Sabtu, 25 Maret 2023

Kritik terhadap Perusakan Lingkungan dalam Cerpen Cermin Pasir

 


                                                

                                            Foto: Koleksi Pribadi



Kritik terhadap Perusakan Lingkungan  dalam Cerpen Cermin Pasir 

Oleh: Khatijah


Cerpen berjudul “Cermin Pasir” yang panjangnya tujuh halaman ini ditulis oleh sastrawan kelahiran Salatiga,  Triyanto Triwikromo. Membaca judulnya saja, sudah dapat dipastikan bahwa cerpen ini bukan cerpen picisan. Seperti cerpen-cerpennya yang  lain, cerpen ini sangat mengasyikkan untuk dibaca. Selain indah, cerpen ini sarat dengan pesan dan muatan kritik. Pengarang yang saat itu menjabat sebagai redaktur pelaksana sastra harian umum Suara Merdeka dan dosen penulisan kreatif Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Semarang ini, selalu membuat pembaca terhipnotis dengan karya-karyanya. Seperti cerpennya yang lain, misalnya “Mata Sunyi Perempuan Takroni” dan “Ikan Asing dari Weipa-Nappranum”. 

Kritik yang diungkap di dalam cerpen ini ditujukan kepada para pengusaha penambangan pasir bekas letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan penderitaan penduduk. Hal tersebut dapat ditangkap pada paragraf pertama yang sekali gus menjadi bibit konflik, seperti terdapat pada cuplikan berikut ini.

Tak ada robot di lereng Merapi. Hanya puluhan truk bergerak lamban: membelah dusun dengan bunyi memekakkan telinga. Kadang-kadang ketika gerimis mendera, binatang-binatang besi itu melata dan meliuk seperti ular. Kadang-kadang merayap seperti kadal  saat sarat muatan. Tetapi, tak jarang mereka melesat seperti anjing ketika langit di atas gunung memerah dan udara kehilangan embun dan kristal-kristal air.Tak ada yang berani menjelaskan mengapa setiap hari kian banyak truk menyisir setiap sudut desa. Tak ada yang berani mempertanyakan mengapa bukit-bukit makin gugruk, berlubang, atau sama sekali hilang. Dan truk-truk terus datang dan pergi serupa siluman, serupa mambang. Larut malam mereka selalu mengusung pria-pria kekar---sebagian berseragam, kemudian menghilang setelah beberapa bagian bukit krowak dan sungai-sungai kian dalam. Selalu ada yang hilang. Selalu ada yang tak kembali. Batu, koral, pasir, dan puluhan perempuan. Bukan hanya itu! Bukan hanya itu! Selalu ada yang hilang. Selalu ada yang tak kembali.

Pada paragraf pertama tersebut, pembaca disuguhi setting tempat dan suasana di lereng Merapi Yogyakarta yang porak poranda oleh penambangan pasir. Pasir sisa letusan Gunung Merapi ini menjadi objek memperkaya diri para pengusaha dengan mengandalkan laki-laki kekar yang sebagian berseragam. Entahlah, siapa laki-laki  yang dimaksud oleh pengarang. Setting yang tergambar di cerpen ini benar-benar hidup. Rasa prihatin menyaksikan kondisi lingkungan yang hancur tanpa ada yang berani melarang para pelaku perusaknya, membuat pengarang menuangkan protes dan sindiran melalui cerpen ini. Dalam paragraf pertama ini sudah tertulis bibit konflik. Hal itu nyata ditulis dalam kalimat: “Selalau ada yang hilang. Selalu ada yang tak kembali. Batu, koral, dan puluhan perempuan. Bukan hanya itu! Bukan hanya itu!. Dengan repetisi ini sepertinya pengarang bermaksud memberi penegasan akan konflik yang dibangun bahwa akibat aksi penambangan pasir itu banyak yang musnah dan tidak kembali. Bukan hanya batu, koral, dan puluhan perempuan, tapi juga kedua tokoh protagonis yang hidupnya berakhir tragis.  

Ayat dan Romo Sentanu yang berperan sebagai tokoh protagonis dalam cerpen tersebut digambarkan menjadi orang-orang yang peduli akan kelestarian lingkungan. Dua orang itu prihatin melihat bukit-bukit di daerah itu gugrug, berlubang, bahkan sama sekali hilang. Romo Sentanu prihatin melihat orang-orang miskin, perempuan-perempuan yang ditinggal mati suaminya karena keganasan Gunung Merapi. Sebutan ‘Kyai Petruk’ untuk Gunung Merapi yang kerap memuntahkan wedus gembel atau awan panas itu membuat warga menderita. Sementara sisa-sisa letusan itu justru dieksploitasi tanpa henti demi kekayaan pengusaha dengan memanfaatkan orang-orang berseragam.

 Keberadaan Romo Sentanu dan Ayat dalam cerpen tersebut menjadi penghambat bagi pengusaha penambang pasir. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk memusnahkan Romo Sentanu dan Ayat yang membela rakyat miskin. Lalu hadir tokoh penari atau penggoda. Munculnya tokoh penari atau penggoda semakin menambah rumitnya konflik. Dia diperalat untuk memengaruhi dan menjebak Romo Sentanu, Ayat,  dan penduduk desa. Hal ini dilakukan karena Romo Sentanu dianggap terlalu ikut mencampuri urusan pengusaha penambang pasir dan penduduk, bahkan sering memimpin demo. Demikian juga Ayat yang dianggap sering membeberkan kebusukan penambang pasir. Dia sering berseru bahwa Dewa hanya memakmurkan penambang pasir tanpa menggubris penderitaan petani miskin. Namun, betapa mudahnya para penduduk diperdaya oleh para pemilik kepentingan melalui sang penari. Puncak konflik terjadi, ketika di tengah gelapnya malam mereka menggiring Romo sentanu dan Ayat ke tengah-tengah dam dan di keriuhan tarian yang chaos untuk menghormati Kyai Petruk (Gunung Merapi), mereka membabat kaki, kepala, atau menembak lambungnya tanpa suara.  

