Kamis, 16 Februari 2023

Kamar 115 Part 2

 

Kamar 115

Part


@2

Oleh: Khatijah

Udara dingin menelusup ke dalam pori-pori. Aku menyilangkan dua tangan di dada untuk sekadar mengurangi gigil yang terasa. Perlahan kabut putih yang beberapa menit menutup pandangan, mulai menipis. Mataku jauh memandang ke atas pucuk bukit di kejauhan. Sinar lembut matahari yang baru saja muncul, menyelimuti kerucutnya menjadi kian jelas. Pikiranku masih tidak beranjak dari kejadian semalam. Aku belum bisa memberikan kesimpulan, apakah yang dialami Winda merupakan mimpi atau sebuah halusinasi? Atau memang benar-benar ada jin yang mengganggunya?

Batinku menilai Winda. Sepertinya gadis cantik itu tidak berbohong. Pikiranku mulai memercayai apa yang diceritakannya. Lagi pula kalau tidak mengalami kejadian sesungguhnya, tidak mungkin wajahnya akan sepucat itu. Tangannya tidak mungkin akan bergetar keras. Peluhnya tidak akan bercucuran, di saat tengah malam yang diguyur hujan. Lalu aku meraba tengkuk yang tiba-tiba merinding.

“Tri, ngapain di situ?”

Dadaku berdebar kencang. Aku tekejut. Kucari arah suara. Legalah hatiku. Tampak di bawah, dua temanku Lana dan Winda. Mereka melambaikan tangan ke arahku yang berdiri di posisi lebih tinggi dari hotel tempat kami menginap.

“Ke sini! Pemandangannya bagus,” panggilku sambil menunjuk ke arah deretan bukit-bukit yang memanjang dari timur ke barat.

“Capek.” Terdengan suara Lana menyahut.

Kuabaikan mereka yang tidak mau melanjutkan perjalanan sampai ke tempatku berada. Kumaklumi saja. Memang untuk mencapai tempat ini, memerlukan energi lebih. Jalan sempit yang aspalnya sudah rusak berat ini hanya cukup dilewati satu mobil. Di samping itu, kondisinya begitu menanjak. Bagi yang jarang berolahraga, kupastikan napasnya akan ngos-ngosan. Entahlah, apa yang membawaku sampai di sini. Aku juga heran. Semula aku hanya ingin jalan-jalan pagi sambil mencari sinyal. Sebab sinyal di tempat ini sangat buruk. Semenit muncul, beberapa jam tenggelam.

Telingaku sempat menangkap suara banyak orang. Aku yakin mereka itu peserta pelatihan yang mau jalan-jalan pagi sambil menunggu matahari terbit. Jadi, kupaksakan diriku yang masih kedinginan untuk mengikuti mereka. Aku pun keluar kamar. Sementara Winda dan Lana masih antre ke kamar mandi. Namun, sampai sejauh ini kakiku melangkah, tak satu pun kutemui seorang pun. Yang ada hanya sunyi melengang di antara vila-vila kosong yang nyaris tenggelam oleh rerumputan menjulang.  

“Tri, turun! Waktunya sarapan!” Terdengar suara Winda memanggil.

Kulirik jam di ponselku. Memang benar, sudah pukul enam pagi. Belum mandi dan sarapan. Padahal acara akan dimulai pukul tujuh. Aku pun bergegas akan meninggalkan tempat itu.Pelan-pelan kakiku melangkah menuruni jalanan berbatu karena aspalnya sudah rusak dilibas air saat musim penghujan.

“Tunggu!” teriakku sambil terus menapakkan kaki dengan hati-hati.

Mereka tidak menjawab, tapi tampaknya menungguku. Oleh karenanya, aku berusaha berjalan agak cepat. Anehnya, aku sudah mengerahkan seluruh tenaga, tapi jalanku sangat lambat. Serasa ada yang menahan kakiku agar tidak melangkah. Aku menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya desir angin lewat di belakang telinga, dingin dan membuat bulu kudukku lagi-lagi meremang.

