Rabu, 27 Agustus 2014

Cerpen Sederhanaku



SEGELAS SUSU
Oleh: Khatijah,S.Pd
Guru SMPN 1 Tapen Bondowoso

Handuk kecil itu tiba-tiba jatuh...
Kupungut, dari bawah tempat jemuran yang airnya masih menetes. Kuseka butiran-butiran bening yang meleleh membasah di keningku. Bahkan butiran-butiran itu juga terasa  mengalir perlahan di balik daster lusuh yang sejak pagi belum sempat kuganti. Jerit bocah-bocah kecil di mulut gang sempit belakang rumah itu mengurai lamunanku.Kuangkat kakiku yang terasa ada beban berat yang membelenggu, tertatih menuju meja kecil bertaplak batik warna biru, yang sengaja diletakkan di teras belakang. HP NOKIA  tipe 7210 yang sering eror itu, masih tergeletak tanpa pembungkus.  Kuraih dengan tanganku yang gemetaran.Kuamati dan kubaca sekali  lagi  huruf-huruf kecil dengan kata  yang disingkat-singkat .”Tik, plg, Inu krtis.” Aku hafal betul,bahwa itu nomor HP Mbak Narti, kakak perempuan satu-satunya, yang kutitipi sementara untuk mengasuh Inu, anakku.
            Gemetaran jari-jariku semakin menjadi, seolah tak mampu menggenggam benda sekecil HP .Ingatanku terfokus pada sosok Inu. Bocah kecil yang lahir dari rahimku tiga tahun yang lalu itu mendera hati dan jiwaku . Masih segar diingatanku, ketika bocah itu merengek-rengek minta susu, sama seperti yang diminum anak-anak tetangga sebelah yang seusia dengannya. Terasa ada belati tajam menghunjam keras,mengiris-iris hati dalam dadaku. Karena aku tak kuasa menghentikan tangis Inu dengan memberinya segelas susu.
Hari demi hari, minggu demi minggu terus bergerak, luka di dadaku semakin menganga,saat Inu tak berhenti menunjuk-nunjuk sebuah gelas yang  berisi susu milik Resa teman bermainnya. Kembali,  sembilu merobek-robek hati dan pikiranku. Lagi-lagi aku gagal memenuhi permintaannya.Kuputar otakku, guna memecahkan batu karang yang menjadi penyebab naluri keibuanku terluka.Ya, terluka atas kesalahan terbesar dari salah yang tak termaafkan dari diriku sendiri.Aku tak berdaya, aku malu pada diriku, aku berdosa kepada anakku, Inu. Hanya segelas susu yang layaknya orang tua lain bisa menyediakan untuk anaknya tiap pagi saja,aku tak bisa.Aku hanya bisa membelinya lewat mimpi dan derai air mata.  Dan di tempat inilah aku ingin mengurai mimpi-mimpiku untuk dapat menyajikan segelas susu tiap pagi kepada pangeran kecilku. Benar, itu adalah mimpi yang selalu muncul di setiap kusuapi Inu dan kuminumi segelas air teh. Aku yakin, bahwa mimpi itu takkan pernah terwujud jika tak pernah ada ihtiar untuk menggapainya. Dan di suatu malam,saat kubersujud di istikharohku,ada kekuatan baja,kekuatan Patih Gajah Mada untuk menyatukan bumi nusantara, membisik, membangunkan nuraniku yang selama ini tumpul,setumpul pisau karatan.Mimpi itu harus terwujud.Dan aku tahu mimpiku tak akan pernah hadir  di sepanjang tidur Bu Nani majikanku.  Demi segelas susu itu,aku beranikan diriku menapaki belantara Jakarta yang panas,dunia baru yang sangat asing bagiku.Demi segelas susu itu juga, bibirku bungkam, tidak pernah  menyanyikan lagu Nina Bobok,yang biasa kubisikkan lirih di dekat  telinga Inu, saat bola mata kecilnya hampir tenggelam di balik kelopak mata  yang lucu.Segelas susu itu pula yang kini membentangkan jarak yang sangat jauh...  antara aku dan keluargaku.      
Hari ini adalah  hari yang ke-lima puluh,sejak kereta kelas ekonomi itu membawaku meninggalkan stasiun kecil yang berpagar melati-melati putih ,meninggalkan lambaian tangan Mbak Nani, , meninggalkan tangis pilu Inu,dan meninggalkan Mas Budi yang tergolek di ranjang tua.Menembus kabut pagi,menuju tempat yang menjanjikan delapan lembaran berwarna merah dengan gambar dua proklamator itu. Tadi malam, ketika jarum jam di kamar tamu rumah besar ini,menunjukkan pukul sebelas, aku sempat membentangkan jari-jemariku, kuhitung satu per satu“oh sepuluh hari lagi.” Tak terasa kata itu terucap dengan mantap. Ya ,.. sepuluh hari lagi, tanganku akan menenteng tas yang berisi susu, keluar dari Swalayan, layaknya orang-orang kaya itu.”Ah , itu sih tidak penting”,kubuang sikap sombongku seketika,saat muncul bayangan Inu memegang sebuah gelas berisi susu.
“Boleh, tapi dua bulan sekali,ya!” pinta Bu Nani nyonya rumah tempat aku bekerja itu, mengiyakan, saat aku minta diberi cuti kerja guna pulang kampung.
”Ah, seperti pegawai kantoran saja.” Pikirku,menggelitik.
Berarti sepuluh hari lagi aku akan bangga menyaksikan  buah hatiku terkekeh setelah minum susu yang aku bayar dengan cucuran keringatku. Tak kusadari  bibirku tersungging sedikit senyum, yang  rasanyasenyum itu sudah bertahun-tahun tak terlihat, semenjak penyakit aneh itu memenjara Budi, suamiku.
Kini, karena sms ini senyum itu kembali lenyap tak berbekas. Musnahlah semua warna-warna indah yang sejenak tersapu menghiasi kanvas pikiranku.Lenyap sudah angan-angan untuk menyaksikan kemenanganku dalam mewujudkan mimpi besarku.
Aku tersentak bangun ketika becak yang membawaku dari stasiun kecil itu berhenti, tepat di depan ruang UGD. Aku turun dengan langkah gontai..tanpa sebungkus susu di tanganku. Kubuka dompet, kuintip tinggal beberapa lembar ratusan ribu yang tersisa.
           