Endingnya sangat tragis karena sang penari pun juga dihabisi untuk menutup mulut peristiwa terbunuhnya Romo Sentanu dan Ayat, seperti yang di sebut di paragraf awal. Ada yang hilang. Ada yang tidak kembali, Romo Sentanu dan Ayat pun tak akan kembali sama halnya dengan lingkungan yang asri dan puluhan perempuan, termasuk sang penari.

Membaca cerpen ini perlu konsentrasi tinggi sebab diksinya sangat rapat dengan simbol-simbol yang bersifat satire. Penggunaan berbagai majas menjadikan cerpen ini sangat indah dan bermutu. Majas personifikasi, metafora, dan perumpamaan sangat mendominasi, Sepert: truk membelah dusun, binatang-binatang besi melata, meliuk seperti ular. Bak truk yang tersengal-sengal mendaki. Kadang merayap seperti kadal. Truk-truk serupa siluman, serupa mambang. Gaya repetisi pun menjadi sesuatu yang istimewa dalam cerpen ini. Misalnya: “Selalau ada yang hilang. Selalu ada yang tak kembali. Bukan hanya itu. Bukan hanya itu.Kalimat ini sampai diulang beberapa kali. Pesan yang dapat ditangkap dari cerpen ini, di antaranya betapa pentingnya melestarikan lingkungan dan berpikir jernih agar tidak mudah teperdaya. Pada akhir tulisan, pengarang menuliskan kata-kata yang bernomor sebagai tanda bahwa dia mengambil istilah atau kata yang digunakan penulis lain.  

Meskipun cerpen ini ditulis dua puluh tahun yang lalu, tapi masih asyik untuk dibaca karena masih relevan untuk mengkritisi ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat.


Judul Cerpen: Cermin Pasir                                                 

Pengarang:   Triyanto Triwikromo

Sumber:         Kompas, Edisi 9 Agustus 2002 (Kumpulan Cerpen-Cerpen Kompas Pdf)

Panjang:        7 Halaman

Tema :            Pelestarian Lingkungan

Penulis Ulasan: Khatijah

Kamis, 23 Maret 2023

Belajar Menulis Pentigraf

 

Belajar Menulis Pentigraf

Oleh: Khatijah 



            Akhir-akhir ini banyak orang yang suka menulis dan membaca pentigraf. Hal ini karena genre ini menyajikan kisah singkat yang tertuang dalam tiga paragraf saja sehingga memungkinkan orang membaca cepat selesai dan sekaligus menikmati isi cerita sampai pada endingnya. Itulah salah satu alasan menulis pentigraf menjadi sebuah pilihan.

Pentigraf atau cerpen tiga paragraf merupakan salah satu genre sastra yang ditemukan oleh Profesor Tengsoe Tjahjono. Meskipun tiga paragraf, Tengsoe Tjahjono dalam bukunya ‘Meneroka Dapur Pentigraf, menuliskan bahwa pentigraf memiliki tiga kata kunci: cerpen, tiga, dan paragraf. Menurutnya, ukuran cerpen bukan dari pendek panjangnya teks, tetapi terletak pada fokusnya konflik dan tokoh. Tokoh di dalam cerita harus mampu menimbulkan konflik.

Sebagai karya fiksi, pentigraf harus memuat unsur lengkap layaknya sebuah cerpen: tema, tokoh, penokohan, setting, alur/konflik, pesan, dan point of view. Lebih menariknya sebuah pentigraf adalah adanya twist atau efek kejut yang berada di akhir cerita. Meskipun twist menjadi salah satu syarat pentigraf, tetapi twist tidak boleh terkesan dibuat-buat. Harus natural sesuai konflik yang dialami oleh tokoh.

Seperti karya fiksi lainnya, pentigraf mengambil masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, tetapi masalah-masalah itu kemudian dibawa ke dalam dunia imajinasi. Dengan kata lain, menulis pentigraf sama halnya dengan mengubah fakta ke dalam ranah imajinatif. Dalam acara Bengkel Pentigraf Kampung Pentigraf Indonesia melalui Zoom Meeting 30 Januari 2023, Tengsoe Tjahjono mengatakan bahwa pentigraf cukup memuat satu fakta yang kemudian dijahit menjadai jaringan cerita. Ide tidak berasal dari ruang kosong, tetapi lahir dari pengalaman-pengalaman. Misalnya dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain yang dilihat atau didengar. Bisa juga merupakan hasil dari membaca. Maka ada syarat yang harus dipenuhi dalam menulis pentigraf yaitu 210 kata.

Kondisi sosial yang berbeda, unik, atau luar biasa, bisa diangkat menjadi sebuah tema pentigraf. Misalnya saja di masa pandemi corona, banyak masalah yang bisa diangkat menjadi pentigraf. Masyarakat dunia menghadapi masalah-masalah kompleks. Mulai dari masalah kesehatan, ekonomi, dunia kerja, sampai pada kejadian luar biasa saat corona banyak merenggut nyawa.