Aku mencoba mencari celah di antara rerimbunan semak-semak untuk melihat keberadaan Lana dan Winda. Namun, mereka tidak tampak. Selain posisinya masih jauh di bawah, pohon-pohon perdu di sepanjang kanan kiri jalan menghalangi pandangan.

Setelah sampai di jalan yang lumayan bagus dan tempatnya agak datar, aku buru-buru berlari agar segera mencapai Lana dan Winda. Aku ingat mereka tadi berada tidak jauh dari tempat ini. Tandanya ada pohon dadap yang bunganya merah merona.

“Winda! Lana!” teriakku berulang-ulang.

Tidak satu pun dari mereka yang menyahut. Mereka tentu tidak sabar dan sudah meninggalkan tempat ini, pikirku. Aku mempercepat langkah. Beberapa menit kemudian, sampailah aku di depan kamar yang kami tempati. Tanpa mengetuk pintu, aku pun masuk. Alangkah kagetnya aku karena Winda dan Lana sudah berselimut sambil bermain HP.

“Loh, kalian kok cepet banget sih?” tanyaku keheranan.

“Maksudmu apa Tri, cepet apanya? Sejak selesai salat subuh aku dan Winda gak ke mana-mana. Cuma tiduran gini,” jawab Lana sambil terus melihat layar ponselnya.

“Jadi?”

Bondowoso, 17 Februari 2023  

 

 

Sekelopak Kamboja

 





Sekelopak Kamboja

Oleh : Khatijah

@sekelumitsajakbuatbapak

 

Sekelopak kamboja luruh

Seiring serinai gerimis

 Menemu jingga  meretas  senja

Kala takdir datang menemu

 

Kuantar keranda berlapis jingga

Di atas kaki-kaki kokoh

Beralun kalimat doa

Di pundak teriak ikhlas melepas

 

Dalam seikat  ilalang kering

berburai air mata melinang

di  lebam duka nestapa

 

Sekelebat kilat  secepat angin

Berburu kasih berpeluk rindu

Pada setiap titik kenangan

yang kau pahatkan   

 

Selintas dunia di gema takdirmu

Meniti jalan panjang

menuju rumah keabadian

Kutabur beribu rindu

dalam doa dan air mata

 

Gunkid, 8 Desember 2021

 

 

 

Bila Nanti

 


Bila Nanti

Oleh: Khatijah

 

Bila nanti 

Senandung angin tak lagi merdu

Dan bocah-bocah tak lagi riang

Kenalilah diri 

Kemana mata angin berputar

 

Bila Nanti

Langit senja tak lagi jingga

Celoteh murai pun lterbang bersama angin

Dan resah kian membuncah

Sesal kan menjadi raja

 

Bila nanti

 Rindu tak kunjung terbalas

Mereka melangkah sendiri-sendiri

Mencari matahari

Gelap pekat merajam

 

Bilan nanti 

lautan dan gunung-gunung berlari saling mendekat

Berbaur menutup jalan-jalan

Tinggalkan didih lumpur 

Embuskan aroma dosa-dosa

 

Sesal meluas lebar

Tak ada lagi peduli

Kerongkongan membara api

Membakar diri

Meluluhlantak tubuh berkeping

 

Hanya waktu yang bisa menjawab

Dari apa itu taubat

Senyampang zikir dan doa diterima

Salat  puasa  perbaiki

Jangan sia-siakan

 

Bondowoso, 9 Oktober 2022

 

Berkatalah Jujur

 


Berkatalah Jujur

Oleh: Khatijah

Semestinya hujan terdengar rintiknya

Guntur terdengar gemuruhnya

Bukan malam menjilat sepi

Bukan pula sembunyi di palung dusta

 

Berkatalah jujur

Fakta tetaplah fakta

Jangan berubah jadi dusta

Sebab alam tlah membaca

 

Berkatalah jujur

Sebab jujurmu dinanti

Setiap gelombang bunyi

Dari gendang sampai ke hati

 

Jujur itu luhur

Tidak jujur bikin hancur

Sepahit empedu pun

Katakan

Jujur fondasi integritas diri

 

Bondowoso, 26 Agustus 2022

 

Beranda

 