IBU

IBU
angin pagi membentangkan curhatmu
desaunya menguras air mata
memompa detak jantung
menghampiri sisa kenangan yang tertinggal
Ibu kupeluk tubuh rentamu dalam bayang pagi
kecium telapak tangan dalam  derai 
memapah rasa takut itu
wajah keriputmu kutangkap di sudut piluku
terlukis malammu yang tak mampu hadirkan mimpi
  26 April 2014


IBU

Ibu ..waktu terasa cepat
kukejar tak pernah sampai ke ujung
maafkan ..menemanimu di sisa senja adalah impian
tapi ruang membatasi
tali-tali tlah mengikat waktuku untuk bisa berpapas denganmu
detik-detikku habis tanpa melihat senyum tulusmu
hanya doamu yang menemani setiap langkah
menghiasi suka duka
Ibu...aku ingin bertemu

26 April 2014






PUISI
Unsur-unsur Pembangun Puisi
1. Bunyi
Fungsi Bunyi, antara lain:

  1. Sebagai hiasan
  2. Untuk memperdalam ucapan
  3. Menimbulkan Rasa
  4. Menimbulkan suasana khusus
Euphony adalah kombinasi bunyi yang merdu yang dapat menimbulkan suasana gembira atau bahagia.
Cocophony adalah kombinasi bunyi yang tidak merdu dan dapat menimbulkan suasana kacau/menakutkan.
2. Rima/persajakan
Rima atau persajakan adalah bunyi-bunyi yang berulang.
Rima awal, rima akhir, asonansi,aliterasi
3.Diksi
Diksi adalah pilihan kata, yang berfungsi :

  1. Estetis: untuk mendapatkan kepuitisan
  2. Mengekspresikan pengalaman/visi secara padat dan intensif
Pilihan kata di dalam puisi bisa bermakna denotatif, kias, maupun simbolis.
4. Nada dan Suasana
Nada adalah cara yang digunakan penyair untuk menyimpulkan perasaan dalam puisi.
Suasana adalah sikap penyair terhadap apa yang diungkapakan dalam puisi.
Nada dan suasana saling berhubungan. Contoh Nada religius menimbulkan suasana Khusuk.
5.Tipografi
Tipografi adalah tata wajah, maupun susunan tulisa.
Tipografi berfungsi memanfaatkan  bentuk visual untuk memberikan makna tambahan.
6. Bahasa Kiasan/Figuratif
Fungsi bahasa kiasan:

  • menimbulkan kesegaran, kejelasan gambaran angan untuk menarik perhatian.
  • mengiaskan/mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain.
Contoh bahasa kias: smile, metafora, personifikasi, dll.
7. Pengimajian/ Citraan
Pengimajian atau citraan adalah gambaran angan dalam puisi yang berupa kata/susunan kata yang dapat mengungkapakan pegalaman sensoris. (penglihatan, pendengaran, perabaan,penciuman,perasa).
Contoh:

  • Serupa dara di balik tirai = citraan penglihatan
  • Gemerincing genta rebana =  citraan pendengaran
  • cubit biar sakit = citraan perabaan
  • Udara berbau tembaga = citraan  penciuman
  • Rsa pahit,hambar  = citraan pengeapan
  • Rindu membelenggu = citaan perasaan
8. Gaya Bahasa dan Sarana Retorika
Gaya Bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang tumbul/hidup dari hati penyair yang menimbulkan sesuatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.
Sarana Retorika adalah sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran.
Contoh sarana retorika: pleonasme, hiperbola, pararelisme.
9. Tema dan Amanat
Tema dalah gagasan atau permasalahan yang menjiwai puisi.
Amanat adalah pesan moral yang akan disampaikan penyair kepada pembaca.
Cntoh Tema;
Religius/ Ketuhanan
Humanisme/Kemanusiaan
Patriotisme/ Hroisme/ Kepahlawanan
Romantisme/ Cinta Kasih
Sosial/ Kemasyarakatan
(Diambil dari berbagai sumber)



Puisi

Kembara

Kembara itu belum berujung
Tatkala langit merah mewarna senja
dan sisa gerimis membasahi kerontang hati
biarlah langkah kehilangan arah
dan kelam enggan bersahabat
turutkan saja binar mata mencari di setumpuk harapan
barangkali masih tersisa







Gelisahku


Gelisahku di ujung pagi
Membungkam sejuta kreasi
Tak tahu  kemana arah awan
terbawa urai imaji
jauh tanpa batas emosi...