Seperti contoh pentigraf di bawah ini. Pentigraf karya Khatijah ini sudah lolos kurasi langsung oleh penemu pentigraf, Prof. Tengsoe Tjahjono dan sudah diterbitkan dalam antologi pentigraf Kitab Cerpen Tiga Paragraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf Indonesia Tahun 2021. 

Tegar

Oleh : Khatijah

            Mala terkejut saat membaca chat dari Nindya. Sahabat yang dikenalnya sejak kecil itu meminta agar dicarikan donor darah. Golongan darah yang diminta sama persis dengan yang dimiliki Mala. Namun, ada syarat lain yang tidak bisa dipenuhi. Harus pernah terinfeksi covid. Sedangkan Mala sendiri belum pernah terkena virus mematikan itu. Mala akan berusaha mencarikannya besok pagi. Sayangnya, Nindya tidak membaca chat balasan dari Mala. Termasuk tidak menjawab pertanyaan Mala buat siapa donor darah itu.

            Bunyi sirene ambulans memecah kesunyian malam. Mala merasa  baru saja bisa memejamkan matanya, tapi bunyi itu membuatnya terjaga. Walaupun beberapa minggu terakhir ini bunyi itu tak asing di telinganya, tetap saja hatinya merasa teriris mendengar sirene meraung-raung. Dalam benaknya bertanya, siapa lagi yang tumbang? “Inikah yang dinamakan pagebluk?” bisiknya dalam hati. Kata kakek neneknya dulu, pagebluk itu sama dengan wabah penyakit menular yang menyebabkan kematian. Mala bergidik ngeri. Dia berdoa agar pandemi ini segera berakhir, tak lagi merenggut banyak nyawa.

            Notifikasi whatshap memaksa Mala untuk membuka ponselnya. Dengan mata berat, dia langsung saja mencari notifikasi buat WA pribadi. Tidak ada. Iseng-iseng dia buka WA grup.  Innalillahiwainnalillahirojiun. Sebuah ucapan terkirim di grup SMA. Mata Mala terbelalak, tubuhnya lemas. Dia tak percaya akan foto yang terpasang di antara ucapan itu. Nindya. Benarkah itu kamu?

Bondowoso, 16 Juli 2021


Dikutip dari Kitab Cerpen Tiga Pargraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf Indonesia 2021, halaman 101.

            Konflik yang dibangun dalam pentigraf di atas merupakan konflik yang terjadi dengan diri sendiri, orang lain, dan keadaan. Konflik yang dialami oleh dua tokoh Mala dan Nindya, muncul mulai paragraf pertama. Mala terkejut saat membaca chat dari sahabatnya untuk dicarikan donor darah dari pendonor yang pernah terinveksi covid 19. Tentu saja untuk mendapatkan golongan darah itu tidak mudah karena Mala sendiri belum pernah terinveksi covid 19, meski golongan darah yang dia miliki sama dengan golongan darah yang diminta Nindya. Ini adalah hal yang tidak biasa terjadi pada masa di luar pandemi. Sulitnya mendapatkan pendonor seperti yang disyaratkan oleh Nindya membangun konflik berikutnya hingga puncak konflik terjadi bersamaan dengan twist atau kejutan di akhir cerita. Twist terjadi karena Mala tidak hanya terkejut, tetapi juga sedih dan berduka karena ternyata Nindya sendiri yang membutuhkan donor yang tidak didapat sampai berujung pada ajalnya.

            Twist atau efek kejut sengaja disembunyikan oleh penulis dengan cara mengisahkan bahwa Nindya tidak membalas chat Mala yang isinya pertanyaan siapa yang membutuhkan donor darah. Kondisi luar biasa yang benar-benar terjadi di masyarakat sekitar bulan Juli tahun 2021, menjadi setting nyata, tetapi kemudian dipindahkan ke dalam alam imajinasi dengan hadirnya tokoh Nindya dan Mala serta peristiwa yang dialaminya, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu hanya fiktif belaka. Ini yang dinamakan mengangkat peristiwa nyata lalu dipindahkan ke dalam ruang imajinasi.

        Berikut ini contoh lain pentigraf yang sudah lolos kurasi dari Prof. Tengsoe Tjahjono. Terbit di antologi "Studio Kita" Kampung Pentigraf Indonesia 2023, halaman 106

Pulung

Oleh  : Khatijah

            Inem murung. Dia memilih berdiam diri di dalam rumah. Sikapnya jadi berbeda sejak orang di kampung kecil itu, gempar. Mereka bilang ada cahaya kemerahan sebesar kelapa jatuh di atap rumahnya. Masyarakat memercayai bahwa benda itu sejenis pulung yang bisa membawa nyawa pemilik rumah itu dengan cara gantung diri. Sadi, suami Inem pun tak banyak bicara. Padahal dia sadar bahwa mitos itu tak perlu dipusingkan.

Sadi tidak pernah memercayai pendapat  orang-orang itu. Dia hanya berpasrah diri karena menurutnya, mati dan hidup itu milik Yang Maha Kuasa. Dia terus menasihati istrinya agar lebih mendekatkan diri kepada Sang Pembuat Hidup. Kalau dia termenung dan membiarkan jiwanya kosong, bisa-bisa dimanfaatkan oleh setan yang suka mengganggu manusia. Lebih baik dia menyibukkan diri dengan bekerja, meski pendapatan yang diperoleh hanya cukup dimakan sehari-hari. Legalah hati Sadi karena Inem menuruti nasihatnya.