Beranda

Oleh: Khatijah

Di beranda kucumbui sepi

Desah sang bayu menyisir pori-pori

Rembulan pucat menertawai

tenggelam

Menyibak misteri

Dalam mega kelabu  menutup wajah pucatnya

Menjemput pekat

menerbangkan angan

Menembus angkasa

Kembali pada hijau daun

Dalam basah embun

Beranda kau tiupkan luka lama

Merobek daun memerihkan rasa

Kala gelap kian pekat

 

Bondowoso, 29 Juni 2022

 

Rabu, 15 Februari 2023

MEMILIH POV DALAM MENULIS NOVEL

 

MEMILIH POV DALAM MENULIS NOVEL

Oleh:  Khatijah

 


            Sebelum menulis novel, penulis harus menentukan point of view (POV) yang akan digunakan dalam penyampaian cerita. Begitu juga dalam menulis jenis cerita yang lain, seperti cerpen dan pentigraf. Pengarang dapat memilih dari sudut pandang yang dianggap sesuai dengan keinginan.

Seperti yang ditulis oleh gramedia.com, bahwa POV sama dengan sudut pandang yang biasanya menjadi sudut pandang seorang penulis terhadap tulisan atau karyanya. Penulis novel atau cerpen dapat memosisikan dirinya apakah dia seolah-olah akan melibatkan sebagai tokoh di dalam ceritanya (pencerita), atau akan berada di luar jalan cerita. Poin of view juga disebut sudut pandang pengarang. Point Of View atau sudut pandang pengarang dalam cerita ada beberapa macam.

            Berdasarkan beberapa sumber yang penulis baca, jenis sudut pandang  tersebut sebagi berikut.

Ada beberapa jenis point of view (POV) yang dapat dipilih pengarang untuk mengisahkan ceritanya.

1.            Point Of View 1 (POV 1) atau Sudut Pandang Orang Pertama

Point Of View 1 (POV 1) atau sudut pandang orang pertama digunakan dalam cerita, bila orang pertama (aku/saya) berperan sebagai tokoh di dalam cerita. Sudut pandang pengarang (POV 1) ini memiliki ciri khusus yaitu dengan menggunakan tokoh “aku”. Jika tokoh “aku” menjadi pusat cerita, disebut dengan sudut pandang orang pertama (POV 1) sebagai pelaku utama. Namun, orang pertama juga bisa dipisisikan hanya sebagai tokoh tambahan yang disebut sebgai orang pertama pelaku tambahan atau sampingan.  

Ciri cerita dengan menggunakan POV 1 atau sudut pandang orang pertama yaitu dengan hadirnya tokoh aku atau saya di dalam cerita tersebut. Sudut pandang orang pertama dibagi menjadi dua bagian yaitu sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan.

Contoh:

(1)          Aku hanya bisa menarik nafas panjang, saat  semua nasihatku  tak didengarkan. Aku harus banyak bersabar dalam menghadapi hal ini. Berkali-kali aku mengatakan bahwa tindakannya itu hal bodoh  yang dapat merugikan diri sendiri. Tetapi dia tidak menerima nasihatku. Justru marah-marah.Ya, sudahlah biarkan saja. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku tidak bisa hanya berkutat pada satu hal yang tidak penting buatku. Bisa-bisa malah membebani diriku. Aku akan berusaha  melupakan hal itu. lebih baik aku fokus pada tugas yang belum aku selesaikan.

Contoh kutipan di atas menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Karena di dalam cerita tersebut melibatkan tokoh aku sebagai pemeran utama. Dengan kata lain tokoh aku sebagai orang pertama paling banyak diceritakan di dalam cerita tersebut.

(2)       Kata-kata lembutnya itulah yang sering membuat aku tidak bisa berkutik jika berhadapan dengan dia. Dia itu wanita yang sangat lembut. Tidak hanya dari tutur kata dan tindakannya saja, tetapi juga dari hati dan perasaannya. Aku sebagai sahabatnya kadang malu sendiri. Begitu berbedanya dengan diriku. Bagaikan bumi dengan langit. Dia selalu mengatasi masalah dengan kepala dingin. Tak pernah sekalipun aku mendengar kata-kata kasar dari bibirnya. Yang ada ia itu selalu tersenyum, walaupun masalah sering mendera dirinya. Itulah temanku yang  bernama Nindia.