Imajiku berlari mengejar
tanpa batas
Terengah nafas kreasiku
melukis di riak-riak yang dangkal
dan terus kukayuh perahu dengan lelah memanah
tapi tak ketemukan jua...

Jumat, 25 April 2014

Jenis Teks

Jenis -jenis teks yang harus dipelajari siswa kelas 7 kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1. Teks Laporan Hasil Observasi
Teks laporan hasil observasi memiliki struktur:
a. Definisi Umum
b. Deskripsi Bagian
c. Deskripsi Manfaat
2. Teks Tanggapan Deskriptif
 Teks tanggapan deskriptif memiliki struktur:
a. Identifikasi
b. Klasifikasi dan Definisi
c. Deskripsi Bagian
Teks tanggapan diskriptif dibedakan menjadi dua jenis:
a. Teks Tanggapan Deskriptif Eksplanatori, yaitu teks tanggapan deskriptif yang menggambarkan keadaan sesuatu sesuai dengan fakta yang ada.
Contoh :
 Ruang kelas 7A luasnya 8 x 7 m2, dindingnya berwarna kuning, dan langit-langitnya dicat dengan warna putih.Ruang tersebut dihuni oleh 34 siswa, 20 putri dan 14 putra.
dst.
b.Teks Tanggapan Deskriptif Sugestif, Yaitu teks tanggapan deskriptif yang menngambarkan keadaan sesuatu berdasarkan unsur perasaan.Biasanya memasukkan hal-hal yang bersifat imajinatif.
Contoh:
Alun-alun Kota Bondowoso sangat indah.Alun-alun ini berada di tengah kota yang hawanya sejuk. Di sebelah barat terdapat taman dengan aneka jenis pohon dan bunga-bungaan yang selalu setia menemani para
pejalan kaki yang ingin beristirahat, sambil menunngu panggilan sholat ashar di masjid Jami' yang berdiri kokoh tidak jauh dari tempat itu. Di sebelah selatan terdapat Monumen Gerbong Maut yang bercerita tentang perjuangan para pahlawan Bondowoso pada zaman penjajah Belanda...dst
3. Teks Eksposisi
Teks eksposisi memiliki struktur:
a. Tesis
b. Argumentasi
c. Penegasan Ulang
4. Teks Eksplanasi
 Teks Eklpanasi memiliki struktur:
a. Pernyataan Umum
b. Deretan Penjelas
c. Interpretasi
5. Teks Cerpen
Teks cerpen memiliki struktur:
a.Orientasi
b. Komplikasi
c. Resolusi
Sumber : Buku Teks Siswa 'Bahasa Indonesia Wahana Penget(ahuan' dengan penambahan seperlunya dan Silabus Bahasa Indonesia K13












Aku dan Luky















Aku dan Teman MGMP BIN








Senin, 31 Maret 2014

Cerpenku...