Malam ini Inem berada di dalam kamar.Tak diizinkannya Sadi menemani. Dia bilang ingin istirahat sendirian. Saat semua lampu mati, Sadi memanggil istrinya, tapi tidak menyahut. Lalu dia mencarinya ke kamar mandi. Lampu senter itu disorotkan pada ruangan kecil yang letaknya di posisi belakang. Sadi mempercepat langkahnya. Dibukanya daun pintu yang sebagian masih tertutup itu. Dia  terjatuh lemas saat mendapati tubuh Inem tergantung tak bernyawa di tempat sempit itu.

                                                                                    Bondowoso, 7 Oktober 2020

 

            Demikianlah sedikit gambaran tentang pentigraf. Salah satu genre sastra yang bisa menjadi pilihan dalam menulis. Meskipun tiga paragraf, tetapi tidak semua tulisan tiga paragraf bisa disebut pentigraf. Pentigraf harus memuat unsur lengkap seperti halnya pada cerpen. Demikian juga ragam bahasa yang digunakan harus menggunakan ragam bahasa sastra.

        
  

 

 

 

 

 

Rabu, 22 Maret 2023

Belajar Menulis dengan Teks Hasil Observasi

 

    
                                        Foto: Koleksi Pribadi

Belajar Menulis dengan Teks Hasil Observasi

Oleh: Khatijah

 

Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh berbagai aspek. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang berkualitas . Pembelajaran akan mencapai hasil yang optimal jika si pembelajar bertindak aktif baik secara jasmani maupun  dalam berpikir. Pembelajar tidak hanya menerima penjelasan pihak lain, tetapi harus secara aktif berkreasi sendiri atau belajar besama kelompok untuk mengeksplorasi pengetahuan baru dan menerapkan menjadi sebuah keterampilan.

Demikian juga di dalam belajar menulis. Menulis merupakan  salah satu aspek kebahasaan yang bisa dikuasai oleh semua orang, Haris Sunardi ( 2007: 5) menjelaskan, menulis /mengarang dalam arti berkomunikasi adalah menyampaikan pengetahuan dan informasi tentang subjek; menulis berarti mendukung ide. Keterampilan menulis merupakan keterampilan komunikasi tidak langsung yang berupa pemindahan pikiran atau   perasaan dengan memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata dengan menggunakan simbol-simbol sehingga dapat dibaca seperti apa yang diwakili oleh simbol tersebut.Selanjutnya dikatakan juga, bahawa tujuan penulisan adalah 1) menginforamasikan segala Sesuatu, baik fakta, data, dan peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data, dan peristiwa agar khalayak memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal. 2)Membujuk; melalui tulisan seseorang peulis mengharapkan pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakannya. 3) Mendidik; melalui membaca tulisan, wawasan pengetahuan seseorang akan bertambah, kecerdasan terus terasah, yang pada akhirnya dapat menentukan perilaku seseorang. 4) Menghibur; tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan bias menjadi bacaan pelipur lara atau untuk melepaskan ketegangan.

Yeti ( 2007: 13) mengemukakan menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa yang lain. Ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran di dalam suatu struktur tulisan yang teratur.

Menulis merupakan aktivitas yang menuntut penguasaan berbagai macam kompetensi berbahasa. Misalnya, kemampuan menuangkan ide atau gagasan kedalam bentuk kalimat-kalimat, pilihan kata, dan ejaan, serta pengorganisasian ide yang runtut. Oleh karena itu, menulis perlu adanya latihan secara rutin.

Hanya saja sering terjadi kegagalan seseorang di dalam menulis.Hal ini terjadi karena bagi penulis pemula terkadang kehilangan arah, sehingga seolah-olah buntu untuk mengungkapkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Bobbi De Poters dan Mike Hernacki dalam Quantum Learning menyampaikan bahwa ada kiat-kiat untuk memperlancar penulisan antara lain: Mulailah menulis secepatnya, putarlah musik, carilah waktu yang tepat, berolah ragalah, Bacalah apa saja, mengelopok-kelompokkan pekerjaan, dan gunakan warna-warna. (2008: 199).

Jadi, menulis merupakan sebuah keterampilan yang harus diasah setiap saat. Progres seseorang dalam menulis sangat ditentukan olah  konsintensitas pribadi. Motivasi dalam diri sendiri merupakan modal utama di dalam membentuk jiwa penulis.

Bagi seorang penulis pemula bisa melatih diri dengan menulis teks Hasil Observasi.  Teks Hasil Observasi diperoleh dari kegiatan sebelum menulis. Kegiatan tersebut berupa pengamatan terhadap suatu objek. Misalnya, benda, suasana, tempat seperti pasar, gunung, laut, sawah dan lain-lain. Dalam kegiatan pramenulis ini, bisa dilakukan dengan mencatat fakta-fakta yang akan dijadikan dasar uraian selanjutnya. Sesuatu yang dilihat, diamati, didengar, dirasakan, dicium dicatat  poin-poin pentingnya. Jika semua data terkumpul barulah data-data tersebut diorganisasikan menjadi ide-ide pokok.  Pengorganisasaian ide-ide tersebut bisa dikelompokkan menjadi tiga hal: 1) definisi umum, 2) deskripsi bagian, 3) deskripsi manfaat.

