Belajar
Menulis Pentigraf
Oleh:
Khatijah
Akhir-akhir ini banyak orang yang
suka menulis dan membaca pentigraf. Hal ini karena genre ini menyajikan kisah singkat
yang tertuang dalam tiga paragraf saja sehingga memungkinkan orang membaca
cepat selesai dan sekaligus menikmati isi cerita sampai pada endingnya. Itulah
salah satu alasan menulis pentigraf menjadi sebuah pilihan.
Pentigraf
atau cerpen tiga paragraf merupakan salah satu genre sastra yang ditemukan oleh
Profesor Tengsoe Tjahjono. Meskipun tiga paragraf, Tengsoe Tjahjono dalam
bukunya ‘Meneroka Dapur Pentigraf, menuliskan bahwa pentigraf memiliki tiga
kata kunci: cerpen, tiga, dan paragraf. Menurutnya, ukuran cerpen bukan dari
pendek panjangnya teks, tetapi terletak pada fokusnya konflik dan tokoh. Tokoh di
dalam cerita harus mampu menimbulkan konflik.
Sebagai
karya fiksi, pentigraf harus memuat unsur lengkap layaknya sebuah cerpen: tema,
tokoh, penokohan, setting, alur/konflik, pesan, dan point of view. Lebih menariknya
sebuah pentigraf adalah adanya twist atau efek kejut yang berada di akhir
cerita. Meskipun twist menjadi salah satu syarat pentigraf, tetapi twist tidak
boleh terkesan dibuat-buat. Harus natural sesuai konflik yang dialami oleh
tokoh.
Seperti
karya fiksi lainnya, pentigraf mengambil masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, tetapi masalah-masalah itu kemudian dibawa ke dalam dunia
imajinasi. Dengan kata lain, menulis pentigraf sama halnya dengan mengubah
fakta ke dalam ranah imajinatif. Dalam acara Bengkel Pentigraf Kampung
Pentigraf Indonesia melalui Zoom Meeting 30 Januari 2023, Tengsoe Tjahjono
mengatakan bahwa pentigraf cukup memuat satu fakta yang kemudian dijahit menjadai
jaringan cerita. Ide tidak berasal dari ruang kosong, tetapi lahir dari
pengalaman-pengalaman. Misalnya dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain
yang dilihat atau didengar. Bisa juga merupakan hasil dari membaca. Maka ada
syarat yang harus dipenuhi dalam menulis pentigraf yaitu 210 kata.
Kondisi
sosial yang berbeda, unik, atau luar biasa, bisa diangkat menjadi sebuah tema pentigraf.
Misalnya saja di masa pandemi corona, banyak masalah yang bisa diangkat menjadi pentigraf. Masyarakat dunia menghadapi
masalah-masalah kompleks. Mulai dari masalah kesehatan, ekonomi, dunia kerja,
sampai pada kejadian luar biasa saat corona banyak merenggut nyawa.
Seperti
contoh pentigraf di bawah ini. Pentigraf karya Khatijah ini sudah lolos kurasi
langsung oleh penemu pentigraf, Prof. Tengsoe Tjahjono dan sudah diterbitkan
dalam antologi pentigraf Kitab Cerpen Tiga Paragraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’
Kampung Pentigraf Indonesia Tahun 2021.
Tegar
Oleh
: Khatijah
Mala
terkejut saat membaca chat dari Nindya. Sahabat yang dikenalnya sejak kecil itu
meminta agar dicarikan donor darah. Golongan darah yang diminta sama persis
dengan yang dimiliki Mala. Namun, ada syarat lain yang tidak bisa dipenuhi.
Harus pernah terinfeksi covid. Sedangkan Mala sendiri belum pernah terkena
virus mematikan itu. Mala akan berusaha mencarikannya besok pagi. Sayangnya,
Nindya tidak membaca chat balasan dari Mala. Termasuk tidak menjawab pertanyaan
Mala buat siapa donor darah itu.
Bunyi
sirene ambulans memecah kesunyian malam. Mala merasa baru saja bisa memejamkan matanya, tapi bunyi
itu membuatnya terjaga. Walaupun beberapa minggu terakhir ini bunyi itu tak
asing di telinganya, tetap saja hatinya merasa teriris mendengar sirene
meraung-raung. Dalam benaknya bertanya, siapa lagi yang tumbang? “Inikah yang
dinamakan pagebluk?” bisiknya dalam hati. Kata kakek neneknya dulu, pagebluk
itu sama dengan wabah penyakit menular yang menyebabkan kematian. Mala bergidik
ngeri. Dia berdoa agar pandemi ini segera berakhir, tak lagi merenggut banyak
nyawa.
Notifikasi
whatshap memaksa Mala untuk membuka ponselnya. Dengan mata berat, dia langsung
saja mencari notifikasi buat WA pribadi. Tidak ada. Iseng-iseng dia buka WA
grup. Innalillahiwainnalillahirojiun.