Contoh kutipan (2) Tokoh aku atau orang pertama ikut berperan di dalam cerita tersebut, tetapi tidak sebagai tokoh utama, melainkan hanya sebagai tokoh tambahan atau tokoh sampingan, karena tokoh utamanya (Dia). Sudut pandang pengarang pada contoh cerita (2) disebut sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan atau pelaku tambahan.

2.Point Of View 2 (POV 2) atau Sudut Pandang Orang Kedua

Berbeda dengan POV 1, POV 2 menjadikan orang kedua sebagai tokoh utama. Ciri yang menandai bahwa sebuah cerita menggunakan POV 2, tokoh yang menjadi sentral cerita menggunakan kata ganti “kau” atau “kamu”.

Contoh:

(3) Purnama kedua kembali kau binarkan warna dalam kata yang mampu menggetarkan jiwa. Di sini, di Jembatan yang menghubungkan beberapa pulau ini, kau bisikkan kata yang sama seperti yang pernah kaucapkan. Janji manis dari bibir tipismu habis tanpa sisa. Sebab kau memang sempurna. Tidak hanya kecantikan ragawi yang paripurna, tapi hatimu memualam. Ucapanmu senantiasa merdu serupa kicau murai saat menyambut matahari. (Nobaber 18: Khatijah)

3.Point Of View 3 (POV 3)

            Cerita dengan menggunakan POV 3 atau sudut pandang orang ketiga, pengarang memosisikan dirinya di luar jalan cerita. Ciri cerita menggunakan POV 3, menggunakan tokoh “Dia/Ia”.

Yang ketiga adalah sudut pandang orang ketiga. Dalam sudut pandang ini, orang pertama / aku tidak terlibat sebagai tokoh di dalam ceritanya. Pengarang khusus menceritakan “DIA” atau orang lain. Sudut pandang orang ketiga dapat dibedakan menjadi dua. Yaitu sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat dan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Berikut ini penulis berikan  contoh cerita yang menggunakan sudut pandang orang ketiga.

(4)          Anisa tak pernah terdengar mengeluh. Tidak seperti kebanyakan temannya yang selalu mengeluh tentang inilah tentang itulah. Semua pekerjaan dan tugas selalu dikerjakannya tepat waktu.Dia selalu bekerja tanpa melihat waktu kalau tugasnya belum selesai. Walaupun demikian, dia tidak pernah membantah ibunya jika ia disuruh membantu pekerjaan ringan. Pagi-pagi dia sudah bangun. Salat Subuh tak pernah dia tinggalkan. Bahkan setelah itu  dia masih menyempatkan diri untuk membaca ayat-ayat suci Al-Qlqur’an. Setelah itu, dia baru membantu menyapu rumah dan membereskan tempat tidurnya.

(5) Rina terlihat murung. Dia masih terngiang akan nasihat-nasihat neneknya. Dia menyesal mengapa dulu tidak pernah mendengarkan nasihat neneknya. Coba kalau dulu dia tidak membantah neneknya, pasti tidak akan mengalami kesedihan seperti ini. Tapi semua sudah terlanjur. Nasi telah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi neneknya yang begitu perhatian padanya. Itu semua dirasakan oleh Rina. Kini neneknya tidak akan menasihatinya lagi. Tidak akan perhatian lagi padanya karena dia sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Kini air matanya Rina berlinang mengenang semuanya.

            Pada cerita (4) ini tidak terdapat tokoh “AKU”. Tokoh yang diceritan pada cerita (4) adalah Anisa (DIA). Pada contoh cerita keempat (4) pengarang hanya menjelaskan sesuatu yang dapat dilihat saja. Sudut pandang pada cerita ini disebut sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.