Definisi umum adalah kata,frasa atau kalimat yang menjelaskan makna atau arti dari benda atau sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan pada sebuah teks laporan hasil observasi atau benda atau tempat yang diobservasi/diamati dan kemudian dibuat laporannya.Definisi umum biasanya ditandai  dengan adanya kata “adalah/merupakan”atau bisa juga merupakan jawaban dari pertanyaan “apakah pengertian benda/sesuatu yang diobsevasi”tersebut. Deskripsi  Bagian adalah penjelasan yang merupakan penggambaran dari bagian-bagian benda/sesuatu yang didefinisikan. Deskripsi bagian ini memiliki ciri “merupakan jawab Deskripsi Manfaat adalah penjelasan yang berupa penggambaran manfaat atau kegunaan dari benda/sesuatu yang didefinisikan/diobservasian dari pertanyaan “apa saja dan bagaimana cirinya”.

                                            Foto: Koleksi Pribadi

Demikian cara mudah belajar menulis bagi pemula. Semoga tulisan singkat  ini bermanfaat. Mulailah menulis dengan hal-hal yang mudah. Terus belajar merupakan faktor keberhasilan menjadi seorang penulis.  

 

Kamis, 09 Maret 2023

Kekuatan Cinta Antara Anak dan Bapak dalam Miracle In Cell No. 7

Kekuatan Cinta Antara Anak dan Bapak dalam Miracle In Cell No. 7

Oleh: Khatijah


Foto: Diambil dari Gogle

 

Bagi Anda yang hobi menonton film drama, Miracle In Cell No. 7 versi Indonesia ini sangat sayang untuk dilewatkan. Banyak adegan yang menguras air mata. Namun, suatu ketika juga dituntut tertawa terbahak-bahak karena melihat kelucuan para tokoh seperti Indro Warkop, Tora Sudiro, dan kawan-kawannya, yang berperan sebagai narapidana di dalam penjara. Bukan hanya itu, esensi film ini mampu membangun karakter bagi penonton yang benar-benar menghayatinya. Begitu piawainya Hanung Bramantyo sebagai sutradara dalam penggarapan film ini sehingga film ini berahasil menyedot 4,9 penonton. Seperti film bergenre drama lainnya yang disutradarai Hanung Bramantyo, film ini mampu mengharu biru bagi para penikmatnya. Film ini tidak kalah menariknya dengan film drama “Bumi Manusia” yang diangkat dari novel karya Pramoedya Ananta Toer dalam judul yang sama. Meskipun film Miracle In Cell No.7 belum sesukses film “Ayat-Ayat Cinta” yang diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy, tapi film ini layak untuk ditonton semua kalangan.   

Cerita dalam Film Miracle In Cell No.7 diadopsi dari film Korea Selatan (2013). Diambil dari kisah nyata yang dialami oleh seorang pria Korea yang bernama Jeong Won Seop, seorang disabilitas intelektual. Dalam versi Indonesia, film ini menceritakan seorang disabilitas intelektual bernama Dodo Rozak, diperankan oleh Vino G. Bastian. Dodo Rozak hidup berbahagia bersama putri cantiknya yang bernama Kartika (Ika). Sebagai seorang yang mengalami keterbelakangan mental, Dodo Rozak berperilaku seperti anak kecil. Itulah yang menyebabkan antara Kartika dan Dodo Rozak seperti teman sepermainan, padahal mereka merupakan ayah dan anak.

Cinta dan tanggung jawab Dodo Rozak kepada Kartika sangatlah besar. Begitu juga cinta Kartika kepada ayahnya. Dia tidak malu dengan keberadaan ayahnya. Kebahagiaan mereka tampak pada wajah dan perilaku mereka yang senantiasa ceria saat di rumah maupun saat antar jemput Kartika yang masih bersekolah di Sekolah Dasar. Dodo Rozak juga sangat berbahagia dengan profesinya sebagai penjual balon. Hingga suatu saat kebahagian keduanya terenggut.

Konfliknya berawal ketika Dodo rozak menemukan gadis kecil (diperankan oleh Makayla Rose) yang terapung-apung di sebuah kolam. Sebagai seorang yang berkarakter baik, dia tidak tega. Tanpa pikir panjang, dia menolongnya. Namun, ternyata gadis kecil itu sudah meninggal. Dia tidak pernah menduga bahwa maksud baiknya itu justru membuatnya dituduh sebagai pembunuh sekaligus pemerkosa. Dengan segenap keterbatasan mentalnya, Dodo Rozak menolak tuduhan itu. Sayang, orang-orang tidak memercayai alasannya sedikit pun. Peristiwa ini menjadi awal mula kesedihan antara ayah dan anak itu.

Konflik semakin meningkat saat terjadi perpisahan antara Dodo Rozak dengan anaknya, Kartika. Semula Kartika resah ketika menunggu sang ayah tidak segera menjemputnya di sekolah. Dia tidak pernah menyangka bahwa ayahnya ditangkap dan dipaksa dimasukkan ke dalam tahanan. Hal yang tidak terduga itu membuat Ika (panggilan untuk Kartika) sangat sedih. Begitu juga Dodo Rozak sang ayah yang tidak rela meninggalkan Kartika di rumah. Ketika berada di sel tahanan, dia selalu menangis dan meminta agar bisa dipertemukan dengan Kartika (Ika). Dia sangat memikirkan anaknya itu karena selain dia tidak bisa berpisah dengannya, Kartika sudah tidak punya ibu.