PELANGI CINTA DI PENGHUJUNG MIMPI
Karya: Khatijah
SMP Negeri 1 Tapen Bondowoso
Senja merayap meniggalkan sisa-sisa warna keemasan, menyapu pucuk-pucuk bangunan pure yang berdiri kokoh di antara air laut yang hampir pasang. Turis-turis asing sibuk mengabadikan pemandangan yang tak bisa dijumpai di negeri mereka. Beberapa pria dengan ikat kepala khas, menawarkan jasa dengan kamera digitalnya. Inilah Tanah Lot, objek terakhir yang dikunjungi rombongan dari sekolahku. Aku tak berminat. Sendirian aku duduk sambil kuhentak-hentakkan kakiku di pasir  puth yang  halus. Aku tak dapat menyimpan rasa kesal dan kecewa hatiku. Saat ini, saat karya wisata kelas 9 adalah target terakhirku untuk mendapatkan hati Sri. Atau minimal aku tahu tanggapan Sri padaku yang dapat kutangkap dari  cara bicaranya, cara memandangnya terhadapku,atau lebih tepatnya gambaran sinyal cinta terhadapku. Tapi sampai detik ini apa yang kutargetkap jauh darin harapan. Hampir dua tahun, tepatnya... sejak kami sama-sama duduk di kepengurusan OSIS, aku sudah  tertarik pada Sri. Di mataku Sri adalah sosok gadis yang istimewa. Kulitnya putih, rambutnya lurus, matanya yang agqk sipit membuat aku selalu betah dekat dengan dia. Lebih- lebih senyumnya yang menurutku lebih indah dari semua senyum teman-temanku yang cantik. Seaandainya aku seorag penyair, barangkali sudah ratusan puisi atau bahkan ribuan puisi yang kucipta untuk Sri. Kudekati sri, kuberikan seluruh perhatianku , kuberikan sinyal cintaku padanya.  Namun , sampai saat ini sikapnya tak berubah, biasa-biasa saja. Bahkan kedekatanku dengannya makin berkurang sejak kami tak lagi duduk di kepengurusan OSIS. Saat ini ia lebih dekat dengan Pria, teman satu kelasnya.
                                                  ” Eh..., tahu nggak Pria  itu sudah jadian sama Sri.” begitu bisik Devin kepada Ria dan Oki yang sempat kukuping ketika kami sedang asyik berbelanja di Sukowati tadi. Bak disamabar petir di siang bolong , aku tak berdaya mendengar berita menyakitkan itu. Tubuhku lemas, tulang-tulangku terasa nyeri, gemeteran tubuhku penuh geram.  Yang lebih menyakitkan, hari ini, hari yang kujadikaan target terakhir tak kudapati apa-apa.
                                                  ” Ayo segera kembali ke bus!”, panggil Pak Rudy Pemimpin rombongan, sambil menepuk pundakku. Aku terkejut, terhenyak aku berdri. Dengan langkah gontai kutinggalkan pantai itu.
                                                  Bus AKAS yang kami tumpangi melaju dengan cepat meninggalkan lokasi wisata yang diimpi-impikan seluruh turis di dunia itu. Tak ada suara gaduh,atau gelak tawa, seperti yang terjadi ketika kami masih memaesuki Negara, dua hari yang lalu. Kini semua terlelap kecapekaan. Hanya aku yang tidak bisa memejamkan mata.. Rasa dongkol  dan sakit hati., itu masih tak dapat kuhapus. Pria..., hanya  nama itu, yang  kini bermain di otakku. Apa sih kelebihan dia? Cowok bencong  seperti itu. Umpatku  dalam hati berkali-kali. Tak sadar kukepalkan tanganku.
”Astaghfirullohhaladlhim”, tiba-tiba tak kusadari kta- kata itu keluar dari mulutku.
                                                  ” Ada apa sih...?” Sampai-sampai Mega yang duduk di jok sebelahku menoleh kaget. Tak kuhiraukan dia, bahkan mataku kupejamkan biar tampak seolah- olah aku sedang bermimpi dalam tidurrku. Kuulangi kata-kata itu, berkali-kali.. Kuhayati maknanya, YaAlloh ampunilllah segala dosaku.
                                                  Ajaib, istifar yang tiba-tiba kuucapkan tadi memberikan efek yang sangat dasyat dalam diriku. Kuusap mataku, kuambil sisa tisu  di kantong celana jinsku. Berjuta tenaga dan semangat  seolah terlahir kembali. ”Cewek di dunia ini banyak, tidak hanya Sri. Bukankah ada Ratih, Anisa, Arniy . Mereka juga cantik, tak kalah menarik dengan Sri.  Pikiran-pikiran itu memberi kekuatan baru . ”Sudahlah mulai saat ini kuhapus harapan, kenangan tentang Sri dari kamus hatiku. Tak kan kuakhiri persahabatanku dengan Pria yang sejak SD menjadi sahabat karibku, hanya gara-gara cinta. Mungkin memang Pria lebih dari aku, sehingga Sri memilih dia .
                                                  Dering HP sempat membangunkan dari tidurku. Kulirik jam beker di kamarku, masih pukul  lima pagi. Belum puas rasanya aku melepaskan lelahku sepulang dari Bali tadi malam.  Kubiarkan saja SMS itu tidak kubuka. Hingga aku tersentak bangun, karena waktun sholat subuh hampir habis. Spontan kuraih HP, kubuka SMS” BILA RASAKU INI RASAMU....” Sebuah kalimat pendek yang dipetik dari syair lagu milik band ternama di negeri ini KERIS PATIH. Di bawah kalimat itu tertulis nama Sri.
Serentak kukepalkan tanganku , sambil terucap kata ”YES!” 
                                                 

                                                                        Surabaya, 15 Mei 2009

Cerpenku..