            Sedangkan pada contoh cerita (5) adalah contoh cerita yang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karena pengarang di sini hanya khusus menceritakan orang lain yaitu Rina.Tetapi, karena pengarang di dalam teks ini seolah mengetahui semua hal yang dialami oleh tokoh, baik yang dialami secara lahir maupun secara batin. Maka pada kutipan ini disebut menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Memilih POV tertentu pasti memiliki alasan tersendiri. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut pengalaman penulis, menggunakan POV 1 lebih leluasa menyampaikan perasaan karena semua yang dialami tokoh dalam POV 1 seolah-olah pengarang sendiri yang mengalaminya. Jadi, akan lebih tahu apa yang ada di dalam pikirandan perasaan tokoh aku. Walaupun sebenarnya yang mengalami tersebut bukan pengarang. Namun, memilih POV 1, harus benar-benar cermat dalam menggunakan pilihan kata karena pengarang tidak serba tahu terhadap apa yang dipikirkan oleh tokoh lain dalam cerita itu. Berbeda dengan POV orang ketiga serba tahu.

                                                Bondowoso, 16 Februari 2023

 


Selasa, 14 Februari 2023

DIALOG DALAM NOVEL

DIALOG DALAM NOVEL

Oleh  Khatijah, S.Pd

 

 

            Pada saat kita menulis novel, tidak lepas dari penulisan dialog para tokoh. Sebuah cerita tanpa dialog akan terasa hambar dan kurang menarik. Menurut KBBI V Dialog artinya (1)  percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagainya), (2) karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih. Sebuah dialog bisa diikuti oleh narasi atau dialog tag. Dialog tag adalah frase yang mengikuti dialog yang menginformasikan identitas si pengucap dialog. Dialog tag biasanya dengan kata: ujar, ucap, kata, cetus, tutur, ungkap, tandas, sahut, sindir, tanya dan sejenisnya (BABADD.ID). Penulisan dialog dalam cerita harus benar. Hal ini dilakukan agar maksud kalimat tersebut dapat ditangkap dengan jelas oleh pembaca.                       

            Ketika kita membaca cerita, sering kita jumpai penulisan dialog yang salah. Kesalahan penulisan terletak pada penggunaan huruf dan tanda baca. Agar kita menuliskan dialog dengan benar, kita harus selalu ingat akan aturan yang ada. Aturan-aturan itu dapat kita temukan pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Pedoman ini mengatur pemakaian tanda baca dan pemakaian huruf.

Berikut ini contoh penulisan dialog dalam cerpen atau novel yang sering kita temui.

(1) “Apa maumu, Nin?” Tanya Dian. (2) “Aku mau pulang. Jawab Nindia.

Penulisan dua contoh kalimat di atas, tidak tepat. Alasan bahwa kedua penulisan kalimat di atas salah adalah sebagai berikut. Kesalahan kalimat nomor (1) terdapat pada penulisan huruf t pada frase Tanya Dian. Seharusnya huruf t pada kata tanya menggunakan huruf kecil. Kadang-kadang juga kita menemui penulisan salah seperti berikut ini. “Sudah mau pulang?”, tanya Krisna. Kesalahan kalimat tersebut terletak pada penggunaan tanda koma setelah akhir kutipan. Kesalahan kalimat tersebut adanya tanda koma setelah dialog. Contoh penulisan kalimat nomor (1) yang benar sebagai berikut. “Apa maumu, Nin?” tanya Dian.

Sedangkan kesalahan contoh kalimat nomor (2) terdapat pada penggunaan tanda baca dan huruf kapital. Pada contoh tersebut, kalimat Aku mau pulang sebagai ucapan langsung diakhiri dengan tanda titik. Seharusnya setelah kalimat Aku mau pulang diikuti tanda koma karena kalimat tersebut belum selesai (diikuti oleh dialog tag). Kesalahan kedua adalah ketidaktepatan letak tanda baca titik (seharusnya koma) setelah tanda petik akhir. Seharusnya tanda koma diletakkan sebelum tanda petik akhir. Kesalahan ketiga yaitu penggunaan huruf kapital pada kata Jawab yang seharusnya huruf  j ditulis dengan huruf kecil. Penulisan contoh (2) yang benar adalah sebagai berikut. “Aku mau pulang,” jawab Nindia.

Frase tanya Dian dan jawab Nindia merupakan bagian kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri, yang disebut dialog tag. Seperti yang tertulis di shireishou.com dialog tag adalah keterangan kalimat langsung yang tidak bisa berdiri sendiri (berupa frasa).