Permintaan Dodo Rozak itu, tidak dikabulkan oleh pihak lapas. Namun, teman-temannya di sel nomor 7, Japra (Hendro Warkop), Zaki (Tora Sudiro), Asrul ( Bryan Domani), dll, berusaha keras agar Kartika bisa diselundupkan ke dalam sel. Itu disebabkan rasa simpati yang sangat besar kepada Dodo Rozak, seorang disabilitas yang baik perilakunya dan sering menolong para narapidana, termasuk kepala sipir Hendro Sanusi (Deni Sumargo).   

Perjuangan untuk menyelundupkan Kartika ke dalam sel pun berhasil. Walaupun banyak mengalami rintangan. Di dalam sel ini, Kartika dan Dodo Rozak menemukan kebahagiaannya kembali. Kebahagiaan antara ayah dan anak itu menjalari seluruh penghuni sel. Kelucuan-kelucuan pun sering terjadi. Meskipun Dodo Rozak seorang disabilitas, dia punya tanggung jawab dan kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya. Inilah pelajaran yang bisa dipetik. Seorang disabilitas saja bisa bertindak seperti itu kepada anaknya apalagi lelaki yang diberikan kesempurnaan. Hal ini bisa menjadi contoh para orang tua khususnya seorang ayah. Demikian juga kasih sayang seorang anak kepada ayahnya yang tidak pernah berakhir meskipun ayahnya seorang laki-laki berketerbelakangan mental. Seperti cinta Kartika kepada ayahnya Dodo Rozak. Oleh karenanya, banyak narapidana yang bersimpati kepadanya, termasuk Hendro, sang kepala penjara.

Kecintaan sahabat-sahabatnya di dalam lapas tidak berhenti di situ. Bahkan teman-temannya juga membantu Dodo Rozak mengusahakan agar dia terbebas dari tuduhan. Berbagai upaya dilakukan. Mereka juga membantu agar dia menghafalkan kalimat yang akan digunakan di persidangan untuk menyangkal tuduhannya sebagai pembunuh dan pemerkosa yang memang tidak dilakukannya.

Klimaks film ini terjadi saat kejujuran Dodo Rozak dipertaruhkan. Keterbatasannya untuk membela diri bahwa dia tidak melakukan seperti yang dituduhkan, ternyata gagal. Dia kalah di pengadialan dan divonis hukuman mati. Eksekusinya akan dilaksanakan di Nusakambangan. Mendengar putusan pengadilan itu, teman-temannya di dalam tahanan sangat sedih. Maka dari itu mereka ingin membantu Dodo Rozak dan putrinya melarikan diri dari tahanan dengan menggunakan balon udara. Namun, usaha mereka tidak berhasil karena balon udara yang dinaiki Dodo Rozak dan Kartika, tersangkut.

Perasaan haru biru penonton tidak tertahan saat menyaksikan perpisahan antara Dodo Rozak dan Kartika Kecil. Lagu soundtracx yang berjudul “Andaikan Kau Datang Kembali” yang dibawakan oleh Anmash Kamaleng menambah derasnya air mata yang tumpah. Dengan tangisan menyayat hati, Kartika kecil harus menyaksikan ayahnya dibawa petugas untuk dipindahkan ke Nusakambangan. Dia terus memanggil-manggil ayahnya. Demikian juga Dodo Rozak tidak berhenti menangis dan ingin bersama Kartika, tapi tidak bisa. Mereka hanya bisa saling melambaikan tangan dalam tangis yang sangat pilu.

Hendro (Deni Sumargo) sang kepala lapas pun tidak bisa menahan kesedihan. Demikian juga para narapidana lain. Akhirnya Kartika pun diminta untuk tinggal bersama keluarga Hendro. Di keluarga itu, anak perempuan ini tumbuh menjadi seorang gadis yang kemudian dikuliahkan agar bisa membela ayahnya.

Film ditutup setelah adegan di sebuah pengadilan. Kartika yang saat itu sudah dewasa (Mawar De Jongh) berperan sebagai pengacara ayahnya, Dodo Rozak. Dia memohon kepada pengadilan agar nama ayahnya dibersihkan dari tuduhan sebagai pembunuh dan pemerkosa meskipun ayahnya sudah tidak ada karena telah dihukum mati.

Film yang mulai tayang di bioskop sejak September 2022 ini, banyak memberikan pelajaran berharga yang bisa dipetik oleh penonton. Pertama, bahwa keadilan itu milik semua orang, termasuk orang yang mengalami keterbelakangan mental. Jadi, hendaknya tidak memanfaatkan kekurangan seseorang demi kepentingan tertentu. Dia harus mendapatkan perlakuan yang adil seperti halnya orang-orang normal. Bahkan seharusnya dia disayangi dan dihormati sesuai dengan haknya.

Perilaku baik dari tokoh Dodo Rozak bisa menjadi contoh setiap orang. Ternyata kekurangan pada laki-laki itu, tidak menghalangi ketulusan hatinya untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, seperti memberikan pertolongan dan membela kebenaran. Bukan hanya itu, kasih sayang dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah patut diteladani. Di balik keterbatasan yang dimiliki, ada jiwa besar untuk selalu merawat dan melindungi anaknya dengan sepenuh kasih sayang. Meski akhirnya mereka dipisahkan oleh ketidakadilan.

Selain itu, film ini juga mengajarkan kepada penonton untuk saling mengasihi dan menyayangi antara orang tua dan anak. Maka dari itu, usia penontonnya tidak dibatasi. Justru anak-anak bisa diajak menonton film ini agar perasaan sayang dan cinta kepada ayah atau orang tuanya, tumbuh menjadi lebih kuat. Anak-anak akan takut kehilangan ayahnya seperti halnya Kartika. Bahkan akan membela nama baik orang tuanya meskipun orang tua sudah tidak ada di dunia ini. Dengan menonton film ini seorang anak diharapkan tidak akan menjadi anak durhaka seperti yang sering terjadi di berita-berita yang disaksikan di televisi.

