintu di depannya. Setelah sampai di tengah-tengah tampaklah 115

“Ini kamarnya, Tri,” seru Lana seraya menghentikan langkah.

“Bukan. Kamar kita nomor 74,” sahutku sambil mengamati angka yang ada di kartu kunci.

Aku justru berjalan beberapa langkah karena aku melahat kamar yang kami cari berada di deret sisi kiri. Sedangkan kamar yang ditunjuk Lana berada di deret sebelah kanan. Lalu kami masuk kamar setelah menempelkan kartu di bawah gagang pintu. Baru saja menyelonjorkan kaki di kasur, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Kami berpandangan ketika mendengar suara orang bercakap-cakap. Begitu lega hatiku karena sudah ada peserta lain yang datang.

Aku buru-buru membuka pintu untuk memastikan siapa yang datang. Benar adanya, seorang wanita membawa tas dan memasuki kamar 115 yang agak berhadapan dengan kamar yang kutempati.  

“Sendiri saja, Mbak?” tanya Lana yang mendahului keluar kamar.

Dengan ramah wanita itu menjawab. Dia memang hanya sendirian setelah seorang pemuda yang mengantarnya kembali. Aku membujuknya agar mau tidur bertiga di kamar yang kutempati dengan Lana, tetapi dia tidak berkenan. Barangkali dia merasa canggung karena baru saja berkenalan.

Malam merangkak seiring hujan yang tidak berhenti. Kegelisahan meriuh di antara suasana sepi yang semakin mencekam. Berkali-kali aku mencoba memejamkan mata, tapi tetap tidak bisa terlelap. Iri hatiku menyaksikan Lana yang sejak sore sudah pulas.

Dadaku berdebar kencang ketika tiba-tiba terdengar jeritan seseorang. Sebentar kemudian terdengar orang menggedor-gedor kamarku. Aku tidak berani membuka pintu.Terpaksa kubangunkan Lana untuk mengatasi ketakutan yang menderaku. Beruntung dia cepat bangun. Dengan mata yang masih merah dia membuka pintu. Tanpa persetujuan, teman wanita yang tidur sendirian di kamar seberang menghambur masuk. Wajahnya pucat. Tangannya gemetar. Kami yang menanyainya turut merasakan ketakutan yang begitu hebat.

“Ada yang menggangguku di kamar sana,” ucapnya setengah berbisik.”Aku numpang tidur di sini, ya!”

Ketika pagi tiba kami keluar kamar dan tidak menemui seorang pun peserta yang sudah datang. Padahal Winda temanku yang melarikan diri dari kamar 115 itu, bercerita bahwa semalam mendengar banyak orang di lorong itu bahkan ada yang membawa anak kecil. Dia pun melanjutkan ceritanya bahwa dia terbangun karena ada tangan besar yang menempel di wajahnya.  

 

Bondowoso, 10 Februari 2023

 

 

 


Kamis, 21 Juli 2022

PARAGRAF DESKRIPTIF

 


Foto: Koleksi Pribadi




PARAGRAF DESKRIPTIF

Oleh: Khatijah

 

Sebelum menulis menjadi paragraf deskriptif, penulis harus mengadakan observasi atau pengamatan terhadap suatu objek. Hasil pengamatan yang berupa data-data itu dicatat kemudian dijakan bahan penyusunan kerangka karangan. Setelah menyusun kerangka, dilanjutkan mengembangkan kerangka karangan menjadi bentuk deskriptif. Agar menjadi paragraf deskriptif pengembangan data-data hasil pengamatan harus disertai dengan unsur emosi atau unsur perasaan serta menggunakan kata-kata yang sifatnya memerinci.

 

Cermatilah paragraf berikut!

 

Alun-Alun Ki  Bagus Asra Bondowoso

Oleh: Khatijah

Alun-Alun Ki Bagus Asra  merupakan tempat yang menjadi kebanggaan masyarakat Bondowoso. Alun-alun ini  terletak di tengah Kota Bondowoso. Tepatnya di Kecamatan Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Provonsi Jawa Timur. Alun-Alun Ki Bagus Asra merupakan salah satu tempat berbagai kegiatan di Kabupaten Bondowoso.