Warti
Oleh: Khatijah, S.Pd

Mata  Warti belum juga terpejam, saat dentang jarum jam tetangga sebelah berbunyi dua belas kali. Sudah dua jam berlalu ia berbaring di atas dipan kayu, beralaskan kasur tipis, tanpa sprei. Lolong anjing dan deru angin musim kemarau membuat Warti bergidik ngeri. Ditutupnya telinganya dengan kedua telapak tangannya. Mata dan pikiranya terbang melayang jauh menjelajah entah ke mana. Sesekali matanya melirik ke arah dinding yang setengah bagian bawah, tembok yang berwarna putih pucat, dan setengah bagian atas terbuat dari anyaman  bambu, yang warnanya tampak kusam kehitaman. Angin  menyelusup di lubang-lubangnya, terasa merobek pori-pori Warti. Gemerutuk gigi menahan hawa dingin dan segala yang menekan jiwanya. Warti mencoba berbalik arah, karena lehernya terasa pegal. Sesekali ia pun telentang. Didongakkan mukanya ke atas. Genting kaca yang biasanya memancarkan sinar bulan, kini terlihat hitam pekat. Hanya terlihat satu kerlip bintang muncul di sela-sela gegelapan genting kaca itu. Pandangan matanya berubah tertuju ke sebelah kiri. Tampak gadis kecil terbaring tertidur pulas. Reflek,diraihnya selimut doreng yang garisnya tidak terlihat jelas itu sebagai  penutup tubuh mungil Nani. Demikian juga Yanto,Si sulung itu juga sudah mendengkur. Diliriknya TV kecil 15 inc yang ada di pojok depan masih menyala. Tiba-tiba pikiran warti menerawang jauh dan jauh...  
“Dik, ini aku bawakan oleh-oleh, ayo tebak, apa ini?”,Parto menggoda istrinya.
“Oleh-oleh apa to ,Mas.mbok jangan guyon!”
Hati Warti jadi penasaran ingin tahu,apa sebenarnya yang dibawa Parto suaminya, itu. Warti heran dan tidak percaya akan kata-kata suaminya tadi.Walaupun dalam hati Warti terbersit rasa gembira mendengar kata ‘oleh-oleh’ yang keluar dari mulut suaminya itu.Baru kali ini, Warti menyaksikan wajah Parto berseri-seri. Biasanya ia datang dengan wajah muram, karena ia hanya bisa memberikan uang hasil kerjanya yang tidak cukup untuk makan besok pagi. Itu kalau ia tidak mendapatkan kerja bangunan di proyek. Ia mencari ikan di waduk Gajah Mungkur yang jaraknya kurang lebih satu kilo meter dari rumahnya. Dengan peralatan sederhana saja tak akan ia mendapatkan ikan banyak. Maka tak heran kalau hasil menangkap ikan itu tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Tapi, warti tidak pernah menuntut suaminya. Dulu di mata Warti, Parto adalah satu-satunya laki-laki yang sempurna. Kulitnya hitam manis, hidung sedikit mbangir, tinggi badan tidak kurang dari 175 Cm, lumayanlah untuk ukuran orang Indonesia, dan rambut hitam lurus,serta senyumnya itu, yang selalu menggoda Warti sejak ia berjumpa pertama kali Lima belas tahun yang lalu. Lebih dari itu Parto adalah laki-laki yang baik, tanggung jawab, pengertian, dan sayang kepada keluarga.
Tidak sabar Warti mendekati kardus itu. Dirabanya kardus itu dan diamat-amatinya tulisan yang tertera di samping kardus itu. Dari tulisan di samping kardus itu Warti tahu, benda yang ada di dalamnya. “Benarkah ini...?” gumamnya.
“Buka saja..!” kata Parto.
“TIVI .....?” teriak Warti. Dipeluknya suaminya erat-erat,”terima kasih, Mas...Terima kasih, ya...” Berkali-kali warti mencium tangan suaminya.
Malam itu mereka berempat tidur beralaskan tikar di depan TV. Seolah-olah mereka merayakan keberhasilan  perjuangan sang ayah dalam mewujudkan impian mereka. Betapa tidak, untuk bisa membeli TV, Parto harus tidak bertemu dengan keluarga selama tiga bulan. Ia bekerja sebagai buruh bangunan di kota Solo. Sehari-harinya ia hanya makan satu kali, itu pun jauh dari kategori sederhana. Nasi bungkus, dengan seiris tempe dan tahu bacem sebagai lauknya. Bagi dia,itu merupakan nikmat yang tak terhingga, yang selalu disyukuri dalam setiap doanya. Dan ketika kantuk tiba di malam yang gelap gulita, ia pun rela tidur berselimutkan hawa dingin di dalam tenda yang di sediakan proyek. Saat itu, Parto punya prinsip bahwa seluruh hidupnya untuk Warti dan anak-anaknya.  
Sudah lama Warti bermipi untuk memiliki TV sendiri. Ia merasa tidak enak dengan Bu Sastro tetangga sebelah, karena kedua anaknya, Yanto dan Nani selalu menonton TV di rumahnya. Masih segar diingatan warti ketika suatu hari Nani ingin menonton TV di rumah Bu Sastro, tapi mendadak ia menangis pulang.