Itulah kelebihan-kelebihan film Miracle In Cell No.7. Waktu 145 menit selama pemutaran film, terasa sangat singkat. Ini disebabkan oleh bagusnya film tersebut. Siapkan tisu yang banyak jika anda ingin menonton film tersebut. Sebab emosi akan terus dipermainkan selama menonton film yang bisa ditonton oleh semua umur ini. Bukan hanya segi isinya saja yang bagus, tapi perpaduan antara cerita, musik, pencahayaan, dan berbagai unsur film yang lain, sangat mendukung. Hampir tidak ditemui kekurangan di dalam film Miracle In Cell No. 7 versi Indonesia yang saya tonton.

Identitas Film

Judul Film: Miracle In Cell No.7 (Versi Indonesia)

Sutradara: Hanung Bramantyo

Film Produksi: Falcon Pictures

Produser: Frederica

Penulis Skenario: Alim Sudio

Penulis Cerita Asli: Lee Hwan Kyu

Soundtrakcx Lagu: Andaikan Kau Datang (Dibawakan kembali oleh Anmesh Kamaleng)

Pemeran:

Vino G. Bastian: Dodo Rozak

Graciella Abigael: Kartika (Ika)

Indro Warkop: Japra (narapidana)

Deni Sumargo: Hendro Sanusi (kepala lapas)

Marsha Timothy: Juwita

Makayla Rose: Melati (gadis kecil yang meninggal)

Tora Sudiro: Narapidana

Bryan Domani: Narapidana

Tayang di Bioskop: Sejak September 2022

Durasi: 145 menit

 

 

 

Peresensi

 

 

 


Khatijah dilahirkan di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bondowoso Jawa Timur  menjadi kota tempat tinggal sejak menjadi guru di SMPN 1 Tapen. Ada 8 Buku karya tunggalnya: Sekeping Rindu (Kumpulan Cerpen: 2020), Selendang Merah Jambu (Novel: 2020), Rinduku di Antara Bunga Ilalang (Novel: 2020), Sejingga Rembulan (Novel: 2021), Puspa Indah Telaga Rindu (Kumpulan Cerpen: 2021), Anyelir Merah Darah (Novel: 2022), Seikat Mawar Ungu (Kumpulan Cerpen: 2022). Elegi di Kaki Bukit (Novel: 2023)  Dia pernah meraih predikat pemenang kedua penulis buku fiksi terbaik pada Lomba Temu Nasional Guru Penulis MediaGuru tahun 2022 di Jakarta. Dia juga berkontribusi 37 buku Karya Antologi. 

Kamis, 16 Februari 2023

Kamar 115 Part 2

 

Kamar 115

Part


@2

Oleh: Khatijah

Udara dingin menelusup ke dalam pori-pori. Aku menyilangkan dua tangan di dada untuk sekadar mengurangi gigil yang terasa. Perlahan kabut putih yang beberapa menit menutup pandangan, mulai menipis. Mataku jauh memandang ke atas pucuk bukit di kejauhan. Sinar lembut matahari yang baru saja muncul, menyelimuti kerucutnya menjadi kian jelas. Pikiranku masih tidak beranjak dari kejadian semalam. Aku belum bisa memberikan kesimpulan, apakah yang dialami Winda merupakan mimpi atau sebuah halusinasi? Atau memang benar-benar ada jin yang mengganggunya?

Batinku menilai Winda. Sepertinya gadis cantik itu tidak berbohong. Pikiranku mulai memercayai apa yang diceritakannya. Lagi pula kalau tidak mengalami kejadian sesungguhnya, tidak mungkin wajahnya akan sepucat itu. Tangannya tidak mungkin akan bergetar keras. Peluhnya tidak akan bercucuran, di saat tengah malam yang diguyur hujan. Lalu aku meraba tengkuk yang tiba-tiba merinding.

“Tri, ngapain di situ?”

Dadaku berdebar kencang. Aku tekejut. Kucari arah suara. Legalah hatiku. Tampak di bawah, dua temanku Lana dan Winda. Mereka melambaikan tangan ke arahku yang berdiri di posisi lebih tinggi dari hotel tempat kami menginap.

“Ke sini! Pemandangannya bagus,” panggilku sambil menunjuk ke arah deretan bukit-bukit yang memanjang dari timur ke barat.

“Capek.” Terdengan suara Lana menyahut.

Kuabaikan mereka yang tidak mau melanjutkan perjalanan sampai ke tempatku berada. Kumaklumi saja. Memang untuk mencapai tempat ini, memerlukan energi lebih. Jalan sempit yang aspalnya sudah rusak berat ini hanya cukup dilewati satu mobil. Di samping itu, kondisinya begitu menanjak. Bagi yang jarang berolahraga, kupastikan napasnya akan ngos-ngosan. Entahlah, apa yang membawaku sampai di sini. Aku juga heran. Semula aku hanya ingin jalan-jalan pagi sambil mencari sinyal. Sebab sinyal di tempat ini sangat buruk. Semenit muncul, beberapa jam tenggelam.