Kedua contoh kalimat (1) dan contoh kalimat (2) merupakan kalimat langsung yang menggunakan dialog tag di belakang kutipan langsung.

Berikiut ini adalah contoh dialog yang menggunakan dialog tag di depan kutipan langsung. (3) Dahlia berkata, “Saya baru saja datang.” (4) Krisna bertanya, “Siapa nama temanmu itu?”

Penulisan contoh kalimat (3) dan (4) benar. Berikut penjelasannya. Jika dialog tag berada di awal kalimat, tanda baca koma diletakkan di antara dialog tag dan petikan langsung. Huruf awal kalimat pada dialog tag contoh nomor (3) dan nomor (4) huruf kapital. Demikian juga huruf awal kata kalimat pada petikan langsung juga menggunakan huruf kapital.

Kita harus dapat membedakan dengan penulisan dialog berikut ini. Contoh (5) “Bagaimana keadaanmu, Dahlia?” Krisna bertanya untuk yang kedua kalinya. (6) “Ayo, ikut aku!” Dahlia mengajak Krisna. (5) “Dia memang baik hati.” Krisna memuji orang itu. (7) Krisna  tersenyum. “Kamu memang anak yang manis.”

Penulisan ketiga kalimat tersebut benar. Kalau kita cermati ketiga kalimat contoh (5), (6), dan contoh (7) memang berbeda dengan  kalimat  contoh (1),(2),(3), dan contoh (4). Perbedaannya terletak pada penggunaan huruf kapital pada huruf awal kata setelah dialog. Selain Krisna dan Dahlia sebagai nama orang yang harus diawali dengan  huruf kapital, alasan lain mengapa diawali dengan huruf kapital karena setelah dialog pada kedua kalimat tersebut merupakan kalimat narasi. Jadi, kalimat Krisna bertanya untuk yang kedua kalinya dan Dahlia mengajak Krisna merupakan kalimat yang berbeda dengan yang terdapat di antara petikan langsung. Ini yang disebut dengan narasi. Demikian juga dengan kalimat Krisna memuji orang itu.

Demikian cara menulis kalimat dialog dalam novel. Semoga bermanfaat.

Bondowoso, 15 Februari 2023

 

 

 





 

Sabtu, 11 Februari 2023

MENULIS NOVEL SEBUAH TANTANGAN (1)

 

MENULIS NOVEL

SEBUAH TANTANGAN

(1)

Oleh Khatijah, S.Pd


Menulis novel merupakan kegiatan yang menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan karena setiap kita tenggelam dalam pengembangan ide, kita seolah turut menyaksikan bahkan merasakan semua peristiwa yang dialami tokoh. Kita bisa memainkan tokoh-tokoh sesuai dengan alur yang kita inginkan. 


 Tulisan ini berlatar belakang dorongan beberapa teman penulis agar saya menuliskan pengalaman menulis novel. Pengalaman ini saya tulis dengan tujuan berbagi, tanpa bermaksud menggurui. Kiat-kiat ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi setelah menyelesaikan lima novel saya. Novel pertama berjudul “Selendang Merah Jambu” dengan tebal 304 halaman. Novel kedua berjudul “Rinduku di Antara Bunga Ilalang” dengan tebal 282 halaman. Novel ketiga berjudul "Sejingga Rembulan" dengan tebal 284 halaman, novel keempat berjudul "Anyelir Merah Darah" 348 halaman, Novel Kelima berjudul "Elegi di Kaki Bukit" (proses penerbitan). Itulah novel saya, di samping tiga buku kumpulan cerpen.

Bisa menulis dan menerbitkan novel merupakan mimpi saya sejak lama. Ternyata benar bahwa untuk mewujudkan sebuah mimpi itu perlu perjuangan dan sikap istikamah. Ide menulis novel, bermula dari sebuah fenomena yang saya jumpai dalam kehidupan. Kemudian saya ramu dengan daya imajinasi sehingga tampil dalam sebuah kisah baru yang berbeda.

Hal petama yang  mendorong saya menulis novel adalah mencurahkan keinginan saya dalam mengungkapkan kebenaran yang terbungkus dalam jalinan alur. Tujuan utamanya adalah menyumbangkan pembelajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan kepada pembaca melalui kisah yang sekaligus bisa menjadikan sarana hiburan.  