” Ibu...kapan Bu, kita punya TV?”, Isak Nani terasa mengiris hati warti.
“Besok pasti Bapak bisa beli TV, Nak...,tapi harus rajin menabung dulu ya...sekarang nonton saja di rumah Bu Sastro.”
“Tidak Bu, Nani gak mau.”
“Memangnya kenapa, Nak”
“Tidak Bu...”, ucap Nani terbata-bata.
“Ya , sudah...kalau gak mau lihat TV, ya jangan menangis!”,bujuk warti. Tapi Nani terus sesenggukan, menambah iba hati warti. Tak terasa air mata bening membasahi pipi warti.
“Bu...tolong anaknya diajari yang bener ya!”,tiba-tiba Bu Sastro berteriak-teriak sambil menuding-nuding ke arah Nani. “Dasar kere...  pencuri..”, kalimat yang kedua itu bak belati menghunjam di dada Warti.
“Sebentar Bu,  memangnya ada apa ya Bu dengan anak saya?”
“ Jangan pura-pura ya ..., kan Bu Warti yang menyuruh Nani mencuri uang saya?” desak  Bu Sastro ketus.
“Demi Allah Bu, tidak, kami tidak pernah mengajari anak saya mencuri, kami memang orang tidak punya, Bu, tapi, tidak... kami tidak pernah  mencuri, apalagi mengajarkan mencuri kepada anak-anak. Mencuri itu perbuatan dosa, Bu...” Warti memberi penjelasan kepada Bu Sastro sambil sesekali mengusap air matanya yang berjatuhan.
“Siapa lagi yang mencuri uang saya kalau bukan Nani, hanya dia yang keluar masuk rumah saya.” Tuduh Bu Sastro makin ketus saja.
Berkali-kali warti mendesak Nani dengan pertanyaan lembut,tentang tuduhan Bu Sastro itu. Nani menggeleng dan terus sesenggukan. Hati kecil Warti meyakini bahwa pengakuan gadis kecilnya itu benar. Karena ia tahu betul perilaku Nani.
Pembelaan warti terhadap tuduhan Bu Sastro itu sia-sia. Hal itu, terbukti dengan perubahan sikap Bu sastro terhadap keluarga Warti, termasuk kepada anak-anak warti, Nani dan Yanto. Tidak hanya itu, tetapi tetangga yang lain jadi ikut-ikutan membenci Warti dan keluarganya. Warti hanya pasrah menerima fitnah yang menyakitkan hatinya itu. Ia tak pernah lepas berdoa dan berdzikir kepada Allah di setiap penghujung sholatnya, agar ia terhindar dari segala fitnah yang keji itu, dan ditunjukkan bahwa yang benar itu benar.
Sejak itu, Yanto dan Nani tidak lagi menonton TV milik Bu Sastro. Walaupun mereka ingin sekali seperti anak-anak lain yang bisa bercerita tentang kisah-kisah film kartoon, tetapi mereka tetap menahan diri.
Sendiri, warti  menyaksikan film yang seolah diputar kembali , muncul bermain-main di depan matanya. Disekanya butiran air mata bening yang mengalir perlahan. Sayup-sayup suara satwa malam singgah di telinga Warti.  Lalu ia beranjak mematikan TV.
“ Bu, mau pipis.” , tampak Yanto bangun dan pergi ke belakang.
“ Ya, mosok takut Yan?”, tanya warti.
“ Tidak, Bu.”
Tidak lama kemudian terdengar Yanto sudah kembali ke kamarnya. Dengan hitungan menit saja, Yanto sudah mendengkur lagi. Tapi, mata Warti belum juga mau terpejam. Samar-samar terdengar suara tiang listrik yang dipukul oleh Bapak-bapak yang sedang melaksanakan siskamling. Entah, sudah berapa kali Warti mencoba memejamkan matanya, tapi hati dan pikirannya tidak mau. Ia pun memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, Warti ambil wudhu dan sholat malam. Tak henti-hentinya bibir Warti mengucap dzikir dan doa.
****
            Kabut pagi menyapu lereng-lereng perbukitan yang berjajar rapi bak hiasan alam, kokok unggas bersautan mengiringi perempuan-perempuan desa yang berangsur bangun dari peraduannya. Di sebelah timur mata memandang, tampak merona sapuan warna sang raja pagi,yang dengan senyum ramahnya menyapa dedaunan yang  tampak mulai mengering. Kilau keemasan genangan air waduk yang surutnya sudah hampir seperempat, menyebarkan semangat bagi para lelaki nelayan. Petani-petani mulai beranjak meninggalkan selimut mereka sebelum lalu lalang menuju ladang-ladang mereka yang hampir kekeringan.
Sebuah rumah berukuran tidak lebih dari lima kali sepuluh meter, berdinding bambu, berlantai plester, dan berpagar pohon beluntas tampak bersih dan rapi. Tanaman bunga budgenvil dengan warna ungu, putih, orange, merah dan kuning kecoklatan, menjulur-julur ke bagian bawah atap genting.Pasti rumah itu selalu dirawat oleh tangan-tangan terampil dengan perasaan tulus. Seorang wanita dan dua orang anak tinggal di dalamnya.    