Sebuah ucapan terkirim di grup SMA. Mata Mala terbelalak, tubuhnya lemas. Dia
tak percaya akan foto yang terpasang di antara ucapan itu. Nindya. Benarkah itu
kamu?
Bondowoso, 16 Juli 2021
Konflik yang dibangun dalam
pentigraf di atas merupakan konflik yang terjadi dengan diri sendiri, orang lain,
dan keadaan. Konflik yang dialami oleh dua tokoh Mala dan Nindya, muncul mulai
paragraf pertama. Mala terkejut saat membaca chat dari sahabatnya untuk dicarikan donor darah dari pendonor yang
pernah terinveksi covid 19. Tentu saja untuk mendapatkan golongan darah itu
tidak mudah karena Mala sendiri belum pernah terinveksi covid 19, meski
golongan darah yang dia miliki sama dengan golongan darah yang diminta Nindya.
Ini adalah hal yang tidak biasa terjadi pada masa di luar pandemi. Sulitnya
mendapatkan pendonor seperti yang disyaratkan oleh Nindya membangun konflik
berikutnya hingga puncak konflik terjadi bersamaan dengan twist atau kejutan di
akhir cerita. Twist terjadi karena Mala tidak hanya terkejut, tetapi juga sedih
dan berduka karena ternyata Nindya sendiri yang membutuhkan donor yang tidak
didapat sampai berujung pada ajalnya.
Twist atau efek kejut sengaja
disembunyikan oleh penulis dengan cara mengisahkan bahwa Nindya tidak membalas chat Mala yang isinya pertanyaan siapa
yang membutuhkan donor darah. Kondisi luar biasa yang benar-benar terjadi di
masyarakat sekitar bulan Juli tahun 2021, menjadi setting nyata, tetapi
kemudian dipindahkan ke dalam alam imajinasi dengan hadirnya tokoh Nindya dan
Mala serta peristiwa yang dialaminya, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu hanya
fiktif belaka. Ini yang dinamakan mengangkat peristiwa nyata lalu dipindahkan
ke dalam ruang imajinasi.
Berikut ini contoh lain pentigraf yang sudah lolos kurasi dari Prof. Tengsoe Tjahjono. Terbit di antologi "Studio Kita" Kampung Pentigraf Indonesia 2023, halaman 106
Pulung
Oleh : Khatijah
Inem murung. Dia memilih berdiam
diri di dalam rumah. Sikapnya jadi berbeda sejak orang di kampung kecil itu,
gempar. Mereka bilang ada cahaya kemerahan sebesar kelapa jatuh di atap
rumahnya. Masyarakat memercayai bahwa benda itu sejenis pulung yang bisa
membawa nyawa pemilik rumah itu dengan cara gantung diri. Sadi, suami Inem pun
tak banyak bicara. Padahal dia sadar bahwa mitos itu tak perlu dipusingkan.
Sadi
tidak pernah memercayai pendapat
orang-orang itu. Dia hanya berpasrah diri karena menurutnya, mati dan
hidup itu milik Yang Maha Kuasa. Dia terus menasihati istrinya agar lebih
mendekatkan diri kepada Sang Pembuat Hidup. Kalau dia termenung dan membiarkan
jiwanya kosong, bisa-bisa dimanfaatkan oleh setan yang suka mengganggu manusia.
Lebih baik dia menyibukkan diri dengan bekerja, meski pendapatan yang diperoleh
hanya cukup dimakan sehari-hari. Legalah hati Sadi karena Inem menuruti
nasihatnya.
Malam
ini Inem berada di dalam kamar.Tak diizinkannya Sadi menemani. Dia bilang ingin
istirahat sendirian. Saat semua lampu mati, Sadi memanggil istrinya, tapi tidak
menyahut. Lalu dia mencarinya ke kamar mandi. Lampu senter itu disorotkan pada
ruangan kecil yang letaknya di posisi belakang. Sadi mempercepat langkahnya.
Dibukanya daun pintu yang sebagian masih tertutup itu. Dia terjatuh lemas saat mendapati tubuh Inem
tergantung tak bernyawa di tempat sempit itu.
Bondowoso,
7 Oktober 2020
Demikianlah sedikit gambaran tentang pentigraf. Salah satu genre sastra yang bisa menjadi pilihan dalam menulis. Meskipun tiga paragraf, tetapi tidak semua tulisan tiga paragraf bisa disebut pentigraf. Pentigraf harus memuat unsur lengkap seperti halnya pada cerpen. Demikian juga ragam bahasa yang digunakan harus menggunakan ragam bahasa sastra.
Keren..pentigraf luar biasa.
BalasHapusTerima kasih Pak..
BalasHapusPentigraf yang sangat bagus.....alurnya dibuat sangat lembut walau begitu selalu penuh kejutan.....
BalasHapusTerima kasih Bapak
Hapus