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan  seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sikap  setiap pelaku. Oleh karenanya, tulisan bentuk novel harus detail dalam penggambaran setting, watak tokoh, dan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh.

 Sebelum kita mengembangkan jenis cerita novel, memang kita perlu mengenal bahwa ada unsur-unsur pembangun yang menjadi dasar pemahaman seorang penulis novel. Unsur-unsur ini akan hadir dengan sendirinya dalam cerita yang ditulis. Namun, seorang penulis novel perlu mengenal unsur pembangun novel, antara lain tema, tokoh, perwatakan tokoh, setting waktu, tempat, dan suasana, serta konflik-konflik yang akan menggerakkan alur cerita. Selain itu, sebelum menulis novel kita harus memilih point of view atau sudut pandang yang akan kita gunakan dalam menulis novel tersebut.

 Ide dasar merupakan unsur paling utama dalam penulisan novel. Ide cerita bisa kita gali dari berbagai sumber. Bisa dari pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung artinya pengalaman yang benar-benar dialaminya sendiri. Sedangkan pengalaman tidak langsung  merupakan pengalaman orang lain yang bisa kita ketahui dengan melihat, mendengar, dan merasakan. Bisa juga dari pengetahuan hasil kita membaca. Ide dasar ini yang akan kita olah dengan daya imajinasi kita. Artinya kita tidak memindahkan realita atau fakta ke dalam tulisan kita, melainkan kita harus mengolahnya terlebih dahulu.  Menulis novel sama halnya dengan memindahkan realita kehidupan ke dalam bentuk baru dengan daya kreativitas tinggi. .

Persyaratan utama agar bisa menulis novel, kita harus rajin membaca utamanya membaca novel. Menurut Ibu Istqomah novelis dan editor senior MediaGuru, sebelum kita menulis novel, kita harus sudah membaca minimal sepuluh judul novel. Ini merupakan modal utama dalam menulis novel.  Dari sini kita bisa belajar bagaimana penggunaan bahasa dalam novel. Cara menyusun diskripsi dan menarasikan sesuatu. Bagaimana kita meletakkan dialog-dialog antartokoh, penggunaan tanda baca dan pemilihan kata atau diksi yang bisa menghidupkan suasana. Selain itu, kita bisa  belajar bagaimana cara pengarang menggambaran setting, membangun konflik-konflik, menggambaran tokoh dan watak tokoh.

Mempertahankan mood dalam menulis novel yang nota bene cerita panjang itu, sebuah keharusan. Kalau tidak, kita bisa berhenti di tengah jalan sebelum ceritanya mencapai ending. Caranya, sebelum menulis kita buat kerangka dasarnya terlebih dahulu. Setelah itu, saat mengembangkan kita boleh membangun konflik-konflik kecil yang berada di luar kerangka. Hal ini kita lakukan agar cerita kita menarik, tidak garing, dan tidak  terkesan monoton. Namun, bisa juga kita langsung menulisnya sebab meski pun sudah disusun kerangkanya, kadang kita banyak menyimpang dari kerangka yang kita buat. Hal ini dikarenakan selama proses menulis kadang terpengaruh oleh hal-hal baru yang dilihat, didengar, atau pun dirasakan. 

Kehadiran tokoh dalam novel berfungsi untuk menggerakkan alur. Jika cerita kita macet, alurnya buntu, kita bisa menghadirkan tokoh baru. Dari sini akan terbangun konflik-konflik baru. 

Belajar merupakan kiat untuk dapat mewujudkan keinginan kita menjadi penulis novel. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mengikuti pelatihan menulis novel adalah salah satu cara meningkatkan kemampuan kita dalam menulis novel. Di sini kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan tentang menulis novel dan latihan-latihan yang langsung mendapatkan bimbingan dari ahlinya. Terus menulis dan menulis. Mengadakan riset berkaitan dengan masalah yang kita tulis merupakan suatu keharusan. Semua dilakukan untuk menghindari cacat logika dalam novel yang kita tulis. 