Mata Warti terlihat sembab karena kurang tidur semalam. Hawa dingin yang terasa menggigit tak menghalangi melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang manusia, terutama bagi kedua buah hatinya. Tangannya yang jauh dari hitungan halus itu, mulai menata nasi di bakul yang terbuat dari anyaman bambu.Kuah soto, col,kecambah, gorengan bawang, dan kentang yang sudah dipersiapkan sejak sore kemarin, siap untuk dibawa ke warung sotonya di pasar Wuryantoro. Sendiri ia menapaki bebatuan terjal dengan bakul di punggung dan sebuah tas besar ditentengnya, lagi-lagi pikirannya melayang.
Dulu,ia bersama Parto pernah berjualan ikan nila bakar di sekitar tempat wisata Gajah Mungkur. Tetapi, karena kalah bersaing dengan restauran dan pedagang besar, akhirnya mereka memutuskan untuk banting setir berjualan soto di Solo.Lumayan. Berkat usahanya, mereka bisa menabung untuk membeli rumah dan tempat tinggal yang bagus. Dari warung soto sederhana, berubah menjadi depot soto dengan sepuluh karyawan. Pelanggan  “SOTO BU WARTI”, begitu nama depotnya, makin hari semakin banyak.  Bahkan ia membuka cabang di Wonogiri dan di Sragen.Itu semua berkat kelihaian Warti dalam mengolah dan meracik masakannya. Serta keuletan Warti dalam memanagemen usahanya.
Dan Warti pun berubah penampilan. wajahnya selalu dibersihkan dengan susu pembersih setiap pulang dari depotnya, dan tak lupa meluangkan waktu untuk faceal di salon langganannya. Dengan kulit yang bersih terawat,menambah cantik wajahnya. Kulit Warti yang putih, dan wajah bulat telor, mata lebar, bulu mataa lentik, menambah sempurna kecantikannya, walaupun tanpa make up tebal. Tinggi badannya tidak seberapa  tinggi, tetapi dengan berat dan tinggi seimbang itu membuat body warti makin terlihat seksi. Seminggu tiga kali ia mengikuti senam aerobik dan fitnes di sebuah sanggar kebugaran di kawasan Jalan Panembahan Senopati, Solo.
“Bu, Lies itu sepertinya kok sirik ya, sama Ibu.” Suatu hari Umi bicara dengan bisik-bisik.
 “Lho, ndak boleh suudhon, mungkin itu menurut perasaanmu saja.” Jawab Warti sambil menghitung-hitung daftar belanjaan besok.
“Sungguh, Bu ...”
“Sett..,hayo sudah Um, itu lho ada pembeli datang!”
Umi bergegas menemui tamu yang mencari-cari tempat duduk.
”Ayam..apa babat..Pak?”tanya Umi kepada pelanggan yang terlihat masih berunding dengan temannya itu. Ternyata kedua pelanggan itu ingin makan soto ayam plus minum es jeruk.
Memang benar, tanpa sepengetahuan warti, Lies sering mencibirkan bibirnya.Tanda bahwa ia iri melihat kecantikan majikannya itu.
“Lies, ambilkan dompetku di meja kasir itu.” Kata Parto disertai pandangan penuh arti.
Dengan berjalan sengaja dilenggang lenggokkan Leis menuju meja kasir. Matanya melirik Parto, yang duduk tidak jauh dari pintu depan. Mata Parto tak berkedip melihat pemandangan yang sangat menarik baginya itu. Darah lelakinya bergejolak. Nafasnya tiba-tiba menjadi tidak beraturan. Dan ini bukan yang pertama kalinya Lies berakting di depannya.
“Ini, Pak!”,kata Lies gadis hitam manis salah satu karyawannya itu menyerahkan dompet kulit warna cokelat tua yang diambil dari meja kasir.
Parto menerima dompet itu dengan tak lepas-lepas memandangi gadis itu.  Lies terlihat makin genit,karena mendapat perhatian dari majikannya.
Parto buru-buru menetralisir keadaann, ketika ia sadar bahwa Warti hanya berjarak kira-kira  tiga meter tepat di hadapannya.
Memang, semenjak depot sotonya laris,  penampilan Parto semakin keren saja. Celana jins dan T-sert mahal selalu membalut tubuhnya. Aroma parfum segar menciptakan suasana romantis saat wanita berpapasan dengannya.  Terlebih lagi,kini sebuah mobil Inova warna hitam ada di tangannya. Mobil ini yang selalu mengantar Parto Ke beberapa cabang depotnya.
Hati Warti menjadi tidak nyaman, ia merasa ada sesuatu yang tidak wajar pada diri Parto suaminya. Dan kini ditambah sikap Parto yang aneh, yang disaksikannya sendiri. Batin Warti menjadi terisris melihat gelagat tak sedap di hadapan matanya. Ah...tidak mungkin...lagi-lagi Warti menepis pikiran-pikiran buruknya.