Alun-alun Ki Bagus Asra Bondowoso sangat menawan. Di sebelah barat terdapat Masjid Besar At-taqwa yang selalu memanggil para pengunjung alun-Alun  maupun masyarakat sekitarnya untuk melakukan ibadah pada setiap waktu, khususnya waktu shalat. Sedangkan di sebelah selatan terdapat monumen bersejarah yaitu monumen Gerbong Maut yang bercerita tentang perjuangan para pahlawan Bondowoso pada saat lampau. Di kanan kiri monumen itu terhampar taman dengan rerumputan menghijau, bunga-bunga dan air mancur menambah kecantikan tempat itu. Di sebelah timur berhadapan dengan Lembaga Pemasyarakatan dan sebelah utara terdapat deretan gedung penting seperti Kantor Pendopo Kabupaten Bondowoso, Kantor Pegadaian, SMPN 1 Bondowoso, dan Bank Jatim. Di sebelah utara terdapat hutan kota yang rindang.

Kemolekan AlunAalun Ki Bagus Asra Bondowoso sangat menarik masyarakat Bondowoso baik yang berada di kota maupun di desa untuk berkunjung ke tempat itu. Taman yang dipelihara oleh tangan-tangan terampil menambah keasrian tempat ini.Lampu-lampu hias melengkapi kecantikan alun-alun yang setiap malam tidak pernah sepi dari pengunjung. Minggu pagi  adalah hari yang sangat dinanti-nanti karena pada hari itu ada acara Car Free Day yang digelar di sekitar alun-alun. Bersamaan dengan acara itu, acara-acara lain juga digelar di sekitar alun-alun. Mulai dari Joging, senam bersama, olah raga bersepeda, bermain sepatu roda, dan lain-lain.

Banyaknya pengunjung di alun-alun ini menjadikan Kota Bondowoso semakin ramai dan maju.


 

Setelah membaca teks di atas tahukah Anda apa yang dimaksud dengan teks deskripsi?

Teks deskripsi adalah teks yang isinya menggambarkan suatu objek, sehingga orang yang membca seloah-olah dapat menyaksikan sendiri atau melihat sendiri.

Setelah membaca teks di atas dapatkah Anda  menentukan ciri-ciri teks deskripsi?

Adapun ciri-ciri teks deskripsi :

Ciri  Paragraf deskriptif

· Menggambarkan objek

Dalam teks di atas objek yang digambarkan setelah mengadakan observasi : Alun-alun Ki Bagus Asra Bondowoso

· Menggunakan kata khusus

Kata khusus adalah kata yang memiliki pengertian lebih sempit daripada kata umum.

Contoh dalam teks di atas adalah : menawan, kemolekan

· Menggunakan kan kata yang memerinci dan mengonkretkan

· Menggunakan kata dengan emosi kuat

Agar dapat menyusun paragraf deskriptif, kita harus menentukan langkah-langkahnya terlebih dahulu.

1.     Mengadakan pengamatan terhadap objek yang akan ditulis.

2.     Mengumpulkan data yang didapatkan selama mengadakan pengamatan.

3.     Mengorganisasi data-data tersebut menjadi ide-ide pokok.

4.     Menyusun ide-ide pokok menjadi kerangka karangan dengan menambahkan ide-ide penjelas.

Sumber: Modul Paket B setara SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso. 2017: Khatijah

 

 

Rabu, 20 Juli 2022

Tokoh Dalam Novel

 



Tokoh Dalam Novel

 

Tokoh-tokoh dalam cerita novel memiliki karakter atau watak masing-masing. Seperti kehidupan di dunia nyata, tokoh-tokoh itu memiliki karakter atau watak yang berbeda-beda. Ada yang berkarakter baik, ada pula yang memiliki karakter jahat, pemalu, penakut dan sebagainya. Dengan mengenal karakter tokoh-tokoh dalam cerita ,kita dapat menyikapi berbagai karakter yang kita temui di dalam kehidupan nyata.

 

            Di dalam novel ditemukan tokoh dengan karakter masing-masing. Seperti halnya hidup di masyarakat, kita juga sering menemukan karakter orang yang berbeda-beda. Dengan biasa mengenal karakter tokoh-tokoh, maka kita dapat  meniru karakter yang baik, dan tidak mencontoh karakter yang tidak baik.Membaca novel sangat bermanfaat, karena dari novel tersebut kita dapat mempelajari kehidupan.