 


Kamis, 09 Februari 2023

Karakter Tokoh dalam Novel

 





 Karakter Tokoh dalam Novel

Oleh: Khatijah

Dalam menulis novel, pengarang akan melakukan pemberian watak para tokoh. Tentu saja sebelumnya, pengarang sudah merancang tokoh-tokoh yang ada di dalam novel yang akan ditulis, beserta perwatakannya. Setiap tokoh dalam novel memiliki peran dan karakter masing-masing. Karakter yang dimaksud di sini adalah watak. Pengarang novel harus pandai-pandai memberikan karakter terhadap tokoh-tokoh ceritanya agar tampak hidup. Seperti halnya kehidupan di dunia nyata, kisah imajinatif dalam novel juga terdapat orang-orang yang berkarakter baik, tetapi juga ada yang berkarakter tidak baik. Karakter juga disebut dengan istilah penokohan. Penokohan dalam cerita meliputi penokohan batin dan penokohan lahir.

Penokohan batin merupakan penggambaran sifat-sifat yang dimiliki oleh tokoh cerita. Misalnya: rajin, malas, jahat, baik, dll. Sedangkan penokohan lahir adalah penggambaran cirri-ciri fisik tokoh.

Contoh Penokohan lahir:

Betapa gagahnya Indra Baskoro ketua OSIS yang memberikan buket bunga itu padanya. Perawakan tinggi, dan kulit kuning langsat. Tak berbeda jauh dengan sosok tadi pagi yang tak dijumpainya selama dua tahun itu. Bedanya Indra saat ini kelihatan posturnya lebih tinggi, body-nya lebih berisi. Tapi senyum itu tak pernah berubah. Kali ini dihiasai oleh kumis tipis yang menambah dirinya lebih gagah dan tampan. Malam itu, Dian tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sebentar-sebentar ia terbangun. Dan kesempatan itu digunakannya untuk terus mengaji  dan shalat malam. Doa-doa tak putus ditujukan kepada Indra. (Selendang Merah Jambu: Khatijah)

Ada beberapa cara dalam menggambarkan karakter atau watak tokoh / penokohan batin dalam novel.

·           Melalui penjelasan langsung atau teknik analitik langsung. Dalam hal ini pengarang memberikan penjelasan secara langsung terhadap tokoh tersebut. Contoh:

Sesungguhnya Indra orang yang baik. Indra orang yang tulus hatinya yang tidak mungkin berbuat seperti itu. Tak akan mungkin ia akan mempermainkan hati seorang wanita seperti Dian. Kini Indra sudah tidak ada. Dia tidak akan pernah tahu bahwa dirinya sudah difitnah.

·           Melalui dialog antartokoh

Secara tidak langsung karakter tokoh dapat kita ketahui dari dialog atau percakapan antartokoh.

Contoh:

“Lha, itu risiko namanya. Risiko dari perlakuanmu sendiri,” jelas Anggun  masih dengan suara bernada tinggi. “Kamu tidak kasihan sama Dian. Dia itu anak yang pendiam, selalu menerima apa saja perlakuan orang lain terhadapnya,” kata Anggun pedas. (Selendang Merah Jambu: Khatijah)

Dalam kutipan di atas pengarang menyampaikan karakter Dian melalui dialog yang disampaikan oleh Anggun.  

Nah, agar tokoh-tokoh dalam novel yang ditulis memiliki karakter yang kuat, maka pengarang harus pandai-pandai memilih diksi yang tepat dalam mendeskripsikan karakter tokoh tersebut. Selain itu, penggambaran melalui dialog atau ucapan tokoh juga sangat menentukan keberhasilan seorang pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh.

Penggambaran karakter bisa dilakukan pada setiap kehadiran tokoh dalam cerita itu. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena novel merupakan cerita panjang, maka penggambaran watak bisa dilakukan di sepanjang jalan cerita.

                                                                                                       Bondowoso, 2023

 



Entri yang Diunggulkan

Puisi-Puisiku

  Puisi-Puisiku Oleh: Khatijah   1.        MENDEKAP HARAP Kupatahkan ragu di tiang rapuh Menjaga rasa cita pada setia Di cadas lin...