                                             ****
Sedari pagi Parto belum juga pulang. Hp yang selalu berada di saku jinsnya juga selalu mall boks. Hingga malam menjelang pagi, dan pagi beranjak siang, siang berubah menjadi gelap, segelap hati Warti. Seseorang yang ditunggunya itu belum juga tampak di hadapannya. Hatinya gelisah...ia mengkhawatirkan pria yang dicintai seumur hidupnya itu. Ia panik jangan-jangan ada sesuatu yang membuat kekasih hatinya itu celaka. Tapi,sekali lagi warti membuang pikiran-pikiran buruk itu.
 “Bu.....,”tiba-tiba terdengar suara parau memanggil dari balik dinding luar, diiringi langkah-langkah kaki yang kedengaran terseret-seret. Warti terkejut, desiran darahnya terasa naik di ubun-ubun. Dadanya berdegup kencang, keringat dingin membasahi muka dan sekujur tubuhnya. Dibukanya pintu,”Pak...Wiro???”, sangkaan Warti keliru. Ternyata bukan Parto.
Warti melangkahkan kakinya yang putih bersih itu ke arah laki-laki paroh baya yang biasa membantu mengangkat barang belanjaan Warti dari pasar itu utuk membukakan pintu. Dengan langkah-langkah gontai ia masuk ke dalam rumah. Warti kaget mengapa Pak Wiro datang dengan kondisi seperti itu, malam-malam lagi.Dibantunya laki-laki itu duduk di kursi panjang dan disandarkannya badannya ke dinding. “Sebentar ya ,Pak Ibu buatkan teh dulu.”Laki-laki itu mengangguk lesu.
Sedikit demi sedikit mata Warti terbuka. Tampak kunang-kunang beterbangan di depan matanya. Detak jantungnya berangsur normal. Tangannya yang halus masih tampak lunglai. Sesekali Ibu Tatik dan beberapa pembatunya mengusap keringat dingin di wajah dan tangannya. Warti menenggelamkan wajahnya di atas bantal warna jingga yang bersulam benab-benang sutra itu. Ditumpahkan segala pilu hatinya dengan derai air mata yang tumpah bak air bah menjebol dinding kota. Isak tanngis dan sedu sedan membuat Bu Tatik Wanita yang setia nembantu di dapur Warti itu,ikut-ikutan mencucurkan air matanya.Nani dan Yanto juga menangis sesenggukan di sebelah tubuh Warti. Kedua anaknya itu juga merasakan pahitnya penderitaan yang diterimanya kini. Suara warti bertambah parau,akibat jeritan-jeritan yang terpaksa keluar dari kerongkongannya tadi malam. Barangkali sempat terlontar kata-kata kotor, atau ucapan tak senonoh di sela jeritan dan teriaknya, Warti tak tahu itu. Yang ada kini hatinya berkkeping-keping. Hatinya luluh lantak. Hancur. Dunia terasa gelap. Sesuatu yang pernah terbersit di dalam pikirannya dulu, sesuatu yang yang tak dihiraukannya, ternyata benar-benar terjadi.  Dan kini, lebih dari apa yang dipipirkannya...benar-benar nyata dan bukan mimpi. Warti menyesali kebodohan dirinya. Mengapa ia selalu percaya kepada suaminya? Mengapa ia tak menghiraukan sikap Lies..? Mengapa, dan mengapa???
Matahari terlihat lebih dari sepenggalah, saat beberapa mobil petugas mendatangai rumah besar Warti. Dengan baju yang bagi Warti menyeramkan, mereka tampak menuliskan sesuatau di atas kertas yang ada di tangannya, sambil sekali-sekali memperlihatkan tingkah penuh selidik.
“Maaf, Ibu ini siapa?” Seorang petugas menanyai Warti.
“Ini istri syah juragan Parto, Pak.” Bu Tatik menyela.
Warti mengangguk dengan pandangan lesu.
“Maaf Bu kami hanya menjalankan tugas.”
Warti tahu betul apa yang akan dijalankan oleh para petugas itu. Pak Wiro sudah menceritakannya semalam. Itulah yang membuat Warti histeris hingga tak sadarkan diri. Pak Wiro yang membawa berita itu pun sebenarnya tak tega untuk menyampaikan kepada majikan yang baik hati ini. Maka dari itu, Pak Wiro hampir pingsan karena tak mampu ikut menanggung beban majikannya. Bagi Pak Wiro tak pantas juragan perempuannya yang lemah lembut,dan penuh kasih sayang kepada orang-orang kecil sepertinya itu, memikul beban begitu beratnya. Lebih dari itu, Pak Wiro juga tahu bahwa Bu Warti adalah wanita yang setia dan sayang kepada suaminya. Juragan Parto adalah satu-satunya laki-laki yang namanya selalu mengalir di setiap aliran darahnya.Apa yang ia cari...?”, Istri begini cantik, lembut, baik, dan setia, begini kok disia-siakan. ?”  Pak Wiro menghela nafas panjang.
“Pak, bolehkah saya melihat jenazah suami saya?” tanya Warti penuh harap. Polisi pun mengiyakan dengan rasa iba yang mendalam.
Sejak  saat itu juga Warti benar-benar paham bahwa Lies karyawannya yang cantik dulu berhasil merayu Parto suaminya. Sampai-sampai semua surat rumah , tanah, dan semua usahanya yang dirintisnya mulai dari nol, diserakan semua  kepada Lies istri mudanya. Tidak cukup sampai di situ. Parto suami yang dicintainya, ayah dari anak-anaknya,tidak hanya direbut, tetapi ia pun menjadi tumbal atas keserakahan Lies.  Semua harta bendanya terkuras habis. Mobil, semua depot, termasuk rumah seisinya... ludes dijual oleh Lies.Dan semua hasil penjualannya hanya digunakan untuk memuaskan nafsunya di meja judi. Dan kini, setelah semua tak tersisa, nyawa pun jadi sasaran berikutnya. Parto, suami yang didapat dengan segala cara itu pun dihabisi oleh orang suruhan Lies...
 Wuryantoro, adalah satu-satunya sandaran hidup Warti, dengan kedua belahan jiwanya, Nani dan Yanto. Mereka bertiga mengawali mengukir hidup yang harus dijalaninya. Di desa tempat tumpah darahnya, tempat ibu yang melahirkannya, tempat ia merenda kasih dan cinta yang telah ditinggalkannya beberapa tahun yang lalu.Ia kembali.

                                                                       
Bondowoso, 27 Juni 2010



















Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...