 

Bacalah penggalan novel remaja berikut!

Bu Rini hanya diam. Pertanyaan Farel bak sembilu meretas hati dan jantungnya. Rasa sakit itu kembali ia rasakan. Dian memang tidak punya ayah. Sejak kecil ia tak mendapatkan kasih sayang ayah. Setiap ada pertanyaan tentang ayah Dian, wanita ini hanya menahan air matanya agar tidak tumpah. Terlalu naif baginya menangis di depan orang banyak hanya karena laki-laki. Ia sudah membuktikan kepada orang-orang yang melihatnya sebelah mata bahwa ia bisa mendidik dan membesarkan Dian tanpa laki-laki. Dian tumbuh menjdi gadis yang pintar, dan saleha.  Ia  bingung mau menjawab Farel bagaimana. Apakah ia akan mengatakan sesungguhnya atau ia akan memberikan jawaban seperti yang diberikan kepada Dian. Wanita itu sudah terlanjur merahasiakan keberadaan ayah Dian yang sesungguhnya. Ia menceritakan kepada Dian bahwa ayahnya sudah meninggal Dunia. Ia memang tidak pernah mendengar kabar tentang Hendro mantan suaminya itu. Namun, ia yakin bahwa laki-laki itu masih hidup. Hanya saja ia tidak pernah tahu di mana ia berada. Sejak Dian masih bayi, laki-laki itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya.

“Nak Farel pulang saja, biarkan saya sendirian menjaga Dian,” kata Bu Rini.

“Ya,Bu,” sahut Farel.

Malam terus merangkak. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Farel belum segera beranjak dari duduknya. Ia merasa kasihan kepada Bu Rini yang harus menjaga Dian sendirian. Ia belum mendapatkan jawaban dari Bu Rini tentang ayah Dian. Apakah ayah Dian mau datang atau tidak. Ketika ditanya, Bu Rini mengalihkan perhatian. Di sisi lain,  Farel tidak tenang karena ia belum berpamitan dengan ayah dan ibunya.

Tiba-tiba HP Farel berbunyi.

“Halo,” sahut Farel.

“Kamu lagi di mana, Farel?” tanya ayahnya.

“Di rumah sakit, Yah,” jawab Farel, “ngantarkan teman yang kecelakaan,” jelasnya.

(Selendang Merah Jambu: Khatijah. Halaman 67)


Setelah membaca kutipan novel di atas tentu perasaan Anda senang sekali. Apa lagi kalau Anda membaca novelnya yang utuh, pasti lebih menyenangkan.

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian peristiwa cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya.Selain senang, pasti Anda dapat menentukan karakter tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel tersebut. Karakter adalah watak yang melekat pada diri tokoh. Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam kutipan novel di atas memiliki karakter yang berbeda-beda. Di dalam novel terdapat tokoh-tokoh.

Tokoh adalah yang memerankan cerita dalam novel tersebut. Tokoh novel ada bermacam-macam. Ada tokoh utama, dan ada tokoh sampingan/ tokoh pembantu.

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran utama di dalam cerita tersebut.

Tokoh tambahan atau tokoh sampingan adalah tokoh yang memiliki peran membantu jalannya cerita.

Menurut karakter tokoh, dapat dibedakan menjadi :

1.    Tokoh Protagonis adalah tokoh yang memiliki karakter baik.

2.    Tokoh Antagonis adalah tokoh yang memiliki karakter jahat.

3.    Tokoh Tritagonis adalah tokoh yang bersfat netral, yang berfungsi menjadi pelerai dalam cerita tersebut.

Misalnya ada yang karakternya baik, ada yang berkarakter jahat, ada yang penakut. Tokoh-tokoh dalam kutipan novel di atas dapat kita analisis karakternya.

 

 

 

Sumber: 1.Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia. Klas 7. Semester 2. Tokoh Novel. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten BondowosoTahun 2017. Oleh : Khatijah

                2. Selendang Merah Jambu. Novel. MediaGuru.Khatijah


 

 

 



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...