Telingaku sempat menangkap suara banyak orang. Aku yakin mereka itu peserta pelatihan yang mau jalan-jalan pagi sambil menunggu matahari terbit. Jadi, kupaksakan diriku yang masih kedinginan untuk mengikuti mereka. Aku pun keluar kamar. Sementara Winda dan Lana masih antre ke kamar mandi. Namun, sampai sejauh ini kakiku melangkah, tak satu pun kutemui seorang pun. Yang ada hanya sunyi melengang di antara vila-vila kosong yang nyaris tenggelam oleh rerumputan menjulang.  

“Tri, turun! Waktunya sarapan!” Terdengar suara Winda memanggil.

Kulirik jam di ponselku. Memang benar, sudah pukul enam pagi. Belum mandi dan sarapan. Padahal acara akan dimulai pukul tujuh. Aku pun bergegas akan meninggalkan tempat itu.Pelan-pelan kakiku melangkah menuruni jalanan berbatu karena aspalnya sudah rusak dilibas air saat musim penghujan.

“Tunggu!” teriakku sambil terus menapakkan kaki dengan hati-hati.

Mereka tidak menjawab, tapi tampaknya menungguku. Oleh karenanya, aku berusaha berjalan agak cepat. Anehnya, aku sudah mengerahkan seluruh tenaga, tapi jalanku sangat lambat. Serasa ada yang menahan kakiku agar tidak melangkah. Aku menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya desir angin lewat di belakang telinga, dingin dan membuat bulu kudukku lagi-lagi meremang.

Aku mencoba mencari celah di antara rerimbunan semak-semak untuk melihat keberadaan Lana dan Winda. Namun, mereka tidak tampak. Selain posisinya masih jauh di bawah, pohon-pohon perdu di sepanjang kanan kiri jalan menghalangi pandangan.

Setelah sampai di jalan yang lumayan bagus dan tempatnya agak datar, aku buru-buru berlari agar segera mencapai Lana dan Winda. Aku ingat mereka tadi berada tidak jauh dari tempat ini. Tandanya ada pohon dadap yang bunganya merah merona.

“Winda! Lana!” teriakku berulang-ulang.

Tidak satu pun dari mereka yang menyahut. Mereka tentu tidak sabar dan sudah meninggalkan tempat ini, pikirku. Aku mempercepat langkah. Beberapa menit kemudian, sampailah aku di depan kamar yang kami tempati. Tanpa mengetuk pintu, aku pun masuk. Alangkah kagetnya aku karena Winda dan Lana sudah berselimut sambil bermain HP.

“Loh, kalian kok cepet banget sih?” tanyaku keheranan.

“Maksudmu apa Tri, cepet apanya? Sejak selesai salat subuh aku dan Winda gak ke mana-mana. Cuma tiduran gini,” jawab Lana sambil terus melihat layar ponselnya.

“Jadi?”

Bondowoso, 17 Februari 2023  

 

 

Sekelopak Kamboja

 





Sekelopak Kamboja

Oleh : Khatijah

@sekelumitsajakbuatbapak

 

Sekelopak kamboja luruh

Seiring serinai gerimis

 Menemu jingga  meretas  senja

Kala takdir datang menemu

 

Kuantar keranda berlapis jingga

Di atas kaki-kaki kokoh

Beralun kalimat doa

Di pundak teriak ikhlas melepas

 

Dalam seikat  ilalang kering

berburai air mata melinang

di  lebam duka nestapa

 

Sekelebat kilat  secepat angin

Berburu kasih berpeluk rindu

Pada setiap titik kenangan

yang kau pahatkan   

 

Selintas dunia di gema takdirmu

Meniti jalan panjang

menuju rumah keabadian

Kutabur beribu rindu

dalam doa dan air mata

 

Gunkid, 8 Desember 2021

 

 

 

Bila Nanti

 


Bila Nanti

Oleh: Khatijah

 

Bila nanti 

Senandung angin tak lagi merdu

Dan bocah-bocah tak lagi riang

Kenalilah diri 

Kemana mata angin berputar

 

Bila Nanti

Langit senja tak lagi jingga

Celoteh murai pun lterbang bersama angin

Dan resah kian membuncah

Sesal kan menjadi raja

 

Bila nanti

 Rindu tak kunjung terbalas

Mereka melangkah sendiri-sendiri

Mencari matahari

Gelap pekat merajam

 

Bilan nanti 

lautan dan gunung-gunung berlari saling mendekat

Berbaur menutup jalan-jalan

Tinggalkan didih lumpur 

Embuskan aroma dosa-dosa

 

Sesal meluas lebar

Tak ada lagi peduli

Kerongkongan membara api

Membakar diri

Meluluhlantak tubuh berkeping

 

Hanya waktu yang bisa menjawab

Dari apa itu taubat

Senyampang zikir dan doa diterima

Salat  puasa  perbaiki

Jangan sia-siakan

 

Bondowoso, 9 Oktober 2022

 

Berkatalah Jujur

 


Berkatalah Jujur

Oleh: Khatijah

Semestinya hujan terdengar rintiknya

Guntur terdengar gemuruhnya

Bukan malam menjilat sepi

Bukan pula sembunyi di palung dusta

 

Berkatalah jujur

Fakta tetaplah fakta

Jangan berubah jadi dusta

Sebab alam tlah membaca

 

Berkatalah jujur

Sebab jujurmu dinanti

Setiap gelombang bunyi

Dari gendang sampai ke hati

 

Jujur itu luhur

Tidak jujur bikin hancur

Sepahit empedu pun

Katakan

Jujur fondasi integritas diri

 

Bondowoso, 26 Agustus 2022

 



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...