MENULIS
NOVEL
SEBUAH
TANTANGAN
(1)
Oleh
Khatijah, S.Pd
Menulis novel merupakan kegiatan yang menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan karena setiap kita tenggelam dalam pengembangan ide, kita seolah turut menyaksikan bahkan merasakan semua peristiwa yang dialami tokoh. Kita bisa memainkan tokoh-tokoh sesuai dengan alur yang kita inginkan.
Tulisan ini berlatar belakang dorongan beberapa
teman penulis agar saya menuliskan pengalaman menulis novel. Pengalaman ini
saya tulis dengan tujuan berbagi, tanpa bermaksud menggurui. Kiat-kiat ini saya
tulis berdasarkan pengalaman pribadi setelah menyelesaikan lima novel saya.
Novel pertama berjudul “Selendang Merah Jambu” dengan tebal 304 halaman. Novel
kedua berjudul “Rinduku di Antara Bunga Ilalang” dengan tebal 282 halaman. Novel ketiga berjudul "Sejingga Rembulan" dengan tebal 284 halaman, novel keempat berjudul "Anyelir Merah Darah" 348 halaman, Novel Kelima berjudul "Elegi di Kaki Bukit" (proses penerbitan). Itulah novel saya, di samping tiga buku kumpulan cerpen.
Bisa
menulis dan menerbitkan novel merupakan mimpi saya sejak lama. Ternyata benar
bahwa untuk mewujudkan sebuah mimpi itu perlu perjuangan dan sikap istikamah. Ide
menulis novel, bermula dari sebuah fenomena yang saya jumpai dalam kehidupan. Kemudian
saya ramu dengan daya imajinasi sehingga tampil dalam sebuah kisah baru yang
berbeda.
Hal
petama yang mendorong saya menulis novel
adalah mencurahkan keinginan saya dalam mengungkapkan kebenaran yang terbungkus
dalam jalinan alur. Tujuan utamanya adalah menyumbangkan pembelajaran tentang
nilai-nilai hidup dan kehidupan kepada pembaca melalui kisah yang sekaligus bisa
menjadikan sarana hiburan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), novel adalah karangan prosa yang panjang
mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan
sikap setiap pelaku. Oleh karenanya,
tulisan bentuk novel harus detail dalam penggambaran setting, watak tokoh, dan
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh.
Sebelum kita mengembangkan jenis cerita novel,
memang kita perlu mengenal bahwa ada unsur-unsur pembangun yang menjadi dasar
pemahaman seorang penulis novel. Unsur-unsur ini akan hadir dengan sendirinya dalam
cerita yang ditulis. Namun, seorang penulis novel perlu mengenal unsur
pembangun novel, antara lain tema, tokoh, perwatakan tokoh, setting waktu,
tempat, dan suasana, serta konflik-konflik yang akan menggerakkan alur cerita.
Selain itu, sebelum menulis novel kita harus memilih point of view atau sudut
pandang yang akan kita gunakan dalam menulis novel tersebut.
Ide dasar merupakan unsur paling utama dalam
penulisan novel. Ide cerita bisa kita gali dari berbagai sumber. Bisa dari
pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung artinya
pengalaman yang benar-benar dialaminya sendiri. Sedangkan pengalaman tidak
langsung merupakan pengalaman orang lain
yang bisa kita ketahui dengan melihat, mendengar, dan merasakan. Bisa juga dari
pengetahuan hasil kita membaca. Ide dasar ini yang akan kita olah dengan daya
imajinasi kita. Artinya kita tidak memindahkan realita atau fakta ke dalam
tulisan kita, melainkan kita harus mengolahnya terlebih dahulu. Menulis novel sama halnya dengan memindahkan
realita kehidupan ke dalam bentuk baru dengan daya kreativitas tinggi. .
Persyaratan
utama agar bisa menulis novel, kita harus rajin membaca utamanya membaca novel.
Menurut Ibu Istqomah novelis dan editor senior MediaGuru, sebelum kita menulis
novel, kita harus sudah membaca minimal sepuluh judul novel. Ini merupakan
modal utama dalam menulis novel. Dari
sini kita bisa belajar bagaimana penggunaan bahasa dalam novel. Cara menyusun
diskripsi dan menarasikan sesuatu. Bagaimana kita meletakkan dialog-dialog
antartokoh, penggunaan tanda baca dan pemilihan kata atau diksi yang bisa
menghidupkan suasana. Selain itu, kita bisa
belajar bagaimana cara pengarang menggambaran setting, membangun
konflik-konflik, menggambaran tokoh dan watak tokoh.
Mempertahankan
mood dalam menulis novel yang nota bene cerita panjang itu, sebuah keharusan. Kalau
tidak, kita bisa berhenti di tengah jalan sebelum ceritanya mencapai ending. Caranya, sebelum menulis kita
buat kerangka dasarnya terlebih dahulu. Setelah itu, saat mengembangkan kita
boleh membangun konflik-konflik kecil yang berada di luar kerangka. Hal ini
kita lakukan agar cerita kita menarik, tidak garing, dan tidak terkesan monoton. Namun, bisa juga kita langsung menulisnya sebab meski pun sudah disusun kerangkanya, kadang kita banyak menyimpang dari kerangka yang kita buat. Hal ini dikarenakan selama proses menulis kadang terpengaruh oleh hal-hal baru yang dilihat, didengar, atau pun dirasakan.
Kehadiran
tokoh dalam novel berfungsi untuk menggerakkan alur. Jika cerita kita macet,
alurnya buntu, kita bisa menghadirkan tokoh baru. Dari sini akan terbangun
konflik-konflik baru.
Belajar
merupakan kiat untuk dapat mewujudkan keinginan kita menjadi penulis novel. Kegiatan
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mengikuti pelatihan menulis novel
adalah salah satu cara meningkatkan kemampuan kita dalam menulis novel. Di sini
kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan tentang menulis novel dan latihan-latihan
yang langsung mendapatkan bimbingan dari ahlinya. Terus menulis dan menulis. Mengadakan riset berkaitan dengan masalah yang kita tulis merupakan suatu keharusan. Semua dilakukan untuk menghindari cacat logika dalam novel yang kita tulis.
Sangat bermanfaat. Tidak cukup hanya punya ide dan alur namun didahului dengan membaca minimal sepuluh adalah hal logis yang harus dilakukan. Terima kasih pencerahannya, Ibu Novelis.
BalasHapusMasyaallah, sungguh sebuah kehormaran dikomentari sang suhu. Terima kasih supportnya, Master.
BalasHapus