Sabtu, 11 Februari 2023

MENULIS NOVEL SEBUAH TANTANGAN (1)

 

MENULIS NOVEL

SEBUAH TANTANGAN

(1)

Oleh Khatijah, S.Pd


Menulis novel merupakan kegiatan yang menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan karena setiap kita tenggelam dalam pengembangan ide, kita seolah turut menyaksikan bahkan merasakan semua peristiwa yang dialami tokoh. Kita bisa memainkan tokoh-tokoh sesuai dengan alur yang kita inginkan. 


 Tulisan ini berlatar belakang dorongan beberapa teman penulis agar saya menuliskan pengalaman menulis novel. Pengalaman ini saya tulis dengan tujuan berbagi, tanpa bermaksud menggurui. Kiat-kiat ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi setelah menyelesaikan lima novel saya. Novel pertama berjudul “Selendang Merah Jambu” dengan tebal 304 halaman. Novel kedua berjudul “Rinduku di Antara Bunga Ilalang” dengan tebal 282 halaman. Novel ketiga berjudul "Sejingga Rembulan" dengan tebal 284 halaman, novel keempat berjudul "Anyelir Merah Darah" 348 halaman, Novel Kelima berjudul "Elegi di Kaki Bukit" (proses penerbitan). Itulah novel saya, di samping tiga buku kumpulan cerpen.

Bisa menulis dan menerbitkan novel merupakan mimpi saya sejak lama. Ternyata benar bahwa untuk mewujudkan sebuah mimpi itu perlu perjuangan dan sikap istikamah. Ide menulis novel, bermula dari sebuah fenomena yang saya jumpai dalam kehidupan. Kemudian saya ramu dengan daya imajinasi sehingga tampil dalam sebuah kisah baru yang berbeda.

Hal petama yang  mendorong saya menulis novel adalah mencurahkan keinginan saya dalam mengungkapkan kebenaran yang terbungkus dalam jalinan alur. Tujuan utamanya adalah menyumbangkan pembelajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan kepada pembaca melalui kisah yang sekaligus bisa menjadikan sarana hiburan.  

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan  seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sikap  setiap pelaku. Oleh karenanya, tulisan bentuk novel harus detail dalam penggambaran setting, watak tokoh, dan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh.

 Sebelum kita mengembangkan jenis cerita novel, memang kita perlu mengenal bahwa ada unsur-unsur pembangun yang menjadi dasar pemahaman seorang penulis novel. Unsur-unsur ini akan hadir dengan sendirinya dalam cerita yang ditulis. Namun, seorang penulis novel perlu mengenal unsur pembangun novel, antara lain tema, tokoh, perwatakan tokoh, setting waktu, tempat, dan suasana, serta konflik-konflik yang akan menggerakkan alur cerita. Selain itu, sebelum menulis novel kita harus memilih point of view atau sudut pandang yang akan kita gunakan dalam menulis novel tersebut.

 Ide dasar merupakan unsur paling utama dalam penulisan novel. Ide cerita bisa kita gali dari berbagai sumber. Bisa dari pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung artinya pengalaman yang benar-benar dialaminya sendiri. Sedangkan pengalaman tidak langsung  merupakan pengalaman orang lain yang bisa kita ketahui dengan melihat, mendengar, dan merasakan. Bisa juga dari pengetahuan hasil kita membaca. Ide dasar ini yang akan kita olah dengan daya imajinasi kita. Artinya kita tidak memindahkan realita atau fakta ke dalam tulisan kita, melainkan kita harus mengolahnya terlebih dahulu.  Menulis novel sama halnya dengan memindahkan realita kehidupan ke dalam bentuk baru dengan daya kreativitas tinggi. .

Persyaratan utama agar bisa menulis novel, kita harus rajin membaca utamanya membaca novel. Menurut Ibu Istqomah novelis dan editor senior MediaGuru, sebelum kita menulis novel, kita harus sudah membaca minimal sepuluh judul novel. Ini merupakan modal utama dalam menulis novel.  Dari sini kita bisa belajar bagaimana penggunaan bahasa dalam novel. Cara menyusun diskripsi dan menarasikan sesuatu. Bagaimana kita meletakkan dialog-dialog antartokoh, penggunaan tanda baca dan pemilihan kata atau diksi yang bisa menghidupkan suasana. Selain itu, kita bisa  belajar bagaimana cara pengarang menggambaran setting, membangun konflik-konflik, menggambaran tokoh dan watak tokoh.

Mempertahankan mood dalam menulis novel yang nota bene cerita panjang itu, sebuah keharusan. Kalau tidak, kita bisa berhenti di tengah jalan sebelum ceritanya mencapai ending. Caranya, sebelum menulis kita buat kerangka dasarnya terlebih dahulu. Setelah itu, saat mengembangkan kita boleh membangun konflik-konflik kecil yang berada di luar kerangka. Hal ini kita lakukan agar cerita kita menarik, tidak garing, dan tidak  terkesan monoton. Namun, bisa juga kita langsung menulisnya sebab meski pun sudah disusun kerangkanya, kadang kita banyak menyimpang dari kerangka yang kita buat. Hal ini dikarenakan selama proses menulis kadang terpengaruh oleh hal-hal baru yang dilihat, didengar, atau pun dirasakan. 

Kehadiran tokoh dalam novel berfungsi untuk menggerakkan alur. Jika cerita kita macet, alurnya buntu, kita bisa menghadirkan tokoh baru. Dari sini akan terbangun konflik-konflik baru. 

Belajar merupakan kiat untuk dapat mewujudkan keinginan kita menjadi penulis novel. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mengikuti pelatihan menulis novel adalah salah satu cara meningkatkan kemampuan kita dalam menulis novel. Di sini kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan tentang menulis novel dan latihan-latihan yang langsung mendapatkan bimbingan dari ahlinya. Terus menulis dan menulis. Mengadakan riset berkaitan dengan masalah yang kita tulis merupakan suatu keharusan. Semua dilakukan untuk menghindari cacat logika dalam novel yang kita tulis. 

 


2 komentar:
Write Comments
  1. Sangat bermanfaat. Tidak cukup hanya punya ide dan alur namun didahului dengan membaca minimal sepuluh adalah hal logis yang harus dilakukan. Terima kasih pencerahannya, Ibu Novelis.

    BalasHapus
  2. Masyaallah, sungguh sebuah kehormaran dikomentari sang suhu. Terima kasih supportnya, Master.

    BalasHapus



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...